Reyhan tidak pernah menyangka bahwa hidupnya akan terperangkap oleh permainan yang di ciptakan boss tempat dirinya bekerja, berawal dari ia mengantarkan dokumen penting pada bossnya tersebut, namun berakhir dirinyaenjalani hubungan yang tidak masuk akal,, wanita itu bernama Sabrina tiba tiba meminta dirinya untuk menjadi kekasih wanita itu
sementara itu Sabrina tidak punya jalan lain untuk menyelamatkan harta peninggalan ibunya, terpaksa ia melakukan cara licik untuk membuat Reyhan mau menerima permintaanya.
tanpa Sabrina sadari ternyata Reyhan adalah pria berbahaya dengan begitu banyak pesona, pria itu mengajak Sabrina ke banyak hal yang tidak pernah sabrina lakukan, Sabrina tenggelam dalam gelora panas yang Reyhan berikan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon umnai, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 25
Hujan deras yang mengguyur kota malam itu menciptakan irama alami di luar jendela hotel. Tetesannya beradu dengan kaca, menyisakan garis-garis air yang terpantul oleh lampu jalanan. Di dalam kamar yang hangat, Reyhan dan Sabrina duduk berdua, suasana di antara mereka begitu intim.
Reyhan menggenggam tangan Sabrina dengan lembut saat mereka memasuki kamar hotel yang telah dipesannya. Ia menarik lembut tangan Sabrina untuk segera duduk, lalu menatapnya dengan senyuman tipis yang selalu berhasil membuat hati Sabrina berdebar dan tersipu malu.
"Kau baik-baik saja?" tanya Reyhan sambil menyingkirkan blazer Sabrina, gerakannya begitu perhatian dan penuh kasih.
Sabrina menghela napas, matanya menatap Reyhan dengan sedikit rasa ragu untuk menjawab
"Sedikit tak enak badan.Mungkin karena perubahan cuaca ini."
Reyhan mengernyit, lalu berjongkok di depan Sabrina, menggenggam tangannya erat.
"Amanda bilang kau terlihat pucat di kantor tadi. Aku tahu kau tidak akan mengakuinya, jadi aku putuskan membawamu ke sini agar kau bisa istirahat."
"Dan juga jika ku bawa kau ke apartement, disana ada adikku sudah tidak seleluasa dulu, aku tahu kau tidak suka berbaur dengan orang baru"
Sabrina terkekeh kecil, mencoba mencairkan suasana. "Kau ini seperti tahu segalanya tentangku."
"Tentu saja, aku harus tahu. Kau penting untukku," jawab Reyhan tanpa ragu, membuat pipi Sabrina bersemu merah.
Reyhan berdiri dan duduk di belakangnya, tangannya perlahan mulai memijat pundak Sabrina. Gerakannya lembut namun penuh tenaga, seolah ia tahu persis bagaimana membuat tubuh Sabrina rileks.
"Reyhan, kau tidak perlu repot-repot. Aku bisa mengatasinya sendiri." Sabrina mencoba menolak, tetapi suaranya melemah saat pijatan Reyhan mulai bekerja.
"Diamlah dan nikmati saja," balas Reyhan dengan nada tegas namun penuh perhatian. "Aku tidak ingin kau jatuh sakit."
Sabrina akhirnya menyerah. Ia memejamkan matanya, membiarkan dirinya tenggelam dalam kenyamanan sentuhan Reyhan. Tangannya bergerak dengan ritme yang sempurna, memijat setiap titik ketegangan di pundaknya.
"Kau benar-benar pandai memijat. Aku tidak tahu kalau kau punya bakat ini," gumam Sabrina sambil tersenyum kecil, matanya masih terpejam.
"Ada banyak hal yang belum kau tahu tentangku, sayang," jawab Reyhan sambil tertawa ringan.
Suasana di kamar menjadi semakin hangat. Suara hujan di luar, pijatan Reyhan, dan kehadiran Sabrina menciptakan momen yang tak terlupakan bagi keduanya.
