Menjalani rumah tangga bahagia adalah mimpi semua pasangan suami istri. Lantas, bagaimana jika ibu mertua dan ipar ikut campur mengatur semuanya? Mampukah Camila dan Arman menghadapi semua tekanan? Atau justru memilih pergi dan membiarkan semua orang mengecam mereka anak dan menantu durhaka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tie tik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Meninggal
Detik demi detik telah berlalu begitu saja. Rona jingga mulai terbentang di cakrawala. Menemani sang Surya kembali ke peraduan. Merenung. Ya, itulah yang dilakukan Arman dan Camila sepanjang hari setelah kejadian di rumah orangtua Riza. Mereka masih menerka apa kiranya hubungan di antara rekan guru Arman yang bernama Meli dan Riza.
"Mas, udah ada kabar belum dari orang tuanya Riza?" tanya Camila saat menghampiri Arman di teras rumah dengan membawa dua cangkir cokelat hangat.
"Belum. Tapi aku tiba-tiba khawatir dengan keadaan anak itu. Aku takut dia depresi," jawab Arman tanpa menatap Camila. "Aku masih penasaran, kenapa bu Meli sangat dekat dengan Riza. Sepertinya besok aku harus bicara langsung dengan dia," lanjut Arman.
Camila tak menanggapi apapun lagi. Dia sendiri masih bingung mencerna semua kejadian yang sudah terjadi. Sepasang suami istri itu menghabiskan waktu di sana dengan membahas masalah lain. Tak lama setelah itu, mereka masuk ke dalam rumah karena adzan magrib sudah berkumandang.
Kewajiban tiga rakaat telah ditunaikan. Arman dan Camila naik ke atas tempat tidur sambil berkutat dengan ponsel masing-masing. Tak ada pembahasan apapun di sana hingga suara notifikasi pesan terdengar dari ponsel Arman. "Astaghfirullah. Innalilahi," gumam Arman.
"Ada apa, Mas?" Camila terkesiap mendengar ucapan Arman. "Siapa yang meninggal?" Camila mengubah posisi duduk menghadap Arman.
"Riza. Dia over dosis," ujar Arman seraya menyerahkan ponselnya kepada Camila.
Kabar duka yang dikirim keluarga Riza, berhasil membuat Arman dan Camila shock. Mereka menangis karena merasa kehilangan dan tidak pernah menyangka jika Riza akan mengakhiri hidup. Seketika Arman dilanda rasa bersalah yang cukup besar.
"Tidak. Ini bukan salahmu, Mas. Riza mengakhiri hidupnya dengan menelan nark0b4. Berarti selama ini dia itu pemakai. Kita ke sana besok pagi saja ya. Kita tenangkan diri dulu," tutur Camila saat menenangkan Arman.
Malam itu mereka berdua tidak bisa tidur nyenyak seperti biasanya. Mereka masih terbayang-bayang wajah Riza dan kejadian yang sempat menimpa. Sekuat apapun mereka memupus rasa bersalah, tetap saja perasaan itu menghantui selama semalam suntuk.
****
Tepat pukul tujuh pagi, Arman dan Camila sampai di kediaman orang tua Riza. Suasana di sana masih sepi. Kedatangan mereka disambut oleh kedua orangtua Riza. Mereka dipersilahkan duduk di ruang tamu.
"Maaf, Pak, kalau boleh tahu, bagaimana kronologinya?" tanya Arman kepada ayahanda Riza.
"Kami juga tidak tahu bagaimana awalnya Riza melakukan hal ini. Kami menemukan dia tergeletak di kamarnya saat adzan ashar. Mulutnya penuh busa dan kami—" Ayahanda Riza tidak sanggup melanjutkan cerita tentang keadaan terakhir putrinya.
Arman tak kuasa menahan air mata ketika melihat kesedihan yang terpancar dari sorot mata kedua orangtua Riza. Dia pun meminta maaf atas kejadian yang sempat terjadi. Tak lama setelah itu, akhirnya orangtua Riza menceritakan jika putrinya bunuh diri dengan cara mengonsumsi pil dengan jumlah lebih dari sepuluh butir. Tak hanya itu saja, menurut hasil pemeriksaan, Riza ternyata sudah lama mengonsumsi narkoboy. Bahkan, orang tuanya sendiri sampai shock atas hasil pemeriksaan ini.
"Kami merasa gagal menjadi orang tua karena kami tidak tahu jika putri kami sudah berbuat terlalu jauh," ucap ibunda Riza dengan suara bergetar. "Oh ya, Pak Arman. Sebenarnya bu Meli itu guru apa di sekolah?" tanya Ibunda Riza.
