NovelToon NovelToon
Cinta Di Antara Kaset Dan Surat Cinta

Cinta Di Antara Kaset Dan Surat Cinta

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama / Duniahiburan
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: mom alfi

Di era 90-an tanpa ponsel pintar dan media sosial, Rina, seorang siswi SMA, menjalani hari-harinya dengan biasa saja. Namun, hidupnya berubah ketika Danu, siswa baru yang cuek dengan Walkman kesayangannya, tiba-tiba hadir dan menarik perhatiannya dengan cara yang tak terduga.

Saat kaset favorit Rina yang lama hilang ditemukan Danu, ia mulai curiga ada sesuatu yang menghubungkan mereka. Apalagi, serangkaian surat cinta tanpa nama yang manis terus muncul di mejanya, menimbulkan tanda tanya besar. Apakah Danu pengirimnya atau hanya perasaannya yang berlebihan?

“Cinta di Antara Kaset dan Surat Cinta” adalah kisah romansa ringan yang membawa pembaca pada perjalanan cinta sederhana dan penuh nostalgia, mengingatkan pada indahnya masa-masa remaja saat pesan hati tersampaikan melalui kaset dan surat yang penuh makna.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mom alfi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17: Momen Canggung di Taman

Setelah pelajaran berakhir, Rina dan Sari berjalan menuju pintu gerbang sekolah seperti biasa. Namun, kali ini, ada sesuatu yang berbeda. Danu, yang biasanya pulang dengan teman-temannya, ternyata terlihat sedang menunggu di bawah pohon dekat gerbang sekolah. Rina merasa ada getaran aneh di dadanya, campuran antara kegembiraan dan kecemasan. Dia tahu, ini adalah kesempatan yang sudah lama ia tunggu—kesempatan untuk berbicara lebih dekat dengan Danu.

“Kenapa Danu nungguin kita, Rin?” tanya Sari sambil memiringkan kepalanya.

Rina tidak bisa menyembunyikan senyum gugupnya. “Aku juga nggak tahu, Sar. Mungkin cuma kebetulan aja kali ya.”

Mereka berdua berjalan mendekat, dan Rina merasa semakin gelisah. Saat mereka sampai di dekat Danu, Danu melambaikan tangan, tersenyum santai.

“Hai, Rina, Sari. Mau jalan-jalan nggak? Aku lagi pengen pergi ke taman,” kata Danu, seolah-olah itu adalah hal biasa yang ia lakukan setiap hari.

Rina merasa sedikit terkejut, tetapi ia cepat-cepat mengangguk. “Tentu, Dan. Aku ikut.”

Sari, yang sudah tahu tentang ketegangan yang terpendam antara Rina dan Danu, tersenyum lebar. “Aku nggak ikut deh, kalian aja yang pergi. Aku ada janji sama teman-teman.”

“Eh, Sar! Tunggu!” teriak Rina, tapi Sari sudah berlari pergi dengan senyum yang semakin lebar. Rina menghela napas dan melirik Danu, yang sudah berjalan menuju taman dengan langkah santai. “Ayo, Rin,” katanya.

Rina mengikuti langkah Danu dengan hati yang berdebar-debar. Taman yang mereka tuju tidak jauh dari sekolah, sebuah tempat yang biasa mereka kunjungi untuk menikmati waktu luang setelah jam sekolah. Danu dan Rina selalu merasa nyaman di sana, berbicara tentang berbagai hal tanpa terbebani dengan waktu. Tapi hari itu, suasananya terasa sedikit berbeda—mungkin karena mereka berdua tahu bahwa ada sesuatu yang lebih besar yang tidak terucapkan di antara mereka.

Sesampainya di taman, mereka duduk di bangku panjang yang menghadap ke kolam kecil. Danu memulai percakapan dengan ringan. “Aku senang bisa nongkrong di sini, Rin. Kadang kalau di sekolah, rasanya udah penuh banget, nggak ada waktu buat santai.”

Rina tersenyum, meski hatinya terasa berdebar lebih cepat dari biasanya. “Iya, aku juga suka banget di sini. Sejuk dan tenang.”

Beberapa detik berlalu dalam keheningan yang aneh. Rina menatap Danu, mencoba untuk mencari cara agar percakapan bisa lebih mengalir. Tiba-tiba, Danu berkata, “Kamu suka banget kan dengerin musik?”

Rina terkejut mendengar pertanyaan itu, karena sepertinya Danu benar-benar memperhatikan hal-hal kecil yang ia suka. “Iya, aku suka banget. Kamu tahu kan, aku nggak pernah bisa jauh dari Walkman aku.”

Danu tertawa pelan, seolah mengerti betul kegemaran Rina terhadap musik. “Aku juga sih, walau Walkman-ku udah agak usang. Tapi musik selalu punya cara buat bikin aku merasa lebih baik, kamu nggak ngerasain gitu juga?”

