NovelToon NovelToon
Dear, Anak Tetangga

Dear, Anak Tetangga

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / One Night Stand / Crazy Rich/Konglomerat / Teen School/College / Diam-Diam Cinta / Bad Boy
Popularitas:8.7k
Nilai: 5
Nama Author: DityaR

Please, Zielle. Jangan kepikiran itu sekarang!

Gue pura-pura cek keadaan Asta, merapikan selimutnya biar kelihatan sibuk. Tiba-tiba, Anan muncul dari sisi lain kasur. Gue lihat dia sambil mengeluarkan sepatu.

"Lo lagi ngapain, sih?" tanya gue, tapi dia diam saja, malah lanjut melepas sepatu terus mulai buka kancing kemejanya. "Anan!"

"Lo kira gue bakal pulang dalam keadaan kayak begini?" Dia pasang muka memelas, bikin napas gue hampir berhenti. "Lagian, enggak baik buat lo tidur sendirian sama cowok."

"Oh, jadi baiknya gue tidur sama dua cowok sekaligus, gitu?"

Anan mengabaikan omongan gue dan melepas kemejanya.

Ya ampun, Pangeran, tolonglah!

Pipi gue langsung panas, merah kayak tomat. Ternyata dia punya tato lain di bagian bawah perut dan di sisi kiri dadanya. Tangan dia mulai ke arah kancing celananya.

"Stop! Jangan! Kalau lo lepas celana, lo tidur di lantai!"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DityaR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kecewa

...Zielle...

...────୨ৎ────જ⁀➴...

"Gue butuh lo buat jadi rem tangan gue."

Niria melotot dengan alis terangkat. "Apa lo bilang?"

"Rem tangan, kayak yang ada di mobil. Lo harus ngerem gue pas gue kehilangan kendali, maksudnya tuh kayak autocontrol gue."

"Stop," potong Niria, "Pertama, itu analogi paling kacau yang pernah lo buat.” Gue mau ngomong, tapi dia malah lanjut, "Kedua, lo mau gue nyetop lo setiap kali lo pengen buka kaki buat Anan, kan? Udah, gue paham. Gak usah sok-sokan pakai analogi-analogi gak jelas."

"Analogi gue tuh keren, tahu."

Dia cuma melirik sinis sambil berdiri. Kita lagi di kamarnya, baru pulang sekolah. Ini hari Senin, dan awal minggu bikin gue remuk.

Gue capek.

Kenapa sih gue mesti sekolah?

Kenapa?

“Karena lo butuh masa depan,” suara nyokap gue langsung terngiang di kepala.

Niria balik ke tempat tidur sambil bawa HP di tangannya. "Gue udah tahu semua drama lo sama Anan, tapi ada yang gue gak ngerti."

"Apa?"

"Hari ini lo ngindarin Gori di sekolah, kayak dia tuh punya penyakit dan lo takut dekat-dekat. Kenapa?"

Gue menggeletak begitu saja di kasur sambil peluk bantal. "Karena weekend itu mungkin...."

Niria ikut rebahan di sebelah gue dan langsung menatap gue. "Emang apa yang terjadi?"

Gue memandang langit-langit kamar sebentar tanpa ngomong apa-apa, dan Niria kayaknya langsung paham sama semuanya. "Dia akhirnya bilang kalau dia suka sama lo, ya?"

Gue langsung menengok ke dia cepat-cepat sampai leher gue berasa sakit. "Lo tahu?"

"Semua orang tahu, kecuali lo."

Gue menyambar bantal dan langsung lempar ke dia. "Apaan sih? Kenapa lo enggak kasih tahu gue?"

"Ngapain juga? Toh, bukan urusan gue."

Gue balik memandang langit-langit. "Ya, malam itu dia bilang kalau dia suka sama gue, terus... dia cium gue."

"WOAH!" Niria langsung duduk sambil loncat-loncat di kasur. "Gue enggak nyangka! Gimana rasanya? Lo suka? Lo bales ciumannya? Dia pakai lidah, enggak? Apa yang lo rasain? Cerita, dong, Zielle, cerita!"

Gue cuma putar bola mata sambil ikut duduk di kasur. "Ya... dia oke sih."

