Aditya, seorang gamer top dalam Astaroth Online, mendadak terbangun sebagai Spectra—karakter prajurit bayangan yang ia mainkan selama ini. Terjebak dalam dunia game yang kini menjadi nyata, ia harus beradaptasi dengan kekuatan dan tantangan yang sebelumnya hanya ia kenal secara digital. Bersama pedang legendaris dan kemampuan magisnya, Aditya memulai petualangan berbahaya untuk mencari jawaban dan menemukan jalan pulang, sambil mengungkap misteri besar yang tersembunyi di balik dunia Astaroth Online.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LauraEll, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 31: Bayang-Bayang yang Mengguncang Tahta
Kabar tentang penyerangan Dale terhadap Elias mengguncang seluruh wilayah utara. Di Kastil Ardyn, Pangeran Alaric berdiri dengan tegas di depan peta besar kerajaan yang tergantung di dinding, wajahnya penuh dengan kekhawatiran. Di sampingnya, Putri Amara berdiri dengan tangan terlipat, sorot matanya tajam penuh kewaspadaan.
“Dale telah melampaui batas,” suara Alaric dalam, mengandung tekanan yang nyata. “Elias adalah simbol perdamaian. Menyerangnya tanpa alasan jelas hanya akan memicu perang besar. Kita tidak bisa tinggal diam.”
Amara mengangguk pelan, meskipun ada bayangan kekhawatiran di wajahnya. "Tapi langkah tergesa-gesa juga berbahaya. Jika Dale memang berencana merebut tahta, kita harus bersiap menghadapi kemungkinan terburuk tanpa memancing lebih banyak musuh."
Alaric menarik napas panjang, matanya terpaku pada peta. "Aku setuju. Kita tidak akan menyerang sekarang, tapi kita harus bersiap. Kirimkan pesan kepada para sekutu, kumpulkan prajurit, dan perkuat pertahanan kita. Jika kita bersatu, kita dapat menghentikan ambisinya."
Belum sempat Amara menjawab, seorang utusan masuk tergesa-gesa, menyerahkan surat dari Pangeran Rowan. Isinya mengungkapkan bahwa Rowan merasakan ancaman yang sama dan menawarkan dukungan, tetapi ia juga memperingatkan agar waspada terhadap Velindra yang semakin licik.
Alaric segera membalas surat itu. Dalam pesannya, ia meminta Rowan untuk bersiap bergabung dan menyerang Dale bersamaan sebelum kekuatan Dale semakin sulit dihentikan.
Di Kastil Elandor, Pangeran Cedric berdiri di depan jendela besar kastilnya, memandangi ladang hijau yang luas. Namun, pikirannya teralihkan oleh kabar buruk tentang penyerangan Elias. Hatinya dipenuhi kecemasan yang tak kunjung reda.
“Dale tidak sadar, tindakannya ini bisa menghancurkan segalanya,” gumamnya dengan suara rendah. “Tapi jika kita bertindak terburu-buru, kita hanya akan memperkeruh situasi.”
Cedric mengusap dagunya, matanya menyipit memikirkan ancaman lain. “Dan kakakku... dia pasti mengincar kesempatan ini untuk menjatuhkanku.”
Ia berbalik menuju meja yang penuh dengan catatan dan surat. Setelah berpikir sejenak, ia menulis surat kepada Pangeran Rowan. Dalam surat itu, Cedric memperingatkan Rowan agar tidak mengambil langkah gegabah. Dia juga menawarkan aliansi, meskipun Cedric sendiri masih diliputi keraguan.
“Sebenarnya, ini hanya memperbesar peluangku menjadi raja,” gumam Cedric, suara ambisi terselip di balik kegelisahannya. “Tapi jika aku gagal, Valtherion akan runtuh.”
Langit senja menyelimuti Istana Windhelm. Di ruang perpustakaan megahnya, Pangeran Rowan duduk bersama adiknya, Putri Seraphine. Surat dari Alaric dan Cedric terbuka di meja di hadapan mereka.
Rowan menyerahkan salah satu surat kepada Seraphine. “Lihat ini. Mereka ketakutan.”
Seraphine membaca surat itu dengan senyum kecil. "Sepertinya mereka khawatir dominasi Dale akan memusnahkan posisi mereka. Tidak mengherankan. Dale terlalu nekat."
