"Ayahmu masuk rumah sakit. Keadaannya genting kamu diminta untuk segera ke Jakarta"Eva membaca pesan masuk di ponselnya dengan kening berkerut.
Ting
Sebuah notifikasi tiket pesawat muncul di pesan selanjutnya, dalam waktu empat jam dari sekarang dia sudah harus di bandara.
Eva berusaha menghubungi nomor asing tersebut namun tidak diangkat. Dia juga berusaha menghubungi nomor ayahnya tapi nihil.
Setelah melakukan perjalanan hampir delapan jam, Eva mendapati ayahnya terbaring kaku diatas brankar rumah sakit ruang ICU dengan berbagai peralatan medis di sekujur tubuhnya.
"Ayah... Bangunlah, aku sudah datang menjenguk ayah..."Lirih Eva dengan bening kristal jatuh di pipinya, namun hanya keheningan yang menemani.
Seorang pria tinggi tegap dengan alis tebal dan wajah dingin yang ikut mengantar jenazah ayahnya berkata dengan suara dingin didepan pusara tepat disamping Eva.
"Kemasi barangmu kita pulang.."
"Kamu siapa?"Tanya Eva bingung
"Suamimu.."Jawabnya singkat lalu berbalik pergi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mitha Rhaycha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sandiwara Cinta
Aksa dapat merasakan sedikit tekanan dalam genggaman Eva. Jika sebelum ini tangan Eva kaku dalam genggaman Aksa, tiba-tiba dia merasakan genggaman Eva yang sedikit mengerat.
Pandangan Aksa menyapu pria yang baru masuk bersama sepupu angkatnya, benar saja pria itupun nampak terkejut melihat Eva, 'apakah mereka saling mengenal?' Aksa membatin.
Aksa menoleh ke arah Eva, disaat yang sama gadis itupun menoleh padanya dan tersenyum. Senyuman yang baru kali ini Aksa lihat, hingga dia sedikit terpana.
Karena senyum Eva, kemarahan Aksa yang sebelumnya dia alamatkan untuk nya, memudar dan hilang sama sekali.
"Tidak apa-apa kan kalau aku mengaku?"Tanya Eva sedikit berbisik hingga mereka berdua terlihat lebih mesra "Aku hanya tidak ingin membangun hubungan kita di atas kebohongan.."Wajah Eva sedikit memelas.
Aksa ingin menggigit bibir manis wanita ini, di rumah dia begitu kaku, bahkan beberapa detik yang lalu pun masih terlihat tak peduli, kenapa sekarang sok manis? Apakah karena pria yang baru masuk ini?
Aksa sedikit kesal, pria itu tidak ada apa-apanya di bandingkan dirinya, mengapa Eva sampai terpengaruh.
"Aksa... Apakah benar yang perempuan ini katakan? kamu... Kamu..."Nina tidak bisa melanjutkan kalimatnya.
Pengakuan Eva barusan sangat membuat kerabat di dalam rumah besar itu syok.
"Apakah aku melewatkan sesuatu?"Feronica menyela tak mengerti.
"Kak Aksa, menikahi putri supirnya sendiri"Celetuk Aurel dengan ekspresi tak percaya.
Feronica jelas jauh lebih syok, dia menatap Aksa serta gadis di samping Aksa, seketika dia memucat 'Bagaimana bisa perempuan ini?'
"Kak... Apakah itu benar?"Tanya Feronica dengan pandangan kecewa.
Aksa tidak menanggapi, dia terlalu malas untuk berbasa-basi, mengapa semua orang meributkan istrinya? "Kak... Apakah matahari telah terbit dari barat? Bagaimana seorang yang luar biasa seperti kakak menikahi anak supir?"
"Aku mencintai istriku, tidak peduli ada yang keberatan atau tidak, tak ada pengaruhnya bagiku.."
"Kenapa ribut-ribut..."Suara yang nyaring terdengar disertai bunyi tongkat yang mendekat membuat semua orang menoleh.
