Satu demi satu kematian terjadi di sekolah.
Jika di waktu biasa, orang tua mereka akan langsung menuntut balas. Tapi bahkan sebelum mereka cukup berduka, perusahaan mereka telah hancur. Seluruh keluarga dipenjara.
Mantan anak yang di bully mengatakan, "Jelas ini adalah karma yang Tuhan berikan, atas perbuatan jahat yang mereka lakukan."
Siswa lainnya yang juga pelaku pembully ketakutan, khawatir mereka menjadi yang selanjutnya. Untuk pertama kalinya selama seratus tahun, sekolah elit Nusantara, terjadi keributan.
Ketua Dewan Kedisiplinan sekaligus putra pemilik yayasan, Evan Theon Rodiargo, diam-diam menyelidiki masalah ini.
Semua kebetulan mengarahkan pada siswi baru di sekolah mereka. Tapi, sebelum Evan menemukan bukti. Seseorang lebih dulu mengambil tindakan.
PERINGATAN MENGANDUNG ADEGAN KEKERASAN!!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cerryblosoom, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 5 MENCARI PEKERJAAN
Aria mengangkat kepala dengan kaku. Tidak mungkin Dia ketahuan secepat ini kan.
"Aria kan," kata pria itu lagi.
Melihat wajah yang familiar, "Anda, guru di kereta, ah maksudku...." Aria menjadi bingung, bukannya Dia lupa, tapi Dia tidak begitu memperhatikan saat guru di depannya memperkenalkan diri.
June tersenyum maklum, "Kamu pasti lupa nama saya ya. June, guru magang di NUSANTARA HIGH SCHOOL. Saya tak menyangka akan bertemu kamu lagi. Dan itu di tempat saya bekerja. Apa kamu sengaja tidak memberi tahu bahwa kamu akan menjadi salah satu muridku," goda June di akhir kalimat.
June jelas sudah menebak bahwa Aria adalah murid baru yang tengah dibicarakan. Aria tidak mungkin murid lama. Pertama, karena saat di kereta, Aria terlihat asing saat dia menyebutkan di nama sekolah ini. Kedua, saat dia menyebutkan profesinya sebagai guru, Aria masih tidak menurunkan kewaspadaannya. June menyadari, Aria masih mencurigai dirinya. Tapi itu hal yang wajar, bagi seorang gadis kecil, yang tiba-tiba didekati orang asing.
"Tidak," Aria menggeleng. Dia sendiri tidak menyangka akan pergi ke ibukota. Apalagi bersekolah disini.
Ngomong-ngomong Aria pernah berfikir akan bertemu guru magang di kereta lagi. Tapi Dia tidak menyangka akan secepat ini. Dan itu masih di hari pertama Dia masuk sekolah.
"Hahaha, kamu masih tidak banyak bicara, sama seperti saat di kereta."
Aria tidak banyak berekspresi, diam-diam di menutup buku di tangannya.
"Kenapa kamu tiba-tiba sekolah disini. Saat pertengahan semester pula. Apa ada masalah?"
"Tidak," jawab Aria tanpa banyak berpikir.
"Em, baiklah. Tapi jika kamu butuh bantuan katakan pada guru. Kita dari kota yang sama kan. Tak ada salahnya untuk saling membantu. Jika nanti guru butuh bantuan, bolehkan guru minta bantuanmu," kata June membujuk. Dia tahu Aria menyembunyikan sesuatu.
June baik secara tulus, mungkin karena Aria terlihat polos dan mudah ditipu, atau karena Dia berasal dari kota yang sama dengannya. Sebagai seorang guru Dia sangat berempati pada anak didiknya. June jadi ingin memberi perhatian lebih.
"Ya, guru," jawab Aria patuh.
"Baiklah, kalau begitu kamu lanjutkan, guru akan pergi dulu. Ingat, jika butuh apa-apa katakan, jangan sungkan."
Aria mengangguk kecil, memperhatikan kepergian gurunya. Setelah memperhatikan sekitar dengan seksama. Dia lantas kembali membuka buku di tangannya. Lalu mengambil foto kedua kakaknya. Setelah sedikit merapikannya. Dia mengembalikan buku ke tempat semula.
Satu hal yang sangat menguntungkan Aria dalam tindakannya ini. CCTV perpustakaan sedang diperbaiki. Tuhan sepertinya pun merasa kasihan padanya.
...----------------...
Jam pulang sekolah.
"Kamu akan langsung pulang?" tanya Keira.
Aria menghentikan sejenak aktivitasnya, lalu menolehkan kepala, "Tidak. Aku akan pergi mencari pekerjaan."
"Pekerjaan? Kenapa kamu mencari pekerjaan," ucap Keira tidak bisa mengerti. Menurutnya mereka masih siswa SMA. Belum dewasa untuk bisa bekerja. Seharusnya tugas orang tualah yang membiayai pendidikan anaknya. Tapi melihat Aria yang harus bekerja, sebuah tebakan muncul dihatinya.
"Mendapat uang," jawab Aria dengan logis. Dia memang bekerja untuk mendapatkan uang. Sedangkan untuk pengalaman, itu sama sekali tidak penting baginya.
Keira memiringkan kepala, "Apa kamu kekurangan uang?"
Aria mengangguk, membenarkan, saat kembali Aria memang tidak membawa banyak uang. Untuk perjalanan ke ibukota, biaya tempat tinggal dan makan. Uangnya telah berkurang banyak. Sedangkan jalan balas dendamnya masih panjang.
