Berawal dari permintaan sahabatnya untuk berpura-pura menjadi dirinya dan menemui pria yang akan di jodohkan kepada sahabatnya, Liviana Aurora terpaksa harus menikah dengan pria yang akan di jodohkan dengan sahabatnya itu. bukan karena pria itu tak tahu jika ia ternyata bukan calon istrinya yang asli, justru karena ia mengetahuinya sampai pria itu mengancam akan memenjarakan dirinya dengan tuduhan penipuan.
Jika di pikir-pikir Livia begitu biasa ia di sapa, bisa menepis tudingan tersebut namun rasa traumanya dengan jeruji besi mampu membuat otak cerdas Livia tak berfungsi dengan baik, hingga terpaksa ia menerima pria yang jelas-jelas tidak mencintainya dan begitu pun sebaliknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon selvi serman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berkunjung ke rumah mertua.
"Tak ada rotan, akar pun jadi"
Ibunya Thalia mengulas senyum Devil. entah apa yang sedang direncanakan oleh wanita itu, yang jelas aura kelicikan tercetak jelas di wajahnya.
Ibu meraih kunci mobil serta tasnya di atas nakas kemudian berlalu entah kemana.
*
Tepat dua Minggu kemudian, sesuai dengan janjinya kepada Livia, hari ini abimana mengajak sang istri berkunjung ke rumah orang tuanya.
Dari gurat wajah sang istri terlihat jelas jika wanita itu begitu merindukan sosok kedua orang tuanya, dan itu tak luput dari perhatian Abimana
Maaf karena membuatmu terpaksa menahan rindu, sayang." Abimana.
Kurang dari satu jam, kini mobil yang dikendarai asisten Purba telah tiba di depan pagar rumah orang tua Livia. gadis itu dibuat pangling, apakah mereka salah alamat, mengingat kondisi rumah orang tuanya sudah sangat jauh berbeda. Bangunan satu lantai sebelumnya, kini sudah berubah menjadi bangunan besar berlantai dua. Ya, dalam satu bulan melalui asisten Purba, Abimana berhasil merenovasi rumah mertuanya.
Keraguan Livia seakan terjawab di saat melihat ibunya keluar dari dalam rumah bersama sang ayah dan juga adik perempuannya.
"Mas...." Livia menoleh pada suaminya yang sudah lebih dulu turun dari mobil.
"Ayo turun...!!."
Bukannya segera turun dari mobil, Livia justru menoleh pada asisten Purba yang telah membukakan pintu mobil untuknya.
Seakan paham dengan sorot mata Livia, asisten Purba pun mengangguk, mengiyakan dugaan di benak wanita itu.
Anggukan asisten Purba berhasil membuat kedua bola mata Livia berkaca-kaca. ia pun segera turun dari mobil dan memeluk suaminya.
"Terima kasih, mas. Terima kasih telah berbuat banyak untukku dan keluarga ku." ujarnya di pelukan sang suami.
"Hem." Abimana mengusap lembut surai panjang istrinya. "Sebaiknya kita lanjutkan di kamar kamu saja peluk-peluknya nggak enak di lihat sama ayah dan ibu." sambil mengulum senyum, Abimana melirik kearah ayah dan ibu mertua serta adik iparnya berada.
"Ayah...ibu...."Livia jadi salah tingkah, malu sendiri karena tindakannya disaksikan oleh anggota keluarganya.
Ayah dan ibu merespon seruan Livia dengan senyuman serta anggukan sekilas, tak berniat membahas apa yang baru saja terlihat di depan mata, yang pastinya akan membuat putri sulungnya itu kembali merasa malu.
"Ayo masuk, nak Abi!!!!."
Livia merengut ketika ibu hanya mempersilahkan suaminya saja, tanpa menyebut namanya. "Mas Abi doang nih yang diajak masuk, aku nggak???." protesnya.
"Sudah berapa bulan kamu nggak main ke sini, nak???." pertanyaan ibu terdengar begitu lembut dan dengan polosnya Livia menjawab. "Belum sampai dua bulan."
Ibu tersenyum mendengarnya. "Sekalipun rumah kita baru selesai di renovasi oleh suami kamu, tapi Ibu yakin kamu masih ingat jalan masuk ke dalam kan."
