Desya yang terlahir dari keluarga sederhana ia dijodohkan oleh kedua orang tuanya dengan seorang lelaki yang dimana lelaki itu inti dari permasalahannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon veli2004, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keinginan
"Aku nggak sengaja" ucapku kepada Evan.
Dia memandangku dengan tatapan nya yang dingin, sementara tanganku masih di genggam olehnya.
"Rupanya kau nggak sopan yah" ucap Evan.
"Maaf".
Dia mengelus dahinya, beberapa helai rambutnya terjatuh sehingga menampakkan pesonanya.
Lagi-lagi wajah tampannya sama sekali aku tak bisa lupakan, otot-otot nya itu sangat kekar namun saat ia memakai baju otot itu tidak terlalu jelas.
Aku menarik bajunya, sambil menatap dalam wajahnya.
"Apa? " Tanya Evan dengan wajah penasaran.
"Aku ingin makan bakso" ucapku seraya menaruh wajah yang sangat sendu.
"Apa, kau gila jam segini minta makan bakso? " jawab Evan dengan suara yang lantang.
"Kamu kan bisa buatin aku Van" ucapku lagi dengan harapan yang sangat dalam.
"Wanita gila" ucapnya lalu menarik selimut untuk tidur.
Aku menatap punggung Evan, dia tidur dengan membelakangiku. Sementara rasa inginku yang sangat luar biasa ingin makan bakso namun Evan sama sekali tak menggubris keinginanku.
"Van" ucapku menggoyang tubuh Evan dengan pelan.
Namun ia sama sekali tak bergeming, tubuhnya masih tetap dengan posisi awal yang membelakangiku.
"Evan Adikara! " teriak ku kesal.
Dia bangkit lalu duduk, kini dia berhadapan denganku. Wajah itu lagi serta tatapan nya yang dingin seperti ingin mengadiliku.
"Aku ingin makan bakso" ucapku sambil menarik-narik baju Evan.
Seperti sangat frustasi ia memegang dahinya lalu memijat nya, seketika matanya tertuju pada jam yang berada di dinding kamar.
"Jam segini bangun hanya untuk membuat bakso? " tanya Evan lalu menatapku dengan tajam.
Seketika aku bergidik ngeri dengan tatapan itu walaupun, tatapan itu selalu saja ia tujukan kepadaku.
Tapi aku tak bisa menyerah sampai sini saja, aku terus bergelayut manja dihadapan Evan. Aku mencium pipinya lalu ku belai dengan tanganku berharap ia akan luluh.
"Aku ingin makan bakso" ucapku lagi dengan wajah yang memelas.
Ia bangkit dari tempat tidur lalu berjalan keluar kamar, sementara aku mengekor nya dibelakang sambil menarik baju belakangnya.
Dia menuju kedapur, mengambil daging segar didalam kulkas lalu meletakkannya diatas meja.
Evan mengambil bumbu-bumbu lalu meletakkannya didalam mangkuk, sambil terus aku diam dan memperhatikan gerak geriknya. Aku duduk didoang meja dapur lalu menenggelamkan kepala keatas kedua telapak tangan.
Ia kemudian mengambil daging yang sebelumnya telah dihiris-hiris lalu dimasukkan kedalam mangkuk yg berbeda dengan bumbunya. Ia kemudian mengambil spatula lalu mengaduknya pelan.
”Ternyata dia jago juga masak yah” Batinku dengan senyuman mengembang.
Tangan besar Evan terus mengaduk kuah baksonya seakan-akan sedang melakukan tarian tertentu dengan gerakan melingkungnya. Ia melirik pada ku hanya beberapa waktu lalu sebelum kembali fokus kepada baksonya lalu mengambil panci, meletakkannya kedalam kompor kemudian menuangkan adonan baksonya kedalamnya.
Aku terkekeh pelan melihat keseriusannya dalam membuat bakso.
Ia berbalik menatapku ketika mendengar tawa pelanku tersebut, wajahnya berubah kembali menjadi datar. Namun bibirnya sedikit naik di bagian ujungnya, membuat seolah-olah ia ingin tertawa.
"Sudah jadi? " tanyaku dengan wajah penasaran.
Sementara itu aku sudah tak sabar untuk menikmati bakso yang dibuat oleh Evan, wangi kuah nya mengelilingi dapur sampai menusuk hidungku yang seketika membuat perutku keroncongan.