“Haha, dia memang berani bertindak lebih dulu. Tapi kita tahu ini bukan hanya idenya sendiri.” Rowan menyipitkan mata, mencoba memikirkan Velindra yang licik. "Aku juga jadi teringat dengan sikap nya yang dulu, Dia adalah anak manis yang selalu bertindak sesuka nya, dan dulu aku merasa tidak bisa menjadikan nya sekutu. Tidak ku sangka sekarang dia malah menjadi boneka orang lain" Ujar pangeran Rowan.
Seraphine meletakkan surat itu dan mendekati meja tulis. “Jangan khawatir, Kak. Kita tidak harus memihak siapa pun sekarang. Aku akan mengatur semuanya.”
Rowan mengangkat alis, terhibur oleh keyakinan adiknya. "Lalu, apa yang kau rencanakan?"
“Langkah pertama, kita perkuat pengaruh di wilayah kita sendiri. Aku akan menghubungi para bangsawan untuk bersiap. Kalau waktunya tiba, kita pastikan kita yang paling diuntungkan dari kekacauan ini,” jawab Seraphine sambil menulis balasan kepada Cedric. Dua bersaudara itu sudah memiliki rencana nya sendiri dalam mengatasi situasi ini.
Sementara itu, Di sebuah ruangan remang, Velindra berdiri di depan cermin besar, yang memantulkan bayangan samar dari para anggota Eclipse Sanctum. Suasana terasa mencekam.
Cermin itu mulai berkilauan, dan suara bisikan lirih muncul dari dalamnya. "Lady Medeline, laporkan tugasmu."
Velindra menghela napas panjang, kemudian membuka topengnya. Wajahnya berubah menjadi Lady Medeline, sosok yang dikenal sebagai salah satu petinggi organisasi itu. Rambut hitamnya berubah merah terang, memantulkan aura yang lebih dingin dan berbahaya.
“Aku sudah melakukan bagian tugasku, tapi yang lain hanya berleha-leha!” Medeline mendecak kesal karena tidak semua anggota hadir di pertemuan itu.
Anggota lainnya tetap diam, tidak berani merespons.
Medeline melanjutkan, suaranya tajam. "Dale mulai ragu, dan itu bisa menjadi masalah. Jika ia berhenti mengikuti arahan ku, semua rencana ini akan runtuh."
Leo, seorang pria muda dengan sorot mata tajam, mengangkat tangan. "Jangan beri celah. Jika Dale mulai meragukan kita, kita harus segera bertindak lebih cepat."
Fiendord, menyahut dengan geram. "Jika dia lemah, mungkin kita harus langsung menyingkirkan Elias. Menunda-nunda hanya akan memperbesar risiko."
Gunther, yang berdiri di sudut ruangan, berbicara dengan nada berat. "Atau kita hancurkan semua pihak sekaligus. Elias, Alaric, Cedric, bahkan Rowan—singkirkan mereka semua."
Ciero, yang biasanya pendiam, berbicara pelan. “Itu bukan langkah terbaik. Yang harus kita hancurkan adalah kepercayaan rakyat pada Dale. Jika rakyatnya meninggalkannya, kita akan memegang kendali penuh.”
Medeline mengangguk, senyumnya dingin. "Baik. Kita akan menciptakan ketakutan di antara mereka, membuat mereka kehilangan rasa aman. Jika mereka semua mulai mencurigai satu sama lain, maka jalan kita menuju kekuasaan akan terbuka lebar."
Setelah semua orang pergi, Medeline kembali menatap bayangannya di cermin. Ia tahu bahwa Valtherion berada di ujung kehancuran, dan ia adalah arsitek utama kekacauan ini.
Keesokan Harinya.
Di tempat lain, Spectra dan kelompoknya bersiap melakukan perjalanan ke ibu kota. Mereka tahu bahwa kekacauan ini memiliki lebih banyak rahasia daripada yang terlihat. Jika mereka ingin menemukan kebenaran tentang Dale, mereka harus segera bertindak sebelum terlambat.
Ketegangan semakin memuncak. Di antara intrik, pengkhianatan, dan permainan kekuasaan, semua mata kini tertuju pada Dale. Apakah Dale mampu membuktikan dirinya, atau justru menjadi boneka dari organisasi yang telah lama mengincarnya?