Danisha Putri atau yang akrab di sapa Anis, tidak menyangka niatnya ingin menolong persalinan seorang wanita yang menderita keracunan kehamilan justru berujung menjadi sasaran balas dendam dari seorang pria yang merupakan suami dari wanita tersebut, di kala mengetahui istrinya meregang nyawa beberapa saat setelah mendapat tindakan operasi Caesar, yang di kerjakan Anis.
Tidak memiliki bukti yang cukup untuk membawa kasus yang menimpa mendiang istrinya ke jalur hukum, Arsenio Wiratama memilih jalannya sendiri untuk membalas dendam akan kematian istrinya terhadap Anis. menikahi gadis berprofesi sebagai dokter SP. OG tersebut adalah jalan yang diambil Arsenio untuk melampiaskan dendamnya. menurutnya, jika hukum negara tak Mampu menjerat Anis, maka dengan membuat kehidupan Anis layaknya di neraka adalah tujuan utama Arsenio menikahi Anis.
Mampukah Anis menjalani kehidupan rumah tangga bersama dengan Arsenio, yang notabenenya sangat membenci dirinya???.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon selvi serman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ternyata dia telah menikah.
Selama dalam perjalanan menuju rumah sakit, baik Ansenio maupun Anis hanya diam.l saja. sampai mobil yang di kendarai Jasen tiba barulah Anis tampak bersuara, mengucapkan terima kasih pada Ansenio karena telah mengantarkannya pagi itu.
Setelah mengantarkan Anis, Jasen lantas kembali melajukan mobilnya menuju perusahaan Wiratama Group.
"Selamat pagi, dok." Suster Mita yang tiba lebih dulu lantas menyapa Anis yang baru saja tiba di ruangan staf. seperti biasa sebelum melayani pasien di poli kandungan, Anis terlebih dahulu memeriksa pasien yang di opname, Kebanyakan pasien pasca mendapatkan tindakan operasi Caesar.
Kini Anis yang di temani oleh beberapa orang perawat dan salah satunya adalah suster Mita, mulai mendatangi kamar perawatan pasien satu persatu.
"Selamat pagi."
"Pagi dokter."
Untuk Pasien pertama, Anis mendatangi kamar perawatan pasien atas nama Nyonya Meri yang tak lain adalah kakak kandung dari Mike.
Mike yang sejak tadi telah menunggu kedatangannya terlihat begitu bersemangat ketika melihat kedatangan Anis, yang hendak memeriksa kondisi kakaknya.
Tetapi sayangnya senyuman di wajah Mike perlahan memudar ketika menyaksikan sebuah cincin yang melingkar di jari manis Anis. Untuk lebih memastikan, Mike kemudian menajamkan matanya dan benar saja setelah menajamkan penglihatannya ternyata ia tidak salah di jari manis Anis kini melingkar sebuah cincin berlian.
"Ternyata benar dia sudah menikah." lirih Mike dalam hati. "Jika di lihat dari cincin yang di nona Danisha putri sepertinya suaminya bukan orang sembarangan." semakin tak bersemangat rasanya Mike setelah mengetahui kebenaran itu.
Meskipun merasa telah jatuh hati pada sosok wanita cantik dihadapannya itu, namun Mike bukanlah tipikal pria yang suka merebut istri orang, sehingga mau tak mau ia harus berbesar hati menerima kenyataan jika wanita pujaan hatinya itu ternyata telah memiliki seorang Suami dan itu artinya ia harus mengubur dalam dalam harapannya untuk memiliki seorang wanita cantik bernama Danisha Putri.
"Sepertinya hatiku harus layu sebelum berkembang." batin Mike seraya menghela napas dalam dalam, seolah saat ini paru parunya membutuhkan pasokan oksigen lebih.
Selesai memeriksa kondisi pasien, Anis beserta beberapa orang perawat lantas pamit meninggalkan kamar perawatan tersebut hendak memeriksa kondisi pasien lainnya.
Waktu terus berjalan, setelah selesai memeriksa kondisi pasien satu persatu Anis kembali melaksanakan tugasnya di ruangan poli kandungan sampai kini waktu telah menunjukkan pukul tiga sore.
"Sepertinya hari ini cukup melelahkan." gumam Suster Mita seraya meregangkan otot-ototnya yang terasa tegang dan cukup lelah karena pasien hari ini Cukup banyak.
Anis hanya tersenyum saja mendengarnya. Wanita itu nampak bersiap meninggalkan rumah sakit karena jam kerjanya telah usai.
"Sus, saya duluan ya." sebelum meninggalkan ruangan itu Anis lantas pamit pada suster Mita.
"Ok dok, Hadijah." sahut suster Mita seraya memperagakan gerakan tangan membentuk huruf O di udara.
Sesuai dengan rencananya semalam, Anis berniat menuju ke suatu tempat. Karena pagi tadi ia diantarkan oleh Ansenio, maka sore ini ia terpaksa menggunakan taksi online.