"Bagaimana jika aku meminjamimu uang saja. Kamu tidak perlu bekerja."
Aria tersenyum tipis, "Tidak. Sebetulnya aku sudah mendaftar beasiswa. Dan sekolah telah menyetujuinya. Itu sudah cukup untukku. Hanya saja aku ingin mencari pengalaman lebih." Katanya membuat alasan. "Lebih tepatnya penyamaran yang cocok," lanjutnya dalam hati.
"Em, lalu aku akan menemanimu mencari pekerjaan."
"Kamu yakin?" tanya Aria ragu-ragu.
"Ya, bagaimana jika kamu ditipu dan dipekerjakan oleh bos yang jahat. Tidak! Aku akan menemanimu dan bantu menilainya."
Aria menggeleng tidak berdaya, gadis di depannya lah yang lebih mudah ditipu. Tapi apa boleh buat, wajahnya memang selalu membuat orang salah paham.
"Baiklah."
Dengan senang hati Keira membereskan barang-barang di meja nya. Bahkan bergerak membantu Aria. Barang Aria memang cukup banyak. Ada seragam dan buku-buku baru. Untuk buku Aria akan meninggalkannya di loker sekolah nanti. Jadi Dia tidak akan repot membawa banyak barang saat mencari pekerjaan.
Sepuluh menit kemudian.
Keduanya sampai di sebuah toko minimarket. Jaraknya tidak jauh dari sekolah ataupun kosan Aria. Aria telah memperhatikan toko ini saat pertama datang kesini. Jadi toko ini yang pertama muncul di otaknya. Saat terpikir untuk mencari pekerjaan.
Aria menoleh pada Keira, "Ayo, masuk."
"Kamu tahu saja aku sedang haus," balas Keira tumpang tindih dengan apa yang diucapkan Aria.
"Selamat datang," sapa penjaga toko.
Aria mengangguk sebagai balasan, mulutnya akan terbuka untuk mengutarakan tujuannya, saat Keira menariknya menuju rak minuman.
"Aku ingin minum susu stroberi," kata Keira.
Mendengar itu, Aria hanya bisa menahan ucapannya. Biarlah teman sebangku nya itu memilih minuman dulu. Baru dia akan bicara pada penjaga toko saat membayar nanti.
Tidak lama kedua gadis itu mendapatkan minuman yang mereka inginkan.
Awalnya Aria tidak bermaksud membeli, tapi karena paksaan Keira, Dia pun mengambil satu minuman secara acak.
Di depan meja kasir.
"Sudah, ini saja, tidak ada yang mau ditambah lagi."
"Tidak itu saja cukup," jawab Keira.
"Kami ada promo beli 2 gratis satu untuk camilan sehat."
"Emm, boleh deh," balas Keira dengan mudah terbujuk.
"Totalnya, 35.000."
"Bisa pakai kartu kredit kan, kak," kata Keira sambil mengeluarkan kartu berwarna emas.
Penjaga toko memandang dengan raut muka malu, "Maaf mesin di toko sedang diperbaiki. Untuk saat ini hanya bisa menerima uang tunai."
"Eh," Keira seketika kebingungan. Dia tidak pernah membawa uang tunai selama ini.
Melihat wajah kesulitan Keira, Aria yang semenjak tadi diam, angkat bicara. "Biar aku saja. 35.000 kan, kak," ucapnya sambil menyerahkan tiga pecahan sepuluh dan selembar lima ribuan.
"Pas, ya. Ini notanya. Terima kasih."
Aria menerimanya dan memasukkannya ke dalam kantongnya. Tidak lupa dua minuman dan camilan yang sudah dibayar diambil.
Saat itu tiba-tiba Keira menarik Aria dan berbisik, "Maaf ya, aku yang harusnya membayar. Kamu kan sedang kesulitan."
"Hanya uang kecil, aku tidak semiskin itu. Jangan dipikirkan, anggap saja traktiran ku. Ini, katanya kamu haus," Aria menyodorkan kantong kresek.
Keira menerimanya dengan mata berkaca, baru kali ini seorang teman tidak menyalahkan nya, dan malah mentraktirnya. Biasanya saat nongkrong dengan teman-temannya, Dia adalah pihak yang akan membayar, karena keluarganya kaya.
Sebenarnya Keira tidak masalah, karena dia sama sekali tidak kekurangan uang. Tapi masalahnya jika Dia tiba-tiba tidak bisa membayar, mereka akan menyalahkan nya, memusuhinya, dan mengabaikannya. Sampai dia meminta maaf dan membelikan barang kesukaan mereka. Baru mereka akan mau bermain lagi dengannya.
Sedangkan Aria yang baru ditemuinya. Malah memperlakukannya dengan sangat baik, di tengah kesulitan ekonominya, Aria tidak memanfaatkannya.
Keira berjanji dalam hati, Dia akan memperlakukan Aria lebih baik lagi kedepannya. Mulai detik ini Aria adalah sahabat terbaik nya. Siapapun yang mengganggu Dia, itu berarti mengganggunya juga.
Jika Aria mendengar pikiran gadis di sebelahnya. Dia pasti akan mengatakan gadis ini sangat mudah dibeli.
Tapi saat ini Aria tidak terlalu memperhatikan ekspresi Keira. Dia tengah menatap penjaga toko.
Penjaga toko yang sadar akan tatapan Aria menjadi salah tingkah. "Tidak mungkin kan adik ini naksir aku," batinnya.
"Apa toko ini menerima pekerja paruh waktu?" tanya Aria langsung.