Sehat itu mahal harganya! Dan itu memang benar, keluarga Giovani Mahardika rela membayar seorang gadis untuk menikah dengan putra bungsu mereka demi menyembuhkan gangguan mentalnya.
Dialah Alleta Rindiani, setelah melewati beberapa pertimbangan dan penilaian akhirnya gadis inilah yang dipilih oleh keluarga Gio.
Di tengah usaha keras Alleta, secercah harapan akhirnya muncul, namun Gio nyatanya jatuh cinta pada Alleta.
Akankah Alleta membalas cinta Gio di akhir masa perjanjian? Terlebih sesuatu telah tumbuh di dalam sana.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bungee~ Bab 6
Pernikahan darurat digelar, benar-benar darurat sampe para tetangga saja tak diundang dan diadakan malam-malam. Hanya melibatkan rt, rw setempat dan beberapa perangkat desa.
Bahkan baik istri dari Tama maupun Rangga kini sudah manyun gara-gara ngga ikut hadir di tempat, hanya berbekal menyaksikan via video call saja.
Leta dan Gio pun mengenakan pakaian seadanya, tanpa melibatkan desainer ternama apalagi wedding organizer terkenal. Pernikahan yang disetujui tadi siang langsung digelar malam harinya di rumah Leta, mengingat Tama dan Rangga yang sudah harus kembali lagi esok.
Jangankan Rangga dan Tama, Leta dan Gio saja esok paginya berencana untuk beraktivitas kembali seperti biasa, seakan hari ini tak terjadi apa-apa, hanya saja kini diantara keduanya sudah terikat hubungan pernikahan.
Si alnya, para orangtua menempatkan mereka di satu kamar yaitu kamar Gio.
"Mau kemana kamu?" tanya ibu Wulan, ia masih membereskan sisa-sisa acara tadi meski tak semeriah hajatan pada umumnya, hanya persis kedatangan tamu beberapa orang saja. Sementara Gio sudah ngibrit duluan pulang, gadis itu memilih diam di rumah. Ia menurunkan cepolan hasil usaha ibu jadi MUA dadakan tadi.
"Mau tidur lah bu, rebahan...mau apa lagi kalo masuk kamar? Besok kan sekolah..." tanya nya justru membuka pintu kamarnya.
Praktis bu Wulan mengernyit, "lah, masmu gimana? Diijinkan?" tanya nya lagi.
"Pasti diijinin lah, masa iya mau tidur bareng?" pernyataan itu, sungguh menggelikan.
"Nok, ucapanmu itu kebalik to yo...kamu kan sudah jadi istrinya Gio, apa-apa mesti minta ijin dulu, masa iya dia dibiarin tidur sama guling, lah istrinya kemana?" jawab ibu sudah menyusul Leta yang tak begitu acuh, ia bahkan sudah membuka kebaya kartiniannya yang biasa ia pakai jika ada acara formal di sekolah.
"Ibu nih----" rengeknya merasa geli, namun apa yang diucapkan ibunya memang ada benarnya juga, kapan dong Gio sembuhnya kalo ngga diawasin, justru jangan sampai ia menyelundupkan lelaki ke dalam kamarnya.
Leta yang semula hendak merebahkan badan lelahnya kini terpaksa bergegas berganti pakaian jadi piyama lalu membawa serta buku, dan seragam sekolahnya untuk esok hari ke dalam tas. Ceritanya, ia pindahan 5 meter. Kan bagus, budhe sama padhe jadi ngga harus ngunduh mantu jauh-jauh...
Hanya perlu melompat, ia sudah sampai di rumah mertua.
"Assalamu'alaikum..." tanpa perlu disuruh apalagi dipersilahkan, ia sudah nyelonong masuk ke dalam rumah bu Gendis yang sudah seperti rumahnya sendiri.
"Budhe," bukannya masuk kamar Gio, ia justru duduk di samping ibu Gendis ketika sepasang orangtua ini tengah duduk di ruang tengah, sementara ketiga anaknya sudah berpencar, Tama dengan telfonnya, Rangga bersama baju dan perlengkapan pulangnya dan Gio bersama rasa pusingnya di kamar.
"Nah, kenapa ndak ditaro di kamar Gio langsung, nduk...tasnya? Baju buat sesuk to?" tunjuk ibu Gendis ke arah tasnya langsung diangguki Leta, "kira-kira aku bakal diusir Gio ngga budhe?"
"Kok diusir, masa iya istrinya sendiri masuk diusir..." ucap bapak menenangkannya, padahal bapak sendiri tak tau, ucapannya patut dipercaya atau tidak.
Leta menghela nafasnya, berurusan dengan si anak luthung bikin harga dirinya terinjak, hal ini yang membuat ia malas.
"Kalo diusir, usir balek Ta..." Rangga sudah ikut bergabung di ruang tengah demi menghabiskan sisa menit dirinya di rumah bapak.