Tak berselang lama setelah memesan taksi online, kini taksi pesanannya pun tiba di depan rumah sakit. Setelah mengatakan tujuannya pada sopir taksi online kini taksi online yang ditumpangi Anis kembali melaju ke alamat yang tidak telah diberikan oleh Anis.
Ketika di perjalanan Anis meminta pada sopir taksi online untuk mampir sejenak ke toko bunga, sebelum kemudian kembali melanjutkan perjalanan.
Empat puluh lima menit kemudian.
Setelah membayar ongkos taksi, Anis pun segera berjalan memasuki kawasan pemakaman umum, di mana kini Mendiang ananda telah beristirahat dengan tenang. Anis Terus mengayunkan langkah hingga ia menemukan sebuah pusara yang bertuliskan nama almarhumah Ananda.
Cukup lama Anis memandang ke arah pusara Ananda, sebelum kemudian ia memposisikan diri berjongkok di samping pusara Ananda.
"Selamat ulang tahun, Nona Ananda." ucap Anis seraya meletakkan buket bunga di atas pusara Ananda. "Semasa hidup kita memang tidak saling kenal selain sebagai dokter dan pasien, tapi saya yakin anda adalah wanita yang baik. Dan anda tahu betul jika saya tidak pernah berniat membunuh anda, saya hanya melakukan tugas saya sebagai seorang dokter saat itu, dan apa yang terjadi pada anda semua di luar batas kemampuan saya sebagai manusia biasa. Semua adalah takdir dari tuhan yang tidak dapat diubah oleh siapapun termasuk saya, Nona." ucap Anis di hadapan pusara Ananda, Tanpa sadar kini wajah cantik Anis telah dibasahi air mata. Anis bahkan menangis hingga sesenggukan.
Sampai beberapa saat kemudian, Anis dibuat tersentak ketika merasakan genggaman tangan seseorang pada lengannya. Sebuah genggaman yang cukup kuat hingga mampu membuatnya meringis.
"Agh....." ringis Anis seraya menoleh. "Tuan Ansenio." Anis sangat terkejut dengan keberadaan Ansenio.
"Apa yang kau lakukan di sini??." menyaksikan wajah datar Ansenio semakin membuat Anis bergidik ngeri dibuatnya.
"Maafkan saya, tuan !! Saya hanya datang untuk ziarah ke makam istri anda, saya sama sekali tidak bermaksud apa apa.". Ucapnya.
Anis mengusap wajahnya yang basah karena air mata dengan tangannya yang lepas.
Dengan wajah datar, Ansenio menoleh pada Jasen. "Bawa dia ke mobil !!." titahnya dan Jasen pun mengangguk patuh. "Baik tuan." jawab Jasen.
"Mari Nona, saya akan mengantarkan anda ke mobil." kata Jasen, dan Anis pun hanya bisa menurut begitu saja.
Dari balik kaca mobil, Anis bisa menyaksikan sosok Ansenio yang kini tengah berjongkok di samping pusara mendiang Ananda. Sesekali pria itu nampak mengusap wajahnya, dan Anis bisa menebak jika pria itu tengah menangis.
Perpisahan Ansenio dengan mendiang Ananda mengingatkan Anis pada sosok Armada. Jika Ansenio dan mendiang Ananda dipisahkan oleh kematian, berbeda dengan ia dan Armada yang terpaksa harus berpisah karena kehadiran pria angkuh bernama Ansenio Wiratama.
Namun begitu Anis masih bersyukur karena ia dan Armada tidak sampai dipisahkan oleh kematian dengan begitu ia masih bisa melihat sosok pria yang masih bertahta di hatinya itu. meski pertemuan mereka layaknya orang asing yang tidak pernah dekat sebelumnya, karena Anis selalu berusaha menjaga jarak dengan pria itu jika mereka tidak sengaja bertemu.
Beberapa saat kemudian, Anis terlihat memilin ujung bajunya untuk menutupi rasa ketakutannya ketika Ansenio kembali ke mobil.
"Jalan !!." mendapat perintah dari tuannya itu Jasen pun segera menghidupkan mesin mobil dan mulai melajukan mobil dengan kecepatan sedang, meninggalkan kawasan pemakaman umum tersebut.
Di dalam mobil suasana terasa hening, Ansenio terlihat diam saja dengan wajahnya yang kini berubah dingin.
"Tuan saya mengaku salah karena telah datang ke makam istri anda tanpa meminta izin terlebih dahulu pada anda. Untuk itu saya bersedia menerima konsekuensinya, silahkan jika anda ingin memberi hukuman pada saya!!." menurut Anis akan lebih baik ia mengaku salah dihadapan pria itu daripada ia mencoba membela diri, karena hal itu pasti akan membuat Ansenio semakin marah padanya.
Bukannya menjawab, Ansenio justru melirik Anis dengan lirikan tajam dan itu mampu membuat jantung Anis seperti mau lepas dari tempatnya.
"Ya tuhan, semoga hukuman dari tuan Ansenio tidak sampai membuat nyawa berpisah dari jasadku." dalam hati Anis dengan perasaan cemas.