NovelToon NovelToon
Rahim Pengganti Untuk Kakakku

Rahim Pengganti Untuk Kakakku

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Pengantin Pengganti / Pengganti / Cinta Paksa / Romansa / Menikah Karena Anak
Popularitas:9.9k
Nilai: 5
Nama Author: kimmysan_

"Kamu mau kan, San? Tolong, berikan keturunan untuk Niklas. Kami butuh bantuanmu," pesan Elma padaku.

Meski Elma telah merenggut kebahagiaanku, tetapi aku selalu kembali untuk memenuhi keinginannya. Aku hanyalah alat. Aku dimanfaatkan dan hidup sebagai bayang-bayang Elma. Bahkan ketika ini tentang pria yang sangat dicintainya; pernikahan dan keturunan yang tidak akan pernah mereka miliki. Sebab Elma gagal, sebab Elma dibenci keluarga Niklas—sang suami.

Aku mungkin memenangkan perhatian keluarga Niklas, tetapi tidak dengan hati lelaki itu.

"Setelah anak itu lahir, mari kita bercerai," ujar Niklas di malam kematian Elma.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kimmysan_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Peringatan Untuk Bianca

Kabar kehamilanku akhirnya sampai juga ke telinga orang tua Niklas. Malam ini Ibu Julia dan Ayah Sandy datang ke rumah anak mereka, rumah Niklas untuk menemui aku.

"Ibu sangat senang, sangat bahagia untuk kalian," bisik Ibu Julia ketika memelukku dengan erat. "Tsania, Ibu tau kamu nggak akan mengecewakan kita semua."

Perkataannya seolah menekankan bahwa mereka hanya dibuat kecewa sepanjang perjalanan pernikahan Niklas dan Elma. Aku membalas ucapan Ibu Julia dengan seulas senyum tipis.

Ayah Sandy yang duduk di sofa seberang pun mengulas senyum. Ia tak mau ketinggalan untuk ikut bersuara. "Sudah sepantasnya kalian mendapatkan kabar gembira ini. Selamat ya, Tsania, Niklas."

"Terima kasih, Ayah." Bukan aku, tetapi Niklas yang langsung menjawab.

Ketika Ibu Julia pindah ke sisi suaminya, aku melirik Niklas yang duduk di sampingku. Kuamati bibirnya yang kemerahan, bibir yang menciumku beberapa jam lalu. Masih terasa seperti mimpi ia akan menyentuhku di luar kegiatan seksual kami.

Menyadari dirinya ditatap, Niklas menoleh. Aku buru-buru mengalihkan tatapan darinya. Dia merangkul pinggangku, mendadak saja, bahkan membuat aku sedikit terkejut. Lagi-lagi aku mendongak heran padanya.

"Kita percayakan saja semuanya pada Tuhan, saya dan Tsania sudah berusaha. Sudah seharusnya kami memiliki keturunan," kata Niklas.

"Benar itu." Ibu Julia menanggapi. "Ibu harap hubungan kalian segera membaik seiring adanya calon buah hati."

Segera membaik katanya? Mereka tidak tahu bagaimana Niklas memperlakukan aku. Meski Niklas berkata tak memiliki hubungan dengan Bianca, tetapi apa dia pikir aku akan sebodoh itu untuk langsung percaya?

Keputusan yang kami bahas tampaknya tak akan mau aku ubah. Kelak aku mau berpisah dengan Niklas.

Sekarang dengan seenaknya mereka mengungkit tentang keturunan. Tampak seperti sengaja dibahas hanya untuk menekankan bahwa aku hanyalah diinginkan untuk memberikan anak saja. Seperti Niklas hanya membutuhkan rahimku sebagai tempat benihnya.

"Tsania, apa kamu baik-baik saja? Pasti akan sedikit mengganggu kesehatan kamu, jadi kamu bisa cuti sekolah," kata Ayah Sandy. Barangkali dia menyadari wajahku yang mulai memucat?

"Aku baik-baik saja. Mungkin hanya perlu sedikit istirahat," jawabku.