"Mama.."
"Oma.."
Semua orang berdiri dengan hormat "Opa kalian sedang tidak enak badan, jadi dia tidak turun untuk makan bersama..."Nyonya Tua Merry berdiri dengan Hanah di belakangnya.
Ibu Aksa itu kentara sekali baru habis menangis, sudah dapat di pastikan begitu banyak keluhan yang dia sampaikan kepada ibu mertuanya.
Nyonya Tua Merry menatap semua orang, lalu terhenti pada Aksa dan gadis yang berdiri di sampingnya. Dia sedikit terkejut melihat Eva, namun wajahnya kembali datar seolah riak di tatapannya beberapa waktu lalu hanya ilusi.
Semua orang menahan nafasnya menunggu kemarahan apa yang akan di lontarkan Nyonya Tua kepada Aksa.
Eva merasakan gemuruh dalam hatinya begitu melihat wajah Nyonya Tua yang begitu familiar.
'Mengapa semuanya serba kebetulan seperti ini?' Namun Eva tetap berusaha tenang seakan tidak terpengaruh.
"Mama... Itu dia putraku yang durhaka, menikahi putri supir dan mengabaikan hatiku"Hanah mengadu sedih seolah curahan hatinya di kamar mertuanya belum cukup.
"Sayang, sudah cukup mengadunya. Kita berkumpul untuk membicarakan hal-hal baik, terlebih kumpul keluarga kali ini adalah membahas pernikahan Feronica dan calon suaminya, mengapa jadi masalah Aksa yang di bawa-bawa?"Tegur Faisal tak senang.
Sejak tadi Aksa dan menantunya selalu di pojokan, apakah mereka berpikir putri supir tidak punya hati nurani?
"Papa main setuju saja seolah-olah perempuan baik di dunia ini sudah habis"Hanah tetap tak mau mengalah
"Sudah... Kalau sudah menikah mau apa lagi"Nyonya Tua Merry menyela dengan kalimat yang membuat semua orang terkejut."Makan malam sudah di siapkan, sebaiknya kita menghargai rejeki Tuhan terlebih dahulu.."Lalu dengan tongkatnya yang di hentakkan ke lantai Nyonya Tua melangkah ke dapur di susul yang lain dalam diam.
Aturan dalam keluarga Permana, dilarang ngobrol saat sedang menikmati hidangan, jadi semua orang fokus pada makanan masing-masing dan tidak membicarakan apapun.
Begitu juga dengan Aksa yang makan dengan pelan sambil sesekali meletakkan udang ke dalam piring Eva setelah di kupas terlebih dahulu dalam diam.
Banyak pasang mata yang gatal melihat pemandangan itu, bagaimana tidak kaget. Seorang Aksa yang pendiam dan dingin, saat ini dengan telaten mengupas udang kemudian di letakkan di piring Eva.
Tangan berharganya yang setiap hari menandatangani proyek milyaran, malah sibuk melayani si Upik abu.
Eva bukannya tidak menyadari tatapan membunuh semua orang, diapun risih dengan perlakuan Aksa yang tak biasa, seolah Aksa yang di rumah dan Aksa yang sekarang adalah orang yang berbeda.
Tapi Eva tak bisa menolak, lagian dia juga tidak bisa memungkiri jika saat ini dia sedang bersorak, serta menertawakan Abian dan Feronica.
Pria itu harus melihat bahwa dia mendapatkan pria yang lebih segalanya dari dia.
Feronica sesekali melirik Eva dan Aksa, lalu pada Abian yang terlihat tak nafsu makan. Rasa bencinya pada Eva semakin kental, entah dengan cara bagaimana perempuan kampung itu sampai bisa menggaet kakak sepupunya yang terkenal mahal itu.
Feronica yakin jika Eva memakai pelet. Kalau bukan menggunakan ilmu pelet, orang SE kelas kakaknya tidak akan pernah mau melihat wanita kampungan seperti Eva.