"Bu Meli itu guru BK. Saya beberapa kali melihat kedekatan Riza dan bu Meli saat di sekolah. Mereka sering makan bersama di kantin, Bu. Memangnya ada apa dengan bu Meli? Maaf saya belum sempat bertemu dengan beliau," jelas Arman tanpa mengalihkan pandangan dari wajah ibunda Riza.
Wanita paruh baya itu beranjak dari tempatnya. Lantas, dia berjalan masuk ke dalam dan tak lama setelah itu kembali ke ruang tamu. "Ini ponselnya Riza dan ini ada tulisan tangan Riza. Kami menemukan kertas ini di dekat tubuh Riza. Coba pak Arman baca dulu," ucap ibunda Riza saat menyerahkan kedua benda tersebut kepada Arman.
Semua ini gara-gara bu Meli. Saran bu Meli menyesatkan. Bukan aku yang brengsek. Dia itu penjahat bukan guru. Aku menyesal kenapa dulu aku curhat kepada dia jika aku menyukai pak Arman. Dia itu banyak memanfaatkan murid-muridnya. Aku jadi seperti ini juga karena dia.
Arman mengernyitkan kening setelah membaca tulisan Riza. Dia semakin bingung apa kiranya yang terjadi di antara Riza dan rekan gurunya itu. Apalagi, setelah membaca semua pesan dari Meli di ponsel Riza.
"Apa perlu kita ke rumah bu Meli sekarang, Mas?" tanya Camila yang sejak tadi hanya diam menyimak pembicaraan.
"Aku akan menemuinya besok di sekolah. Aku mau konsultasi dulu dengan kepala sekolah," jawab Arman setelah meletakkan ponsel Riza. "Maaf, apa boleh surat dan ponsel ini saya bawa, Bu? Saya ingin berdiskusi bersama kepala sekolah terkait kejadian yang menimpa Riza," tanya Arman kepada ibunda Riza.
"Maaf, Pak. Saya dan suami sepakat untuk tidak memperpanjang masalah ini. Kami takut keadaan semakin kacau jika masalah ini disampaikan kepada guru yang lain. Saya memberitahu pak Arman tentang surat yang ditulis Riza hanya untuk memberitahu agar Bapak berhati-hati dengan guru bernama Meli. Sepertinya dia ada dendam dengan pak Arman.Tolong rahasiakan hal ini ya, Pak," jelas Ibunda Riza dengan suara lirih.
Arman hanya bisa menyetujui permintaan itu meski rasa penasaran yang begitu besar hadir dalam pikiran. Setelah selesai membahas masalah di sana, Arman dan Camila pamit pulang karena setelah ini Arman harus ke sekolah untuk mengajar. Dia hanya izin telat masuk.
"Mas, aku kok takut ya dengan bu Meli. Apa kamu pernah ada masalah dengan dia?" Camila membuka pembicaraan saat mereka dalam perjalanan pulang.
"Tidak ada. Dulu sebelum aku menikah, bu Meli memang sering curhat dan minta tolong ke aku. Setelah aku nikah dia jadi berubah. Dia kayak sinis gitu sama aku," jelas Arman saat mengingat rekan gurunya itu.
"Apa dia suka sama kamu, Mas?" tebak Camila.
"Tidak mungkin. Dia itu sudah menikah lebih dulu daripada aku. Suaminya polisi," jelas Arman.
Camila tak melanjutkan pertanyaannya meski ada rasa penasaran yang begitu besar dalam pikiran. Sepanjang perjalanan mereka berdua terdiam dalam lamunan. Pikiran semakin tak karuan setelah mengetahui kenyataan jika Riza dalam kendali Meli. Hingga pada akhirnya mereka sampai di halaman rumah. Camila segera turun dari motor suaminya. "Aku ke sekolah dulu ya," pamit Arman.
"Jaga diri baik-baik ya, Mas. Jangan berurusan dengan bu Meli. Ingat kata orangtua Riza, jangan membahas masalah ini di sekolah." Camila mengingatkan suaminya itu sebelum berlalu dari hadapannya.
...🌹TBC🌹...
Pasti bu Aminah sama saudari2nya ghibahin Arman Camila karena ngontrak
Atau si Sinta ikut pak Pardi selamanya,,kan habis ketipu
Meli harusnya ngikut Riza pindah alam,,jahat banget
Buat semua pasutri memang g boleh menampung wanita/pria yg usia sudah baligh takutnya ada kejadian gila kyk gini..
Banyak modus lagi,,mending Riza di antar keluar dari rumah Arman
Sekarang Camila bisa lega karena bebas dari orang toxic
G ada hukumnya anak bungsu harus tinggal sama ortu kecuali ortu.nya sudah benar2 renta..