Aditiya Iskandar, seorang Menteri Pertahanan berusia 60 tahun, memiliki satu obsesi rahasia—game MMORPG di HP berjudul CLO. Selama enam bulan terakhir, ia mencuri waktu di sela-sela tugas kenegaraannya untuk bermain, bahkan sampai begadang demi event-item langka.
Namun, saat ia terbangun setelah membeli item di game, ia mendapati dirinya bukan lagi seorang pejabat tinggi, melainkan Nijar Nielson, seorang Bocil 13 tahun yang merupakan NPC pedagang toko kelontong di dunia game yang ia mainkan!
dalam tubuh boci
Bisakah Aditiya menemukan cara untuk kembali ke dunia nyata, atau harus menerima nasibnya sebagai penjual potion selamanya?!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rodiat_Df, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eh? Pesta? Pesta apaan?
Setelah Nijar keluar sehabis dari kamar mandi. Nijar pun seperti memberi kode kepada Lizna
"Kak. bukanya sudah waktunya membuka toko."
Lizna pun melihat nijar sambil melotot "oh iya aku akan segera membuka toko"
dia langsung pergi, akhirnya bisa melepaskan diri dari kecanggungan duduk bersama Viscount Darius.
Darius pun hanya tersenyum kecil dan bicara dalam hati. " Dia mengerti kalau aku harus berbicara secara empat mata"
Kini, hanya Nijar dan Darius yang duduk berhadapan di meja.
Darius yang bertanya basa-basi dari awal sampai ke pertanyaan yang sebenarnya ia datang ke sini.
Darius menatap bocah di depannya dengan penuh ketertarikan. “Nijar Nielson… Aku ingin tahu, bagaimana kau bisa menjawab semua soal ujian tanpa satu pun kesalahan?”
Nijar sudah menduga pertanyaan ini akan muncul. Dia menghela napas, mencoba menyusun jawaban yang tepat. “Tesnya tidak sulit. Aku hanya menjawab berdasarkan logika dan pengetahuan.”
Darius menyilangkan tangannya di meja. “Begitu? Tapi bagaimana dengan 20 soal terakhir? Itu bukan soal biasa.”
Nijar tetap tenang. Dalam hati, dia berpikir, "Jadi benar, 20 soal itu memang sesuatu yang spesial. Tapi… kenapa? Dan siapa yang membuatnya?"
Sebelum dia menjawab, Nijar bertanya lebih dulu, “Lord Darius, sebenarnya siapa yang membuat 20 soal terakhir itu?”
Darius tersenyum tipis dan menggeleng. “Itu bukan sesuatu yang bisa aku jawab.”
Nijar menatap Darius lekat-lekat. Jika seorang Viscount sekaliber Darius menolak menjawab, maka kemungkinan besar pembuat soal itu adalah seseorang dengan posisi lebih tinggi darinya—bahkan raja sendiri.
"Jadi… raja yang membuat soal-soal itu?." Nijar bicara dalam hatinya, mulai menyusun teori.
Darius lalu kembali menatapnya, "Dan kau... bagaimana kau bisa menjawabnya?"
Nijar berpikir sejenak sebelum menjawab, “Aku hanya menjawab berdasarkan analisis.”
“Analisis?” Darius mengangkat alis.
Nijar mengangguk. “Strategi perang memiliki pola. Jika memahami pola itu, maka jawabannya bisa ditebak.”
Darius tersenyum tipis, tetapi jelas dia tidak sepenuhnya percaya. "Kau hanya bocah 13 tahun, dan strategi yang ada di soal itu bahkan masih sulit bagi para ahli strategi kerajaan."
Nijar tetap tenang, tetapi dalam hatinya dia berpikir, "Tentu saja sulit bagi mereka… karena itu bukan strategi perang dari dunia ini, tapi dari duniaku dulu. Bahkan aku sangat terkejut ketika membaca soal terakhir.. NUKLIR. Aku menyimpulkan yang membuat soal-soal itu berasal dari duniaku."
Namun, dia tidak mungkin mengatakan itu.
Darius terdiam sejenak, lalu berkata, “Kau berbicara seperti bukan anak kecil biasa, Nijar.”