"Kalau begitu kamu tidurlah, istirahat. Ayah dan Ibu nggak akan lama-lama karena setelah ini ada undangan makan malam," tukas Ibu Julia.

Niklas berdiri dari sofa. "Saya akan mengantar Tsania ke atas." Dia kemudian menjulurkan tangan.

"Gendong saja dia. Lihat wajah istrimu, pucat sekali." Ibu Julia membuat aku dan Niklas menoleh kompak padanya.

Oh, lagi-lagi digendong. Mereka ingin membuat seakan hubunganku dan Niklas sangat baik-baik saja. Padahal sekarang pun aku merasa sangat canggung.

Aku bergerak hendak berdiri. "Nggak usah, aku bisa sen—"

Kalimatku tertahan saat Niklas menunduk, meraih tubuh dan menggendongku seperti malam lalu di rumah Ayah Irfan. Aku terkesiap kaget, tetapi tak segan melingkarkan lengan pada bahunya. Diam-diam aku menatap Niklas lamat-lamat.

"Kami masuk dulu, Ayah, Ibu," ucap Niklas berpamitan.

Sesaat setelah mendapat anggukan dari kedua orang tuanya, Niklas berjalan melangkahkan kaki ke lantai dua menuju kamarku. Aku diam saja dalam gendongannya, begitu pula dia yang tak berkata apa pun. Aroma Niklas yang maskulin dan menyegarkan menusuk indra pembau.

Begitu tiba di kamar, Niklas menutup pintu dengan hati-hati. Pun meletakkan tubuhku dengan pelan ke atas kasur. Aku bergerak ringan mencari posisi enak.

"Terima kasih," ucapku sebelum berbaring memunggunginya.

Aku yakin dia tidak akan menanggapi, jadi aku diam saja. Tak ada suara apa pun, tetapi Niklas masih jelas-jelas ada di belakangku. Merasa terusik, aku berbalik menatapnya.

"Kenapa? Apa ada yang mau kamu katakan?" tanyaku.

"Ah, nggak ada." Dia tampak berpikir selama beberapa saat. "Aku ada di ruang kerja kalau kamu butuh sesuatu."

"Nggak perlu. Aku bisa sendiri. Lagi pula, ada Bu Hesti."

"Ya, aku tau kamu mandiri, Tsania. Bukankah kita sudah sepakat tadi? Kita akan menjalani kehidupan seperti suami istri selayaknya."

Ya ampun! Dia masih memikirkan hal itu? Aku mendengkus sebentar. Aku tahu Niklas hanya berpura-pura agar kedoknya tak terbongkar. Agar perbuatan memalukan dengan Bianca tak sampai ke telinga orang tuanya.

Sekarang aku tengah hamil dan andaikan Ibu Julia dan Ayah Sandy, juga ayahku mengetahui perbuatan Niklas dan Bianca, sudah pasti mereka akan murka. Ya, sikap Niklas berubah pasti karena hal itu. Untuk menghindar dari kemarahan orang tua kami.

"Aku nggak peduli bagaimana kamu memikirkannya, Niklas. Mau kamu bilang apa pun, aku nggak peduli. Jangan pikir hanya dengan sebuah ciuman, aku akan langsung percaya padamu," jelasku.

Niklas mendengkus. "Keras kepala," katanya yang terdengar seperti sebuah gumaman.

Tampaknya Niklas tak mau meladeni aku lagi. Dia memilih keluar dari kamar, meninggalkan aku yang duduk bersandar pada kepala ranjang. Ini baru sehari, bagaimana jika besok Bianca datang lagi? Aku harus menguatkan diri.

———oOo———

Dugaanku benar, Bianca datang pagi ini. Namun, Niklas sudah berpamitan pagi-pagi sekali. Entah memang ada urusan pagi atau sengaja menghindari Bianca, aku tidak tahu.

Aku menghadang Bianca di depan pintu rumah. Kali ini aku tidak akan membiarkan dia masuk. Sebelum aku berangkat ke sekolah, aku harus menghadapi wanita tak tahu malu ini lebih dulu. Tebal muka sekali! Seenaknya datang ke rumah orang lain, menemui lelaki yang sudah beristri.

