Untuk mengisi waktu senggang diawal kuliah, Om Raka menawari Alfath untuk menjadi tutor anak salah satu temannya. Tanpa fikir panjang, Alfath langsung mengiyakan. Dia fikir anak yang akan dia ajar adalah anak kecil, tapi dugaannya salah. Yang menjadi muridnya, adalah siswi kelas 3 SMA.
Namanya Kimmy, gadis kelas 3 SMA yang lumayan badung. Selain malas belajar, dia juga bar-bar. Sudah berkali-kali ganti guru les karena tak kuat dengannya. Apakah hal yang sama juga akan terjadi pada Alfath?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
S2 ( Bab 27 )
Hana tak bisa tidur malam ini, fikirannya berkecamuk gegara Alfath mengajaknya bertemu berdua. Dia yakin, ada hal serius yang akan pria itu katakan padanya. Dan fikirannya, condong ke arah pembatalan pernikahan.
"Han."
Hana yang duduk di sofa ruang tengah, terjingkat saat tiba-tiba seseorang memanggilnya. "Mama," dia bernafas lega saat tahu yang memanggil adalah mamanya, bukan hantu.
"Udah malam, kenapa belum tidur?" Bu Fatimah menghampiri Hana lalu duduk di sebelahnya.
"Gak bisa tidur, Ma."
"Lagi mikirin apa?" Bu Fatimah meraih tangan Hana, membawa kepangkuan lalu menggenggamnya. "Mama perhatikan tadi, kamu kayak melamun. Kalau Mama boleh tahu, lagi mikirin apa?"
Sebenarnya Hana ragu untuk bercerita, tapi saat ini, dia sedang butuh masukan.
"Mas Al, ngajak Hana ketemu," ucap Hana sambil menatap mamanya.
"Terus, kenapa kamu kayak galau gini?" Rasanya tidak ada yang salah jika dua orang yang hendak menikah bertemu.
"Dia ngajak ketemuan berdua, Ma. Katanya ada yang mau diomongin, penting. Aku takut, Ma, takut dia mau membatalkan pernikahan."
"Astaghfirullah," Bu Fatimah mengusap dada. "Gak boleh suudzon dulu."
"Masalahnya, selama ini Mas Al gak pernah ngajakin ketemu hanya berdua, Ma," terlihat sekali kekhawatiran di wajah Hana.
Bu Fatimah membuang nafas berat lalu tersenyum. Dia faham betul kekhawatiran yang dirasakan Hana. Menjelang pernikahan, memang banyak sekali yang harus diurus dan difikirkan.
"Jangan buru-buru menarik kesimpulan. Siapa tahu, Al cuma ingin penjajakan, ngomong dari hati ke hati berdua sama kamu. Rumah tangga itu menyatukan dua kepala dan dua hati, menjadi satu visi dan misi. Mungkin saja, dia ingin lebih mengenal dekat agar setelah menikah nanti, tidak terlalu syok." Bu Fatimah tersenyum kala mengingat seperti apa dulu dirinya saat dipersunting suaminya melalui proses ta'aruf. Dia dan suami yang awalnya tak begitu tahu satu sama lain, langsung syok saat awal menikah. Bagaimana tidak, semua yang di depan terlihat indah, mendadak tahu keburukan dan kekurangan pasangan.
Hana sedikit merasa lega mendengar penuturan mamanya. Mungkin memang dia saja yang terlalu berlebihan memikirkan.
"Tidak masalah ketemuan berdua," Bu Fatimah kembali bicara. "Asal tidak berduaan di tempat yang sepi. Oh iya, memangnya kapan Alfath ngajak ketemuan?"
"Besok, Ma. Tapi karena besok Hana harus nganter Mama ke rumah sakit, jadi Hana ngajak lusa saja ketemunya."
"Pergi saja besok dengan Alfath. Mama bisa pergi ke rumah sakit dengan Mbak Dina. Lagian kondisi Mama juga sudah enakan, kayaknya gula darah dan kolesterol sudah normal." Beberapa saat yang lalu, dia sempat drop karena gula darah dan kolesterolnya tinggi.
"Mama yakin, gak papa pergi dengan Mbak Dina?" Dina adalah asisten rumah tangga di rumah mereka.
"Gak papa. Kamu hubungin Alfath, bilang kalau besok bisa ketemuan." Senyum seketika terlihat di wajah Hana. Dia mengambil ponsel yang ada di sebelahnya, namun benda itu langsung direbut mamanya.