Leta menatap bu Gendis dengan sorot mata takutnya dan itu justru membuat ibu tertawa geli, gadis ini memang sudah seperti anaknya sendiri, "masuklah..."
"Ngga gigit kan budhe?" tanya nya memancing tawa bapak dan ibu serta Rangga, "gigit balek, Ta...semongkohhh..." ucap Rangga menyebalkan persis cabe-cabean, sumpah ngga pantes! Badan segede buta begitu...
"Aku ndak akan disuruh tidur nang kursi tengah kan, mas?"
"Kalo kamu disuruh tidur di kursi, tidur aja di kamar mas Tama...Ta." ujar Tama yang ikut bergabung, "kenapa jadi ngga pede begini? Biasanya juga anak luthung yang takluk sama kamu?" tanya Rangga meniru panggilan untuk Gio.
"Hufft, kata ibu....istri itu ndak boleh kasar ke suami. Kata ibu, istri itu ndak boleh meninggikan suaranya sama suami. Kata ibu juga...istri itu ndak boleh bentak suaminya, ndak boleh ngelawan. Coba jawab Leta, padhe---" kini Leta sudah menatap bapak dengan sorot mata anak kucing minta jatah ikan, "apa betul yang dibilang ibu? Atau ibu cuma nyebar hoax saja?"
"Hoax katanya," Tama hampir meledakan tawanya, jadi ingat dengan sang istri yang polos-polos menghanyutkan, sepertinya jika istrinya dan Leta disatukan maka keduanya akan membentuk duo, beda dengan istri mas Rangga yang justru terkesan alim, ukhti dan benar-benar kalem, sebagai gantinya suaminya lah yang pecicilan dan galak.
"Betul." jawab bapak singkat, "maka dosalah yang akan ia dapat..." tambahnya.
"Yaahhh, kalo gitu...keputusan aku buat nikah sama Gio salah dong, padhe... nanti aku jadi numpukin dosa, soalnya aku ndak bisa kalo ndak ngelawan sama bentak-bentak Gio..." akuinya.
Sesederhana dan sepolos itu pikiran Leta, membuat Tama tersenyum dan Rangga justru khawatir, "yahhh jangan dong, Ta! Jangan membleh gitu, ada pengecualian kok, kalo suamimu kurang aj ar, itu wajib kena hantam!" angguk Rangga pasti.
"Mas--" ibu melotot menegur Rangga, "ndak usah di denger masmu...sana masuk...besok sekolah to? Istirahat sana..." ujar ibu menyuruh. Menatap kamar Gio yang berada di depan mata membuat seketika nyali Leta ciut, rasanya seperti natap gerbang nerakanya. Betul nerakanya, karena setelah melewati itu, ada hukum-hukum pernikahan yang pasti akan ia langgar terhadap suami maka ia selangkah lebih dekat dengan neraka.
Maju kena, mundur kena...
Leta kini sudah beranjak dari duduknya ke arah kamar Gio. Tidak langsung masuk namun ia memilih mengetuk terlebih dahulu.
Tok..tok..tok...
Lidahnya kelu, mendadak ia kebingungan hanya untuk memanggil anak manusia di dalamnya.
Mas, arghhh! Gatal!
Anak luthung?! Ahhhh, inget dosa!
"Yo...buka!" jika umumnya seorang suami nakal diusir dari kamar oleh istri dan mati-matian membujuk istri yang merajuk di depan kamar, lain halnya dengan Leta yang justru kebalik.
Tak ada jawaban dari balik pintu kamar, Gioooo...budeg!
"Yo!" kini ia lebih keras lagi mengetuk pintu dan memanggil mungkin saja Gio emang rada-rada kurang dengar.
Namun tetap tak ada jawaban dari dalam sana, habis kesabaran yang setipis kulit ari, Leta langsung saja membuka pintu yang nyatanya tak dikunci itu.
Ceklek!
Mata Leta seketika menutup sembari ia yang segera menutup kembali pintu, "Luthunggg!"
Begitupun Gio yang sudah misuh-misuh, "Woy!" bergegas Gio memakai pakaian.
Praktis saja para penghuni ruang tengah kini beralih melihat kehebohan sepasang pengantin baru itu yang baru saja 5 detik berlalu sudah saling mengumpat, rekor!
"Bilang dong, nyaut kek! Jadi aku ngga ngira kalo kamu udah jadi bang keee di dalem!" gerutu Leta memukul pintu kamar sambil tak kalah misuh-misuh juga.
"Ngga sopan! Aturan kalo belum disilahkan jangan dulu masuk, akh!" ucap Gio dari dalam setengah membentak kesal.
"Makanya orang manggil-manggil tuh ada nyaut, bilang kek lagi ganti baju gitu! Punya mulut ngga sih, mulut tuh diciptakan buat dipake ngomong bukan buat ulekan sambel!" omel Leta lagi.