Nijar hanya tersenyum. "Aku hanya seorang pedagang toko kelontong, Lord Darius."
Darius mengamati bocah itu dengan penuh perhatian. Anak ini… terlalu pintar untuk seorang bocah biasa.
Lalu, Darius berdiri dan merapikan jubahnya. "Baiklah, percakapan ini menyenangkan. Aku akan pergi sekarang."
Nijar juga berdiri dan memberi sedikit hormat. "Senang bisa berbicara dengan Anda, Lord Darius."
Darius berjalan menuju pintu, tetapi sebelum keluar, dia menoleh ke Nijar dan berbicara dalam hati,
"Anak ini… dia bukan sekadar jenius. Dia sesuatu yang lebih dari itu."
Sementara itu, Nijar hanya tersenyum kecil, mengetahui bahwa pertemuan ini hanyalah awal dari sesuatu yang lebih besar.
Setelah Darius dan para pengawalnya pergi, suasana di depan toko bukannya mereda, malah semakin ramai. Para pedagang dan penduduk yang berkumpul sejak pagi mulai berteriak penuh semangat.
"Woy! Itu tadi Viscount Darius, kan?! Dia beneran datang cuma buat ngobrol sama bocah ini?!" seru seorang pria bertubuh besar, pedagang daging langganan Lizna.
"Nggak nyangka anak ini sehebat itu! Bayangin, nilai sempurna! Gila!" sahut pedagang buah di sampingnya.
Seorang ibu-ibu langsung maju dan menjewer pipi Nijar dengan semangat.
"Aduh! Aduh! Tante, sakit!" Nijar meringis.
"Hahaha! Bocah jenius ternyata masih bocah! Tapi kami semua bangga padamu, Nak! Kamu sudah membuat pasar kita terkenal!"
Beberapa pedagang lain langsung menyerbu, mengacak-acak rambut Nijar atau menepuk bahunya.
"Sekarang semua orang pasti tahu kalau pasar ini punya bocah jenius! Nggak ada lagi yang berani remehin kita!"
"Setuju! Kita harus rayakan ini! Nggak bisa nggak! Malam ini, kita pesta di bar kota!"
Kerumunan langsung bersorak.
"Pestaaaaa!!!"
Lizna yang baru saja keluar dari toko langsung pucat.
"Eh? Pesta? Pesta apaan?" tanyanya panik.
Seorang pria paruh baya, pemilik toko roti, langsung menepuk punggung Lizna keras-keras.
"Tentu saja pesta buat adikmu, si bocah jenius! Kami semua akan traktir dia!"
Lizna nyaris jatuh terdorong tepukan itu.
"Eh? EHH?! Traktir? Seriusan?!"
"Tentu saja! Kami semua bangga! Kamu harus datang juga, Lizna! Malam ini di bar kota!"
Nijar melirik kakaknya yang masih terkejut, lalu dia menyeringai.
"Dengar tuh, Kak. Mereka mau traktir kita. Ini kesempatan langka. Kalau kita nggak datang, bisa-bisa mereka sakit hati."
Lizna melirik sekeliling. Semua orang menatapnya dengan penuh harapan.
"Uh… baiklah. Tapi jangan minum yang aneh-aneh, ya?"
Kerumunan langsung bersorak kegirangan.
"Nijar dan Lizna akan datang! Pestaaa!!!"
Sorakan semakin heboh, membuat pasar pagi itu lebih ramai dari biasanya. Nijar hanya bisa tersenyum puas.
"Hidup di dunia ini... mungkin nggak akan sesulit yang kupikirkan," gumamnya dalam hati.
---
Malam itu, bar kota dipenuhi dengan cahaya lampu dan tawa riang. Musik riuh mengalun, suara gelas bersulang terdengar di setiap sudut ruangan, dan meja-meja dipenuhi dengan makanan lezat. Semua orang bersorak merayakan bocah jenius dari pasar, Nijar Nielson.
Lizna dan Nijar duduk di tengah keramaian, berhadapan dengan tiga orang pedagang senior. Seorang pria berbadan besar yang dikenal sebagai Rugas, pemilik toko sayur, menyenggol Lizna sambil terkekeh.