Setelah beberapa menit, Reyhan berhenti memijat dan meraih selimut tebal hotel itu Ia menyelimutkan tubuh Sabrina dengan lembut, lalu duduk di sampingnya.
"Kau merasa lebih baik?" tanyanya sambil menyentuh pipi Sabrina untuk memastikan suhu tubuhnya.
Sabrina mengangguk pelan, matanya kini terbuka dan menatap Reyhan dengan lembut. "Jauh lebih baik. Terima kasih, Reyhan."
Reyhan tersenyum, lalu meraih secangkir teh hangat yang sudah ia siapkan sebelumnya. Ia menyodorkannya pada Sabrina. "Minumlah ini. Teh jahe, bagus untuk menghangatkan tubuh."
Sabrina menerimanya dengan tangan yang sedikit gemetar. Ia meminum teh itu perlahan, membiarkan hangatnya mengalir ke seluruh tubuh.
"Kau benar-benar perhatian. Aku tidak tahu harus berkata apa."
"Kau tidak perlu berkata apa-apa, Sabrina," Reyhan menatapnya dengan serius. "Aku hanya ingin kau tahu bahwa aku selalu ada untukmu, apa pun yang terjadi."
Mata Sabrina mulai berkaca-kaca mendengar ucapannya. Reyhan pria yang baru saja ia kenal tetapi ia bisa melihat tatapan tulus Reyhan, tatapan seseorang yang benar-benar peduli dan mencintainya.
Malam itu, di tengah hujan yang mengguyur, hati mereka semakin dekat, terhubung oleh kehangatan yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata.
Sabrina memposisikan tubuhnya untuk bersandar pada dada bidang Reyhan, kedua tangan Reyhan memeluknya dari belakang sebuah keintiman yang membuat hatinya menghangat.
"Jadi, boleh aku tahu alasan apa yang membuatmu memilihku?" tanya Reyhan perlahan, sembari mengecup kepala bagian belakang Sabrina. Dagunya bertumpu lembut di sana, memberi rasa aman yang seakan tidak akan pernah goyah.
Sabrina menggigit bibir bawahnya, matanya terfokus pada jemari yang sibuk memilin ujung selimut tebal. la tampak seperti seseorang yang berada di persimpangan jalan, tak yakin arah mana yang harus ia tempuh.
"Mengapa tiba-tiba bertanya seperti itu?" jawabnya lirih, bahkan tak berani menoleh.
la tahu, sejak awal ia yang memulai semua ini. Permainan yang kini terasa begitu berat baginya.
Reyhan tersenyum kecil, tangannya mengusap lembut lengan Sabrina sebelum menggenggamnya, hangat dan mantap.
"Jawab saja. Bukankah kau sudah tahu perasaanku? Apa pun jawabanmu, tidak akan mengubah apapun itu. Aku di sini karena aku menginginkanmu, sayang."
Namun, matanya, mata itu, menatap dalam, menembus semua lapisan topeng yang Sabrina coba kenakan.
"Tapi aku tahu ada sesuatu yang kau sembunyikan dariku. Hubungan ini... apakah benar-benar karena kau menyukaiku?" Reyhan memiringkan wajahnya dengan senyum tipis.
Sabrina tersentak. Detak jantungnya terasa seperti genderang perang yang semakin riuh. Perlahan, ia menoleh, menatap pria itu. Pria yang, meski terlihat lembut, punya cara berbicara yang memojokkan.
"Kau harus tahu, sayang. Aku ini bukan pria polos. Sebelum ini, aku adalah penakluk wanita. Aku tahu saat seseorang benar-benar menyukaiku, dan saat mereka hanya berpura-pura," ucap Reyhan santai, tapi menusuk, Reyhan sadar ada alasan lain yang membuat atasanya yang terkenal galak dan judes itu tiba tiba memintanya untuk menjadi kekasihnya.
Sabrina membuang napas berat, mencoba memberanikan diri. "Reyhan..."
"Ya, sayang?" balasnya lembut, seperti mengulur waktu untuk mendengar kebenaran.