Rina mengangguk, merasa lega karena Danu mengajak berbicara hal-hal ringan. “Iya, musik tuh kayak teman. Kalau lagi galau, tinggal dengerin lagu yang tepat, langsung ngerasa lebih enakan.”

Percakapan mereka semakin mengalir, tetapi Rina mulai merasa sedikit canggung. Tidak ada kata-kata yang menyentuh perasaan mereka secara langsung. Mereka berbicara tentang lagu-lagu favorit, tentang kaset-kaset yang mereka dengar, tetapi ada hal yang seolah-olah mengambang di udara antara mereka—sesuatu yang tidak diungkapkan dengan jelas.

Tiba-tiba, saat mereka tertawa karena saling mengingatkan lagu-lagu jadul yang dulu sering mereka dengar, Rina tanpa sengaja tersandung batu kecil yang ada di jalan setapak taman itu. Tubuhnya terhuyung, dan sebelum dia sempat jatuh, Danu dengan sigap meraih lengan Rina dan menariknya ke dalam pelukannya agar tidak terjatuh.

“Eh, hati-hati, Rin!” Danu berteriak, masih memegang Rina yang hampir terjatuh.

Rina, yang terkejut dan sedikit malu, berdiri tegak dan langsung melepaskan diri dari pelukan Danu. Wajahnya memerah, dan ia tidak bisa menatap mata Danu. “Aduh, makasih, Dan. Aku… aku nggak sengaja.”

Danu juga terlihat sedikit canggung, meski ia mencoba menyembunyikannya dengan tertawa. “Nggak apa-apa, Rin. Untung aku cepat tanggap, kalau nggak, bisa-bisa kamu jatuh ke kolam.”

Rina hanya bisa tertawa kecil sambil merapikan rambutnya yang sedikit acak-acakan. “Makasih ya, Dan. Kalau nggak ada kamu, aku pasti udah terjun bebas ke air.”

Mereka berdua tertawa, tetapi Rina merasa semakin canggung. Sentuhan Danu barusan terasa begitu dekat, dan meski hanya sebentar, hatinya berdegup lebih cepat dari biasanya. Ia ingin sekali mengatakan sesuatu, tetapi kata-kata itu seakan terjebak di tenggorokannya.

Setelah beberapa saat, Danu kembali berbicara, kali ini dengan nada lebih ringan. “Kamu sering nggak sih, berjalan di taman sore-sore kayak gini?”

Rina merasa sedikit lega karena Danu mengubah topik pembicaraan. “Sering, sih, kalau lagi pengen nyari ketenangan. Kadang kalau terlalu banyak mikirin hal-hal rumit, aku suka ke sini buat clear mind.”

Danu mengangguk, terlihat seperti sedang merenung. “Aku juga, Rin. Kalau lagi mikirin sesuatu, aku suka duduk di sini dan menunggu semuanya jadi lebih jelas.”

Rina menoleh dan melihat Danu yang tampak termenung, lalu ia tersenyum sedikit. “Jadi, kamu sering banget ya mikirin hal-hal rumit?”

Danu tertawa pelan. “Iya, kadang-kadang. Apalagi kalau ada hal yang nggak bisa aku ucapin langsung.”

Rina terdiam sejenak. Sepertinya, Danu sedang berbicara tentang sesuatu yang lebih dari sekadar masalah biasa. Dan entah kenapa, Rina merasa seperti ia berada di ujung sebuah percakapan yang akan membuka banyak hal.

“Seperti apa, Dan?” tanya Rina dengan hati-hati, mencoba mencari tahu lebih dalam.

Danu memandang Rina dengan senyum yang agak canggung. “Ya, seperti hal-hal yang nggak mudah untuk diungkapkan, Rin. Kamu tahu, kadang kita punya perasaan yang nggak bisa kita ungkapkan dengan kata-kata.”

Rina merasa seperti ada sesuatu yang mulai mengambang di antara mereka. Ia ingin sekali mengetahui lebih lanjut, tetapi sesuatu menahan kata-katanya. Perasaan yang tidak terucapkan itu seperti sebuah benang halus yang menghubungkan mereka, dan Rina merasa semakin bingung.

Tetapi, sebelum Rina sempat mengatakan apa-apa, Danu bangkit berdiri dan mengulurkan tangannya. “Ayo, kita jalan lagi. Jangan cuma duduk di sini, nanti kita nggak selesai ngomongin lagu favorit kita.”

Rina mengangguk dan mengikuti langkah Danu. Walau hati Rina penuh dengan perasaan yang belum terungkapkan, dia merasa bahwa momen kecil itu di taman adalah salah satu yang akan selalu ia kenang—sebuah momen canggung namun penuh arti, yang mungkin, suatu saat nanti, akan membawa mereka lebih dekat satu sama lain.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!