"Gak sekarang, lihat!" Bu Fatimah menunjuk ke arah jam dinding sambil tersenyum. Hana terkekeh pelan saat tersadar jika sekarang sudah hampir jam 11 malam. Sepertinya dia terlalu bersemangat. "Besok pagi saja. Sekarang mending kamu tidur."
...----------------...
Pagi hari, seperti biasa, Alfath sarapan bersama kedua orang tuanya. Setelah kedua kakaknya menikah dan punya rumah sendiri-sendiri, memang hanya tinggal dia dan orang tuanya yang tinggal di sini. Cowok yang lagi kasmaran kayak ABG itu makan sambil berkirim pesan dengan Kimmy.
[ Gak lapar, cuma sarapan itu? ] Balas Alfath setelah Kimmy mengirim foto menu sarapannya, sebuah apel dan segelas susu rendah lemak.
[ Udah biasa ]
[ Kamu kelihatan kurus banget, coba deh, perbanyak makan nasi ]
Apa yang dilakukan Alfath tak lepas dari perhatian Mama Nara. Dari sudut matanya, wanita itu terus memperhatikan gerak gerik putranya. Penasaran, dengan siapa berbalas pesan, sejak tadi sibuk dengan ponsel sambil senyum-senyum sendiri, persis orang jatuh cinta.
[ Gak sempet masak ]
Balasan Kimmy tersebut membuat Alfath merasa kasihan. Gadis itu hidup seorang diri, kemarin sempat cerita jika tak punya ART. Jadi pengen kesana buat masakin.
[ Kirim alamat tempat kamu kerja ]
[ Buat apa? ]
[ Kirim bom ] Balas Alfath random. [ Kirim makananlah ]
[ Aku bisa beli sendiri kalau mau ] Balas Kimmy disertai emoticon ketawa.
[ Tapi rasanya bakal beda sama makanan yang aku beliin. Dijamin bikin kamu senyum-senyum pas makan ] Tak lupa dia bubuhkan emot senyum disertai love banyak sekali.
[ Gak kebanyakan itu emotnya ]
[ Masih kurang malahan ]
"Makan dulu, Al," tegur Ayah Septian. "Jangan biasain bikin makanan menunggu."
"Iya, Yah." Alfath meletakkan ponsel di atas meja lalu menghabiskan makanannya.
Selesai makan, Alfath ke dapur untuk mencuci tangan, bertepatan dengan itu, ponselnya yang tergeletak di atas meja berdering. Mama Nara yang kepo, langsung berdiri untuk mengambil ponsel tersebut, penasaran siapa yang telepon, mungkinkah orang yang dari tadi chat dengan Alfath?
Mama Nara tersenyum melihat nama Hana di layar ponsel. Ternyata sejak tadi anaknya chating dengan Hana, pantas saja sambil mesam-mesem.
Alfath yang ada di dapur, buru-buru kembali ke meja makan mendengar ponselnya berdering.
"Hana telepon," ujar Mama Nara.
Alfath mengambil ponsel yang ada di tangan Mama Nara, menjawab panggilan dari Hana sambil berjalan menjauh.
"Tuh kan, Yah, apa yang Mama bilang bener," Mama Nara kembali duduk di tempatnya. "Meski awalnya dijodohin, lama-lama cinta juga. Buktinya anak kamu mesam-mesem mulu dari tadi sambil chatingan."
"Mama yakin chatingannya dengan Hana?" tanya Ayah Septian setelah mengelap bibirnya dengan tisu. Dia baru saja menyelesaikan sarapannya.
"Yakinlah, buktinya barusan Hana yang telepon. Pasti gara-gara Alfath gak bales-bales pesannya, makanya langsung telepon."
Sementara Alfath, dia tengah bingung saat Hana bilang sore ini bisa ketemuan. Dia sudah terlanjur janji dengan Kimmy ketemu sore ini karena kemarin, Hana bilang tidak bisa.
"Aku ada urusan, Han. Besok aja ya, kita ketemunya. Mendingan kamu nganterin Mama kamu ke rumah sakit aja, aku gak enak sama Bu Fatimah."
Hana tengah senyum-senyum sendiri saat ini. Dia makin kagum dengan Alfath yang bisa mengerti posisinya dan terlihat sangat peduli dengan mamanya. Lebih memilih menyuruhnya mengantar mamanya ke rumah sakit daripada ketemuan. Sepertinya benar apa yang dikatakan mamanya, dia hanya kebanyakan fikiran.
"Ya sudah kalau begitu, Mas, sampai ketemu besok."
Alfath membuang nafas kasar setelah sambungan diakhiri. Ada rasa bersalah di hatinya karena telah membohongi Hana. Besok, dia harus segera mengakhiri hubungan dengan Hana.