Tuan Alaxander Almahendra adalah seorang CEO dan tuan tanah. Selain memiliki wajah yang tampan ia juga pintar dan cerdas dan nyaris sempurna. Namun, siapa sangka di balik kesempurnaan fisik dan kecerdasannya tuan Alex terkadang sangat kejam terkesan tidak berprikemanusiaan. Ia seperti tenggelam dalam lorong hitam yang menggerogoti jiwanya.
Nayla De Rain gadis canti dengan paras sempurna. Setelah mengalami kegagalan dengan Fandy ia memutuskan untuk menikah dengan Zainy lelaki yang tida di cintainya. Namun, sebuah peristiwa membuatnya tertangkap oleh anggota tuan Alex dan di bawa ke menara dengan seribu tangga memutar.
Nasib baik atau buruk yang menimpa gadis bernama Nayla iti malah mempertemukannya dengan tuan Alex. Entah tuan Alex dan anggotanya akan akan menyiksa Nayla seeprti yang lainnya atau malah menjadikannya tahanan abadi. Novel 'REMBULAN YANG TENGGELAM' adalah kisah cinta dan balas dendam. Para tokoh mempunyai karakter unik yang membuat mu jatuh cinta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dongoran Umridá, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Balas dendam
Hari-hari terus berjalan, Nayla kini terjebak di antara dua janji pernikahan. Hari pernikahannya dengan Zaini tinggal sehari lagi. Sementara janji pernikahannya dengan Fandy juga hanya menghitung hari. Hari ini Fandy begitu terkejut ketika dia mendapat undangan pernikahan Nayla dan Zaini. Ratih yang memberikan undangan itu. Sebenarnya Nayla dan keluarga tidak berniat memberikan Fandy undangan. Namun Ratih yang begitu geram dengan Fandy memberikan undangan secera diam-diam. Fandy beberapa kali mengucek matanya, namun nama yang tertara di undangan adalah Nayla dengan Zainy.
Di dalam mobilnya Fandy begitu resah dan ia langsung menghubungi Nayla untuk bertemu. Nayla sebenarnya ingin menolak bertemu dengan Zaini namun gadis itu khawatir kalau Zaini datang ke rumahnya. Dengan malas ia pun menemui Fandy.
"Aku dapat undangan pernikahan mu dengan Zaini apa ini hanya prank atau betulan?" Fandy bertanya dengan harapan Nayla hanya meberinya sebuat candaan. Namun Nayla tersenyum.
"Ya itu undangan pernikahan ku dengan Zaini, tapi sebernarnya kami tidak mengundang mu, siapa yang memberimu undangan?"
"Nayla bagaimana dengan ku? Bukankah kita menikah beberapa hari lagi? Semua persiapan pernikahan sudah hampir selesai. Bahkan aku hampir mengcetak undangan."
"Kenapa? Kamu kecewa? Kamu malu? Ya begitulah yang ku rasakan saat kau membatalkan pertunangan kita secara sepihak."
"Nayla! Aku mencintaimu, dari dulu rasa cinta ku tidak pernah berubah. Meski aku pernah menyakiti dan mengkhianatimu semua itu bukan kesengajaan aku punya alasan Nayla." Air mata jatuh di pipi Fandy untuk kali pertama ia menitikkan air mata di depan wanita pula. Rasanya ia sungguh tidak sanggup melepas Nayla untuk orang lain. Meski ia pernah menggores luka di hati gadis yang kini berdiri di depannya dengan sedikit angkuh.
"Fandy! Aku menerima mu hanya untuk balas dendam dan mempermalukan mu dan keluarga mu, agar kau tau apa yang ku rasakan."
"Nayla kamu sungguh-sungguh dengan ucapan mu?"
"Ya, tentu saja aku sungguh-sungguh. Bagaimana? Apa rasanya sakit? Apa jantung mu berhenti berdetak karenanya? Nikmatilah kejutan ku."
Nayla mengukir seulas senyum di bibirnya. Namun, jauh di dalam hatinya ia juga merasakan sakit dan ia juga tidak sanggup menahan air mata meski kini terukir senyum di wajahnya. Fandy tidak tau senyuman apa dan air mata apa yang kini di lihatnya di wajah gadis itu. Namun, bagaimana pun Fandy sungguh tidak sanggup melihat gadis di depannya menitikkan air mata. Dulu pun ketika ia membatalkan pertunangannya dengan Nayla hatinya terasa sakit. Namun, sebagai lelaki ia ingin terlihat tegar dan kuat. Namun, apalah daya ternyata hal itu tidak membuatnya tampak kuat, malah membuatnya terlihat seperti seorang bajingan.
"Nayla! Apa yang bisa ku lakukan agar kau tidak menikah dengan Zaini?"
"Tidak ada! Semenjak kamu membatalkan pertunangan dengan ku, aku sungguh tidak bisa menerima kamu lagi, meski aku menyambut kedatangan mu tapi aku tidak pernah sungguh-sungguh. Aku hanya ingin balas dendam."
"Nayla... aku mohon..."