Walaupun statusnya sebagai sekretaris, tetapi aku tidak yakin dia hanya datang membahas pekerjaan. Memangnya sepenting apa sampai harus membahasnya berjam-jam di rumah sang bos?

"Aku bilang Niklas sudah berangkat," ucapku untuk ke sekian kali.

"Tapi mobilnya ada di sini."

"Kamu pikir Niklas akan merasa cukup hanya dengan memiliki satu kendaraan?"

Pagi ini Niklas memang berangkat lebih awal. Sengaja tak berkendara sendiri, katanya melelahkan. Jadi, dia memanggil sopir pribadinya ke rumah.

Bianca menyipit curiga. "Dia nggak mengabari aku kalau ingin berangkat sendiri."

Ya, ampun! Perempuan ini benar-benar sangat tidak tahu malu. Sekarang zaman sudah semakin kacau, ya? Di mana seorang perempuan lajang tidak segan mendatangi lelaki berkeluarga. Tanpa peduli yang dihadapinya adalah istri si lelaki. Terang-terangan sekali memperlihatkan kebodohannya.

"Memang kenapa dia harus mengabari kamu? Kamu mungkin sekretarisnya, tapi kamu harus tau batasan, Bianca," ucapku.

Perempuan berlipstik merah itu melipat tangan di depan dada. Tampak tersinggung oleh ucapanku. "Apa ini? Katanya kamu nggak cemburu, nggak mau marah karena mengaku bukan istri Pak Niklas."

"Tadinya begitu, tapi kamu semakin keterlaluan. Aku hanya nggak suka Niklas mengkhianati mendiang kakaku."

"Mbak Elma kan sudah meninggal. Tau apa dia?"

Astaga, lancang sekali mulutnya. Aku berusaha menahan diri untuk tidak menampar Bianca. Tanganku terkepal di sisi tubuh.

"Sejak kapan kamu menjalin hubungan dengan Niklas? Apa kalian berpacaran di belakang Elma?" tanyaku berusaha tenang.

Bianca terkekeh sebentar. "Aku rasa itu bukan urusan kamu, Tsania. Kamu kan nggak peduli. Tanya saja pada Pak Niklas kalau ingin setahu itu. Saya pamit dulu."

Tubuh Bianca melenggang dari hadapanku. Selama sekian detik aku mengamati dia. Sebelum dia menjauh, aku menahan langkahnya lewat kata-kataku.

"Mulai hari ini kamu jangan datang lagi ke sini. Jangan masuk sembarangan ke rumah ini, apalagi sampai menerobos seenaknya ke ruangan Niklas. Terlebih bertamu sampai malam!" Suaraku terdengar cukup lantang.

Bianca memutar tubuhnya lagi. Menghadap aku yang sudah melangkah lebih dekat dengannya. "Apa urusanmu? Kamu bilang ...."

"Aku istrinya, Niklas. Rumah ini adalah rumah kami. Aku yang berhak atas siapa pun yang boleh dan nggak boleh masuk rumahku. Mengerti?"

Tanpa mendengar jawaban Bianca, aku berjalan mendahuluinya.

1
Rahayu Kusuma dewi
dingin " nanti cinta loh/Drool/
Bunga🌞
Luar biasa
Nur Zia Aini
munafik bngt klo mau pisah ya pisah ribet,, udh tau dya cuek gtu
Nur Zia Aini
hrs nya ayah Irfan cerita sm Niklas klk tsania trpaksa biar gk jd slh phm niklasnya tsania jg gk di bnci trus2an,, ngapain pke mnta ijin ke tsania ngomong sm Niklas,, udh tau tsania trsiksa oon bngt jd ayah jg walaupun bkn ayh kndung
kimmy-san: wkwk sabar, nanti jg ngomong😂
total 1 replies
Surinten wardana
Ceritanya bagus penulisan katanya juga semangat thor
kimmy-san: terima kasih🤗
total 1 replies
Surinten wardana
Semangat thor
GRL VJAESUKE
lanjutt
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!