Nadia, seorang siswi yang kerap menjadi korban bullying, diam-diam menyimpan perasaan kepada Ketua OSIS (Ketos) yang merupakan kakak kelasnya. Namun, apakah perasaan Nadia akan terbalas? Apakah Ketos, sebagai sosok pemimpin dan panutan, akan menerima cinta dari adik kelasnya?
Di tengah keraguan, Nadia memberanikan diri menyatakan cintanya di depan banyak siswa, menggunakan mikrofon sekolah. Keberaniannya itu mengejutkan semua orang, termasuk Ketos sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Banggultom Gultom, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
Malam itu, setelah Nadia masuk ke kamarnya, ibunya tetap duduk di ruang tamu, memandangi selembar foto lama yang ia temukan di dalam laci. Foto itu menunjukkan dirinya yang masih muda, berdiri di samping seorang pria berpakaian rapi dan berwajah serius, Arhan. Pria itu kini dikenal sebagai pengusaha sukses yang sangat berpengaruh, dan juga ayah dari Cici. Namun, rahasia besar tentang Cici dan asal-usulnya tetap tersembunyi, bahkan di antara orang-orang terdekat.
Sudah lama ibu Nadia tahu kenyataan yang tidak diketahui oleh siapa pun: Cici bukanlah putri kandung Arhan. Tiga belas tahun lalu, ibu Nadia bekerja sebagai sekretaris di perusahaan milik Arhan. Waktu itu, Arhan dan istrinya, yang sangat diinginkannya, berusaha memiliki anak, namun usaha mereka selalu gagal. Ketidakmampuan itu menjadi beban berat bagi Arhan, yang kebanggaannya terancam. Suatu malam, seorang gadis kecil ditemukan terdampar di pinggir jalan, kelaparan dan kedinginan. Arhan, yang saat itu tengah tertekan, memutuskan untuk membawa gadis itu pulang dan memberinya kehidupan baru.
Ibu Nadia, yang bekerja di rumah itu, tahu persis bahwa Cici bukan anak kandung Arhan. Namun, ia memilih untuk menyimpan rahasia itu rapat-rapat. Ia tahu jika kebenaran itu terungkap, maka semua yang telah dibangun Arhan, termasuk reputasi keluarganya, bisa hancur. Bahkan istrinya yang selama ini setia, mungkin tidak akan bisa menerima kenyataan itu. Ada kalanya ibu Nadia merasakan beratnya beban itu, seperti ada satu hal yang terus menekannya hingga sulit bernapas. Namun, ia memilih untuk tetap diam, demi menjaga keseimbangan yang rapuh di sekitarnya.
Sekarang, setiap kali melihat Cici dan pengaruhnya di sekolah, hati ibu Nadia diliputi rasa khawatir. Ia tahu bahwa di balik sikap sombong dan kekuasaan yang dimilikinya, Cici menyimpan kekosongan yang tak pernah bisa diisi. Ia sering memikirkan bagaimana Cici, yang seharusnya memiliki kebahagiaan sederhana dan cinta sejati, justru terjebak dalam dunia yang penuh dengan pujian palsu dan keinginan yang tak pernah terpenuhi. Di saat-saat tertentu, ibu Nadia merasa bahwa rahasia ini akhirnya akan terungkap dan ketika itu terjadi, dunia mereka semua tidak akan pernah sama.
Di sekolah, Cici merasa semakin berkuasa, mempermalukan Nadia di depan kelasnya. Dengan langkah percaya diri, ia mengambil sebuah cat ember, warna merah terang yang mencolok, lalu menuangkannya ke kepala Nadia. "Kembali lagi menjadi Miss dan gitar Indonesia," ejek Cici dengan senyum sinis yang menggoda. Siswa-siswa di kelas yang melihat kejadian itu terdiam, sebagian merasa ngeri, sebagian lain tertegun, tidak tahu harus berbuat apa.
Nadia yang sudah berani melawan, tanpa berpikir panjang, menyiramkan cat sisa itu ke wajah Cici. Suasana dalam sekejap berubah menjadi hening, seolah waktu berhenti sejenak. Cici terdiam, tatapan matanya seketika berubah dari kesombongan menjadi kekesalan yang sulit disembunyikan. "Kamu pikir aku akan diam dengan kegilaanmu, Ci? Tidak semudah itu untuk membuatku menderita, wanita gila," ujar Cici, suaranya bergetar meskipun bibirnya masih tersungging senyum sinis.
Nadia meninggalkan Cici dengan kedua sahabatnya, Imel dan Dina, yang heran melihat perubahan dalam diri Nadia. Mereka tahu bahwa sejak awal, Nadia adalah gadis yang pendiam dan cenderung menghindar dari konflik. Namun, kini ada api di dalam diri Nadia yang tak bisa dipadamkan, sebuah keberanian yang tumbuh seiring berjalannya waktu, seolah menjawab semua peristiwa yang telah membentuknya.
Kejadian itu membuat Cici marah, tetapi dia masih melakukan senyum sinisnya itu. Di balik tatapan tajamnya, ada kecemasan yang semakin tumbuh, seperti bayangan gelap yang semakin dekat. Ia tahu, selama ayahnya mendukungnya, tak ada yang bisa menghalangi jalannya. Namun, di balik senyum liciknya, ada rasa cemas yang kian tumbuh, seolah ada potongan puzzle yang hilang dalam hidupnya. Ia sering bertanya-tanya mengapa ia selalu merasa sepi, meskipun dikelilingi kemewahan dan perhatian.
Sementara itu, ibu Nadia berusaha untuk tetap kuat, mengetahui bahwa saat rahasia ini terungkap, kebenaran akan mengguncang segalanya. Setiap malam, saat menatap langit yang gelap, ia membayangkan hari di mana Cici akan tahu siapa dirinya yang sebenarnya. Hari itu, bukan hanya Cici yang akan jatuh, tetapi juga Arhan seorang pria yang sudah lama menjadi bagian penting dalam hidupnya. Dan saat itu tiba, Cici dan juga Arhan akan mengetahui bahwa ada luka yang timbul lebih dalam, jauh melampaui apa yang bisa dilihat oleh mata telanjang.
semangat