"Belum" jawabnya.
Namun setelah beberapa menit akhirnya ia telah selesai membuat baksonya menjadi bulat-bulat lalu dimasukkan kedalam kuah bakso nya.
Aku yang melihatnya sudah sangat ngiler ingin sekali aku melahap nya walau masih sangat panas.
Evan mengambil mangkuk dan mengambil kuah serta bakso nya beberapa biji, lalu berjalan kearahku dengan tatapan dingin.
Aku menerima mangkuk itu perasaan senang itu muncul dalam diriku, aku meniup bakso itu sebelum masuk kedalam mulutnya begitupun dengan kuahnya yang sangat harum dan nikmat.
Terus menerus mengunyah bakso itu dengan pelan, walaupun masih sangat terasa panas didalam mulutku.
Aku kembali menerima bakso yang ia berikan lalu memakannya, aku harus mengakui kalau bakso nya rasanya enak sekali.
Sementara itu Evan juga tengah menghabiskan baksonya lalu membawa piringnya keatas wastafel. Ia kemudian membawa potongan-potongan bakso kedalam panci lalu dimasukkan kedalam freezer.
"Bagaimana rasanya? " Tanya Evan melirik ku beberapa saat.
Tak kujawab langsung, aku menghabiskan dulu bakso yang telah ku kunyah. Aku merasakan teksturnya yang lembut lalu mengulas senyuman.
"Enak" balasku lalu membawa piring ku kedalam wastafel juga, dan tak lupa untuk mencuci mulutku.
Ia mengawasi setiap pergerakan ku disana, tidak lama kemudian ia membawa segelas air putih lalu meletakkannya disampingku. Aku menerima nya tanpa banyak bertanya lalu mulai meminumnya perlahan.
Rasanya sangat enak ketika keinginan itu tercapai, apalagi Evan sendiri yang membuatkannya untukku.
Evan meraih pinggang ku dengan kedua tangannya dari arah belakang ku, bibirnya kemudian mengecup leherku lalu mengigit nya secara pelan seolah-olah sengaja memberiku belaian.
"Ini di dapur" ucapku dengan suara pelan karena takut bila kedua orang tuaku tiba-tiba saja terbangun.
Ia kembali melirik ku ketika mendengar ucapan ku yang lembut, tanpa basa-basi Evan lalu keluar dari dapur .
Aku menghela nafas ku dalam ketika merasakan kehangatan bibirnya hilang seolah-olah telah menghilang dari dunia. Aku membawa kedua tangan ku kedepan menutup muka ku dengsn kepala yg tertunduk.
Dengan gerakan terburu-buru aku berjalan menuju kamarku.
Mungkin saja Evan marah denganku karena aku tak menuruti keinginannya, dia sekarang tidur diatas ranjang dengan posisi tubuhnya yang membelakangiku.
Tanpa memikirkan perasaannya aku pun tidur disebelahnya dengan posisi yang sama yaitu membelakangi Evan.
Hembusan nafasnya masih bisa ku dengar dengan jelas, sepertinya ia sangat lelah setelah selesai membuat bakso untukku.
Namun, tak bisa aku pungkiri kalau bakso yang ia buat sangatlah enak sekali. Sampai-sampai aku mengelap bibirku dengan lidahku saat kuah bakso itu masih terasa di bibirku.
Dan juga perutku sudah tak lagi lapar, semuanya tuntas malam ini juga.
Keesokan harinya, aku terbangun namun dengan posisi yang sudah tak sama dengan sebelumnya. Tubuhku berada di dekapan Evan dengan kedua kakiku yang memeluk tubuhnya.
Rasanya sangat malu dan juga canggung, menatap kedua matanya yang masih terpejam dan wajahnya yang sangat tampan sekali.
Aku memeluk tubuh Evan dengan sangat erat, selesai itu aku pun bangkit dari tempat tidurku lalu bergegas menuju kamar mandi yang berada di bawah.
Mengambil kain, lalu mengelap wajahku yang sudah basah terkena air. Aku melihat wajahku dengan seksama.
"Wajahku seperti berubah" ucapku dalam kesendirian.
Namun aku tak peduli sama sekali, yang terpenting tubuhku sekarang sudah mendingan dan berdaging seperti dulu tak seperti waktu aku selalu disiksa oleh Evan sialan itu.