"Oi, Lizna! Jujur saja, bagaimana cara kau mengajari anak ini sampai jadi jenius?" tanyanya sambil menuangkan bir ke gelasnya.
Lizna, yang dari tadi hanya tersenyum canggung, mengangkat kedua tangannya.
"Aduh… sebenarnya aku juga nggak tahu. Aku bahkan nggak pernah lihat dia belajar sungguh-sungguh," katanya, tertawa kecil.
Pedagang roti yang sudah mabuk, Pak Garen, tiba-tiba berdiri dan mengangkat gelasnya tinggi-tinggi.
"Dengar semuaaa! Malam ini kita berkumpul untuk bocah jenius kita! Ini tak boleh jadi malam biasa! Kita harus dengar langsung dari mulutnya! Niiijar, bocah jenius dari pasar! Naik ke atas meja dan kasih kami pidato!!!"
"WOAAAH!!! PIDATO! PIDATO! PIDATO!"
Semua orang ikut bersorak, membuat Nijar terkejut. Lizna langsung menahan kepalanya, merasa ini akan jadi sesuatu yang besar.
Nijar, yang awalnya malu-malu, akhirnya tersenyum dan naik ke atas meja. Dia berdiri dengan percaya diri, mengangkat satu tangannya seperti seorang pemimpin perang yang siap memimpin pasukannya.
Saat semua orang mulai diam, suara Nijar menggema di seluruh bar.
---
"Saudara-saudaraku! Pedagang pasar yang luar biasa!"
Sorakan kecil terdengar, tapi mereka memilih diam dan mendengarkan bocah jenius ini berbicara.
"Hari ini adalah hari yang luar biasa! Kita bukan hanya merayakan hasil ujianku, tapi kita merayakan sesuatu yang lebih besar... yaitu kerja keras, tekad, dan semangat kita sebagai rakyat kota ini!"
Beberapa pedagang saling menatap, tersentuh dengan kata-kata bocah itu.
"Banyak yang bertanya, bagaimana aku bisa mendapatkan nilai sempurna? Bagaimana seorang anak dari toko kelontong bisa mengalahkan putra-putri bangsawan? Jawabannya sederhana! Aku adalah bagian dari kalian! Aku tumbuh di pasar ini! Aku melihat bagaimana setiap pagi kalian bekerja keras! Aku melihat bagaimana kalian menghadapi kesulitan, berdiri tegak, dan tidak menyerah!"
"Kita mungkin hanya pedagang, tapi jangan pernah anggap remeh diri kita sendiri! Kita adalah denyut nadi kota ini! Tanpa kita, siapa yang akan memberi makan para bangsawan? Siapa yang akan menjaga roda ekonomi tetap berjalan? Kita adalah pilar masyarakat! KITA ADALAH KEKUATAN YANG SEBENARNYA!!!"
Sorakan mulai pecah, beberapa orang memukul meja dengan semangat.
"Hari ini, aku bukan hanya merayakan pencapaianku! Aku merayakan keberadaan kita semua! Jika aku bisa meraih nilai sempurna, maka ini juga kemenangan kalian! Kemenangan semua orang di pasar ini!"
Seorang pemilik toko ikan tiba-tiba berdiri dan mengangkat gelasnya.
"HIDUP PASAR KEMIREN!!!"
"HIDUUUP!!!"
Semua orang ikut bersorak. Beberapa orang bahkan mulai menaiki kursi dan meja, memukul-mukul gelas mereka dengan sendok.
Nijar mengangkat tangannya lagi, lalu menutup pidatonya dengan suara yang penuh semangat.
"Malam ini, kita rayakan kemenangan kita! Minumlah, makanlah, dan besok… bangunlah lebih awal untuk tetap bekerja keras! Karena itulah yang membedakan kita dari yang lain! KITA ADALAH PASAR KEMIREN!!!"
"PASAR KEMIREN!!!"
Sorakan semakin membahana. Beberapa pedagang meneteskan air mata, merasa dihargai dan dihormati. Lizna, yang awalnya malu-malu, akhirnya ikut tersenyum bangga melihat adiknya.
Pesta pun semakin meriah, lebih dari sebelumnya. Nijar, si bocah jenius dari pasar, telah memenangkan hati semua orang.