"Aku tak tahan lagi.."Hanah meletakkan sendoknya dan mengeluh.
"Hanah..."Faisal menegur tak senang.
"Aksa... Hentikan omong kosong mu, perempuan itu bisa makan sendiri, apa perlu kamu suapi juga?" Hardik Hanah pada Aksa "Kamu juga.. Dasar perempuan tak tahu diri yang tak punya etika, baru saja masuk ke keluarga ini tingkahmu sudah menjijikkan"
Prangg
Nyonya Tua meletakkan sendok dengan keras hingga Hanah terdiam dan yang lainnya menahan nafas.
"Aksa... Bawa istrimu ke ruanganku.."
"Mama belum selesai makan"Faisal berusaha membujuk.
"Siapa yang punya selera makan jika ada yang berisik?" Suara Nyonya Tua tajam dan bangkit dari kursinya"Aku sudah terlalu tua hingga tak ada lagi yang menghargai..."
"Mama.. Hanah minta maaf.."Hanah sudah berdiri dari kursinya tapi tak berani mengejar lagi.
"Kak Hanah sih..." Firsyana mendesah kecewa
"Bukan salahku.. Ini salah perempuan gatal pembawa malapetaka ini" Hanah menunjuk Eva dengan tatapan buas seakan ingin memangsanya hidup-hidup.
Diam-diam Feronica tersenyum senang mendengar penghinaan Tante Hanah untuk Eva dia merasa puas 'Siapa suruh bermimpi terlalu tinggi?'
"Yang sedang mama maki adalah menantu mama"Sela Aksa tak senang, lalu pergi meninggalkan meja makan dengan menggandeng Eva.
"Mama tidak sudi punya menantu dia sampai kapanpun"Teriak Hanah dengan emosi yang meluap-luap.
"Mama sudah kelewatan, papa kecewa..."Faisal menatap istrinya kecewa. Entah kemana akal sehat Hanah, apakah dia tidak takut dengan karma?
Faisal pun memilih meninggalkan meja makan.
"Mama yang kecewa sama papa, ikut-ikutan membela perempuan kampung itu"
"Saya tidak menduga, Kak Aksa seberubah itu" Feronica memecah kebisuan, dia terlihat sedih tapi dalam hatinya penuh kedengkian "Minggu lalu kak Aksa nggak kayak gitu, kok kenapa malam ini bisa berubah?"
"Kan lagi bucin.."Aurel menimpali sambil mengangkat bahu.
"Apa bagusnya perempuan itu coba Tan" Feronica nampak berpikir " Meski dia memakai pakaian dari desainer terkenal, sama sekali tidak cocok di badannya"
Sejak tadi Feronica cemburu dengan pakaian Eva. Kemarin dia sangat ingin membelinya tapi stok sudah habis. Tidak di sangka ternyata ada satu yang di pakai Eva malam ini.
Sudah bisa dia pastikan jika itu adalah pemberian Aksa.
"Kalian dari kota yang sama, apa tidak saling kenal?" Teguran Nina sedikit merubah raut wajah Feronica dan Abian.
"Apa dia juga dari Manado?"Feronica pura-pura terkejut serta memasang ekspresi tak percaya.
Nina hanya menatap datar pada putri Fikar tersebut.
"Bagaimana aku bisa mengenalnya Tante, kota Manado itu besar. Lagian kami berada di strata yang berbeda, nggak mungkinlah kita saling mengenal" Kilah Feronica sambil menatap ke arah Abian "Benar kan sayang?" Tanyanya lembut.
"Tentu saja, kota Manado sangat luas. Kita memiliki latar belakang yang berbeda dan tidak ada alasan untuk bisa bertemu. Kalaupun pernah berada dalam satu ruangan, itu hanya satu kebetulan saja."
"Kami bahkan baru melihatnya sekarang "Abian ikut menimpali dengan wajah yang begitu tenang dan meyakinkan.
Nina hanya mendengus saja mendengar penjelasan itu.