"Tidak! Jangan memohon, ini keputusanku, jadi jangan ganggu aku lagi. Selamat tinggal!" Nayla berbalik hendak meninggalkan Fandy. Fandy hanya berdiri mematung. Ya, kali ini dia memang seungguh menangis, dalam waktu bersamaan tiba-tiba Andika datang. Lama sekali ia berusaha untuk bertemu dengan lelaki bernama Fandy ini. Semenjak Andika tau Fandy membatalkan pertunangannya denga Nayla secara sepihak lelaki yang masih duduk di SMA ini begitu geram dan berusaha untuk mendapatkan Fandy untuk memberinya pelajaran. Namun selalu gagal hari ini ia sengaja mengikuti Nayla dan menguping perbincangan antara keduanya.
Andika memukul Fandy tepat di mulut. Kemudian memukulnya lagi tepat di perut, bahkan dada dan beberapa pukulan yang membuat Fandy tumbang. Kemudian Andika menarik kerah baju Fandy memaksanya menatap wajahnya.
"Aku sungguh mencari mu semenjak kamu membatalkan pertunangan mu dengan kakak ku secara sepihak dan malah pacaran dengan teman kakak ku. Kau sungguh bajingan!"
"Aku tidak akan melawan, karna aku salah. Aku juga tidak akan merebut Nayla dengan paksa aku tulus padanya."
Gumam Fandy sambil mengerang kesakitan. Andika memberikan beberapa pukulan lagi hingga Fandy betul-betul babak belur. Kemudian Andika menarik tangan Nayla memaksanya pulang dan membiarkan Fandy tergelatak di tanah dengan mulut bedarah dan tubuh lemah babak belur. Nayla sungguh tidak berani berkutik. Ia juga tidak berani bicara apapun apalagi untuk berontak. Baru kali ini ia tidak beranai melawan adiknya karna Andika tidak pernah terlihat semarah dan se emosi ini.
"Untuk apa kakak menemui bajingan ini? Apa kakak sungguh bodoh pacaran sama bajingan ? Kakak seharusnya tidak pacaran, kakak kan perempuan berhijab pacaran itu di larang agama. Kakak ini memang sulit di atur."
Andika terlihat begitu marah. Wajahnya kini memerah bahkan Nayla tak sanggup menatapnya. Nayla hanya menunduk tidak berani melawan adiknya kali ini. Ya, Andika memang terlihat jentel lebih dewasa darinya di saat ini. Nayla hanya mengikuti Andika ketika adiknya itu menarik tangannya memasuki mobil. Sekilas ia menoleh ke arah Fandy yang tergeletak tak berdaya. Fandy yang lemah dan kesakitan hanya bisa menatap kepergian Nayla.
Nayla duduk di samping Andika dan perlahan mobil itu berjalan meninggalkan Fandy. Dari kaca spion Nayla melihat Fandy terduduk di tanah. Ada sedikit rasa bersalah dalam hatinya, meski ia balas dendam namun ia tidak mengharapkan Andika membuat Fandy sampai babak belur begini.
"Mulai hari ini jangan temui atau jangan hubungi dan jangan pernah sebut nama Fandy si bajingan itu lagi bahkan jangan sebut namanya dalam hati mu."
"Ya, aku sudah selesai membalaskan dendam ku, jadi lain kali jangan ikut campur urusan kakak lagi."
"Bagaimana tidak ikut campur kalau kakak terlihat diam tidak semangat? Gak mungkinkan aku biarkan."
"Ia aku tahu cara membalasnya. Lihat! Seharusnya kamu tidak perlu menghajarnya, aku sudah membalasnya dengan yang setimpal tanpa harus menyentuhnya."
"Aku marah."
"Ya, mulai sekarang jangan ikut campur, aku bisa mengatasi semua masalah ku. Kalo kamu ikut campur kakak bisa jadi gila tau gak?"
"Ya, maaf kak, aku emosi."
"Kamu itu mengatai kakak bodoh! Kamu lebih bodoh. Bagaiman jika Fandy melapor ke polisi dan kamu di penjara? Bisa gak sih kamu itu balas dendam tanpa harus membahayakan mu. Kok bodoh sih padahal sudah sekolah."
"Semoga aja tidak di laporin."
"Tuh sekarang kamu baru sadar, lain kali kalo mau membalas sesuatu itu yang cerdas dikit, jangan bodoh."
"Ia kak, tenang aja. Aku rela di penjara demi kakak."
"Kalo kamu sudah di penjara bagaimana kamu melindungi orang yang kamu cintai? Jaga dirimu agar bisa menjaga orang terdekat mu."
"Ia kak, sudahlah lain kali aku akan hati-hati."
Andika dan Nayla berdebat di dalam mobil. Namun hal itu tidak membuat Andika kehillangan konsentrasi dalam menyetir.
Perjalanan ke rumah cukup membuat Nayla lelah. Lelah hati dan fikirannya. Padahal besok ia harus menikah bukankah seharusnya hari ini ia istirahat?
Setibanya di rumah buk Dalifah melihat kedua anaknya keluar dari mobil. Buk Dalifah menghampir dengan tanda tanya di hatinya.
"Kalian dari mana?" Tanya buk Dalifah saat Andika dan Nayla keluar dari mobil.
"Nayla ada sedikit keperluan bu, minta Andika nganterin bu"
"Ia buk, kak Nayla ada sedikit keperluan jadi aku antar kakak bu."
Buk Dalifah senyum mendengar jawaban anaknya ia tidak tahu alasan yang sebenarnya.