Rangga kembali tertawa tergelak sementara Tama memijit pangkal hidungnya dan ibu--bapak hanya bisa menggeleng. Begitulah kalo si tom dan si jerry disatukan dalam pernikahan.
Gio membuka pintu kamar dengan wajah malasnya, menatap Leta yang masih berdiri di depan kamar dengan tas di pundak. Keduanya sama-sama memasang wajah keruh tak bersahabat apalagi Gio yang lebih terlihat malas.
"Ngapain kesini, dikira mau tetep tidur di rumah sendiri?" tanya Gio kecut dan jutek.
"Jaga-jaga. Biar kamu ngga masukin cowok ke kamar..." sengitnya berbalik, "awas minggir! Aku mau istirahat!" usir Leta pada si empunya kamar.
"Oalah ngusir, ini kamarku...kalo ndak berkenan pulang saja sana ndak ada yang maksa..."
"Hey pak suami. Ndak inget kalo sekarang iki, aku istrimu...bojooo...wife !!!! Jadi, kamarmu--kamarku juga!" angguk Leta dengan percaya diri masuk melewati Gio yang berada di ambang pintu dengan tas ransel yang sudah menubruk-nubruk Gio karena si pemilik sudah membanting-banting memaksa masuk, "awas---awas.."
Gio menggertakan giginya kesal, ia lantas berbalik melihat Leta yang sudah merebahkan diri di atas kasurnya setelah menaruh tas di meja belajar Gio.
"Heh..heh...jangan seenaknya. Awas kalo sampe ileran. Bagusnya tuh kamu tidur di bawah, tidurmu kan kaya kuda lumping..." kejamnya tak berperasaan.
"Oke. Tapi kalo aku hipotermia, kamu yang mesti tanggung jawab...kalo aku pegel-pegel, kamu juga yang mesti pijitin aku, terus kalo aku sampe sakit asam lambung, digigit semut, kena kurap, borokan karena di bawah tuh kotor, kamu juga yang mesti tanggung biaya perawatanku...setuju? Belum lagi ditambah kerjain semua pr dan tugasku bantuin ibu karena aku sakit..." sepanjang itu perkara Gio yang menyuruhnya tidur di bawah.
"Aku sih oke oke aja...karena kata ibu, istri itu mesti nurut apa kata suami. Karena suamilah yang bakalan tanggung jawab semuanya, mulai dari lahirnya sampai batinnya, mulai dari finansial sampai mentalnya. Dan kamu tau...sejak kamu mengucap ijab kabul di depan penghulu tadi, itu artinya dosa-dosa yang aku lakukan setelah ini adalah tanggunganmu juga nanti di akhirat...magic kan?! The power of istri...kalo suami kurang aj ar, tinggal tambahin aja tanggungan dosanya!"
Pinter!
Apa saja alibinya sing penting ia tak menggunakan kekerasan untuk menakut-nakuti Gio, aman deh dari dosa!
"Moso?!" tantang Gio tak percaya, hanya menganggap jika tuyul ini hanya menggertaknya.
"Tanya aja padhe!" Leta sudah menaikan kakinya ke atas kasur dan menarik selimut milik Gio untuk kemudian ia pakai sampai menutupi leher. Ia tak sampai repot-repot takut digerayangi Gio, sebab suaminya itu tak suka serabi, jadi aman.
"Cih!" Gio menatap jengah gadis yang kini sudah bersiap tidur di kasurnya, berasa jadi pemilik sepenuhnya!
"Kamu mau kemana mas?" tanya Leta yang justru kini sudah tak segan lagi menggoda Gio dengan sapaan lebih manusiawi berharap ia lebih cepat membuat perubahan pada diri Gio dan tunai sudah tugasnya.
"Ke neraka!" jawab Gio.
"Oh, oke. Aku ndak mau ikut kalo gitu..." balasnya semakin membuat Gio sebal, namun sejurus kemudian Gio justru memiliki ide untuk membalas Leta, "bukannya makmum itu ikut kemanapun imamnya pergi? Kalo aku nyemplung ke neraka, kamu juga ikut berarti?!"
Leta yang awalnya sudah memejamkan mata kini menaikan kepalanya demi memandang Gio, "aku ikut nganterin aja sampe gerbang. Kalo buat urusan dihukum aku cuma ikutan nyorakin..." jawabnya ada saja.
"Arghhh!" Gio sebal dan gemas karena gadis ini selalu memiliki jawaban di luar nurul dan di luar fikri.
.
.
.
.
nunggu letta sadar pasti seru ngamuk2 nya ma gio...
ndak ada juga yang bakal masukin ke penjara
biar si letta gk pergi2 dri kmu
jangan to yo,kasian si leta masih gadis