"Ibu...."seakan tak terima ibunya lebih peduli dan sayang pada suaminya, Livia lantas menggandeng lengan ibunya dan masuk ke dalam rumah bersama.
Menyaksikan sikap manja Livia pada ibu mertua, menyadarkan Abimana bahwa setegar apapun sikap istrinya itu, tetap saja akan terlihat sikap manjanya jika sedang bersama wanita yang telah melahirkannya ke dunia ini, yakni ibunya.
Ruang keluarga adalah pilihan mereka untuk berkumpul.
Ibu yang merasakan ada yang aneh dengan sikap dan tingkah manja putri sulungnya pada dirinya nampak mengeryit bingung. bukan hanya itu saja, saat ini Livia bahkan menyadarkan kepalanya di bahu ibu. Untungnya ada adik perempuannya yang membuat minum di dapur hingga ibu tak perlu protes atas sikap manja putri sulungnya itu.
"Bu...." seruan Livia terdengar lebih lembut dari biasanya.
"Ada apa, sayang???." kalau sudah seperti ini, ibu yakin putrinya itu pasti ingin menyampaikan sesuatu.
"Apa proses melahirkan itu sakit banget????."
Bukannya langsung menjawab, ibu justru beralih pada menantunya.
Paham dengan arti dari sorot mata ibu mertua, Abimana lantas mengangguk membenarkan dugaan ibu mertuanya dan itu berhasil membuat ibu terharu.
Ibu menoleh, mengatupkan tangan di wajah putri sulungnya itu. "Rasa sakit ketika melahirkan akan terbayar dengan suara tangisan bayimu nanti, sayang. Melahirkan adalah kodrat wanita. Semua yang melahirkan adalah wanita, tapi tidak semua wanita di dunia ini beruntung bisa merasakan nikmatnya melahirkan, maka bersyukurlah pada Tuhan karena kini kamu menjadi salah satu wanita beruntung di dunia ini sebab bisa merasakan nikmatnya mengandung dan melahirkan, Livia."
"Iya, Bu".
Abimana terharu mendengar petuah dari ibu mertua untuk istrinya.
"Oh iya, nak Abi, ayah ucapakan banyak terima kasih pada nak Abi karena sudah membantu ayah merenovasi rumah ini." ayah yang sejak tadi lebih banyak diam, kini terdengar mengucapkan terima kasih secara langsung pada menantunya itu.
Abimana mengulas senyum."Tidak perlu berterima kasih ayah...Abi hanya melakukan sesuatu yang sudah menjadi kewajiban Abi sebagai menantu."
Padahal abimana berbicara dengan bahasa santai layaknya seorang anak pada ayahnya, tetapi di mata ayah cara berbicara menantunya itu tetap saja terlihat penuh wibawa dan mengagumkan. Ayah tidak pernah menyangka sosok pengusaha sukses yang dikagumi orang banyak dan sebelumnya hanya bisa ia saksikan lewat layar kaca, kini justru menjadi suami dari putri tercintanya.
Seharian ini digunakan Livia untuk melepas rindu pada ayah dan ibunya. mulai dari makan bersama sampai menonton acara TV bersama di lakoni Livia, hingga pukul lima sore mereka pun memutuskan untuk kembali ke kediaman Sanjaya. Sebenarnya Abimana telah mengizinkan dirinya untuk menginap di rumah orang tuanya malam ini, namun entah mengapa Livia lebih memilih untuk ikut pulang bersama suaminya. Sepertinya tidur berbantal lengan suaminya sudah menjadi kebiasaan baru bagi Livia.
"Katanya kangen sama ayah dan ibu, tapi kenapa malah ikut pulang???." pertanyaan itu dilontarkan Abimana saat mereka sedang berada di perjalanan pulang.
"Takut dedek bayinya nggak bisa tidur kalau nggak ada ayahnya." beralasan.
"Dedek bayinya atau justru ibunya yang nggak mau jauh-jauhan??." lagi-lagi, Abimana melontarkan pertanyaan menggoda yang mampu menciptakan semburat merah di pipi putih Livia.
Mas juga nggak yakin bisa tidur dengan nyenyak kalau nggak ada kamu, sayang. Abimana.