"Kau benar.,.,.
"Aku... aku tidak mencintaimu." Kalimat itu akhirnya keluar, menggantung di udara seperti pedang bermata dua.
Reyhan tidak tampak terkejut. Tatapannya tetap tenang, tapi penuh perhatian. "Lalu?"
Sabrina menggigit bibir, matanya mulai berkaca-kaca. Suaranya pecah saat ia menjawab,
"Daddy mengancamku. Dia bilang aku harus segera memiliki kekasih dan menikah. Jika tidak, semua peninggalan Mommy akan dia bagi-bagikan untuk istri keduanya. Aku tidak bisa membiarkan itu terjadi. Hanya itu alasan aku meminta bantuanmu."
bergetar oleh kesakitan yang tidak ia tunjukkan.
"Aku tahu, ini salah. Aku tahu ini egois. Tapi aku tidak tahu harus berbuat apa... Istri kedua Daddy... dia menikah dengan Daddy di belakang Mommy. Dialah yang membuat Mommy jatuh sakit hingga meninggal. Aku tidak bisa melupakan itu, Reyhan. Tidak akan pernah."
Tangis Sabrina pecah. Kata-katanya terdengar seperti luka lama yang belum sembuh, terbuka kembali. "Mommy bekerja keras untuk semua yang kami miliki. Aku tidak akan rela jika wanita itu menikmatinya... tidak akan."
Reyhan menarik Sabrina ke dalam pelukannya, merasakan tubuhnya yang gemetar di bawah genggamannya. "Tenang, Sabrina. Aku mengerti. Semua akan baik-baik saja. Aku ada di sini. Kau tidak perlu takut lagi."
"Maaf... maaf, Reyhan..." isaknya, berkali-kali.
Reyhan mengecup lembut keningnya, memberikan ketenangan yang hanya ia bisa berikan. "Tidak apa-apa, sayang. Semuanya sudah jelas sekarang. Aku hanya ingin satu hal, hubungan ini... tidak ada lagi rahasia. Mulai hari ini, aku akan melindungimu, apa pun yang terjadi."
la mempererat pelukannya, memberi jaminan bahwa tidak ada yang perlu Sabrina takutkan lagi. Dalam diam, Reyhan tahu, meski awalnya bukan cinta, ia bersedia melanjutkan hubungan ini, terlebih Sabrina pelan pelan telah masuk dalam hatinya.
Sabrina mengangguk dan semakin masuk dalam dekapan Reyhan.
"Malam ini kita menginap disini ya" pinta Reyhan menarik dagu Sabrina untuk menatap ke arahnya, Sabrina mengangguk sebagai jawaban.
Malam itu, suasana kamar hotel terasa hangat meski di luar sana hujan turun dengan deras. Reyhan dengan lembut melepas pakaian Sabrina, hanya menyisakan pakaian dalam yang tipis, dan ia pun melakukan hal yang sama pada dirinya. Segala kegugupan dan ketakutan seakan terlepas bersama setiap helai pakaian yang terjatuh ke lantai.
Mereka berdua, hanya terbungkus oleh selimut tebal, mencari kehangatan dalam dekapan satu sama lain. Reyhan berbisik lembut, “Tidurlah,” suaranya rendah namun penuh kasih. Sabrina mengangguk, tatapannya yang dalam menelusuri setiap detail wajah Reyhan. Tidak ada jejak kemarahan, hanya pengertian dan kedamaian yang terpancar dari kedua matanya, hal itu membuat hati Sabrina terasa lebih ringan.
Dengan gerakan yang ragu, Sabrina mengangkat kepalanya, mendekatkan wajahnya pada wajah Reyhan. Bibir mereka bertemu dalam sebuah kecupan lembut. Kecupan itu lambat laun mencairkan segala ketegangan yang ada, menggantinya dengan rasa tenang dan terlindungi.
Reyhan tersenyum merasa Sabrina saat ini mulai bertindak lebih berani dan tidak kaku.