Niria langsung mengangkat alis. "Oke? Cuma itu doang?"

"Gue harus bilang apa? Dia... dia tuh selalu ada buat gue, dan gue sempat ngerasa sesuatu ke dia, tapi cuma kayak... ya gitu, biasa aja. Gue enggak pernah nyangka dia bakal suka. Ciumannya enak, tapi kayak enggak nyata aja. Gue enggak tahu gimana ngejelasinnya."

"Lo suka, tapi enggak se-WOW rasanya saat lo cium Anan, kan?"

"Ya... beda aja."

"Lo tuh udah terjerat sama Anan, Zielle. Parah."

Gue menunduk, enggak bisa mengelak.

Niria merangkul gue dari samping. "Enggak apa-apa, kok. Gue tahu rasanya, pas dideketin sama dua orang sekaligus, tapi semua bakal baik-baik aja."

"Gue enggak tahu mau ngomong apa ke Gori."

"Jujur aja, bilang kalau sekarang lo belum siap buat mulai apa-apa sama siapa pun. Lo punya perasaan ke orang lain, dan mungkin perasaan itu enggak bakal dibales, tapi itu bukan berarti lo bisa bebas. Bilang juga ke dia kalau lo nggak mau manfaatin dia."

"Gue enggak seharusnya bales ciumannya."

"Dan gue juga enggak seharusnya biarin kalian pergi malam itu. Harusnya gue paksa kalian makan burger, tapi ya udah, semuanya udah terlanjur."

Gue ketawa sambil menjauh dari Niria. "Lo makan burger tanpa gue?"

HP dia tiba-tiba bunyi, ada notif masuk. Dia buru-buru mengecek, terus senyum-senyum enggak jelas.

"Eh, senyuman lo itu mencurigakan."

Dia langsung berdeham. "Apaan sih, enggak ada apa-apa."

"Lo lagi chat sama siapa?"

Dia taruh HP-nya dengan layar menghadap ke bawah di pangkuannya. "Cuma teman biasa."

Gue langsung menyambar HP-nya. Gue coba baca pesannya, tapi dia langsung menyerang. Gue kabur keluar kamar sambil bawa HP-nya.

Gue lari nyeker di lorong rumah, terus tiba-tiba ketemu Natius, kakaknya Niria, lagi berdiri di tangga pakai seragam sekolahnya. "Zielle, lo kenapa, sih...?"

Dari kejauhan, gue dengar Niria teriak, "Natius! Tangkap dia!"

Gue berlari makin kencang, turun tangga secepat mungkin. Tapi begitu sampai bawah, gue malah langsung berhenti mendadak.

Gue berhenti mendadak sampai hampir jatuh ke depan.

Anan.

Dia duduk di sofa, terlihat sama kagetnya dengan gue. Seragam hitam sekolah elitnya bikin dia kelihatan makin keren. Dia duduk dengan sikut bertumpu di lutut, condong ke depan.

Gerak, Zielle.

Jangan bengong!

Gue langsung mencoba kumpulkan nyali dan pasang senyum ramah. "Hai."

Dia balas senyum, tapi bukan senyum biasa, itu senyum andalannya, yang bikin jantung gue langsung enggak karuan. "Hai, penyihir."

Dan... jantung gue resmi lompat-lompat kayak orang gila.

"Zielle!" Niria muncul di belakang gue, terus dia juga langsung berhenti mendadak begitu melihat tamu yang enggak diduga ini. "Oh, hai, Anan."

Anan cuma balas dengan senyum.

Natius kayaknya mengerti situasi canggung ini, dan dia langsung ngomong. "Ini catatannya." Dia kasih buku catatan ke Anan.

Kehadirannya saja sudah bikin hati gue berantakan.

Anan menjabat tangan Natius. "Makasih, gue cabut dulu."

Mata dia sempat jatuh ke arah gue, dan gue langsung telan ludah. "Lo masih mau di sini, Zielle?"

"Eh... gue?"

"Kalau mau, gue bisa anterin."

Mata indah itu...

Bibir itu...

Gue kepingin banget bilang enggak, terus tolak mentah-mentah, tapi kata-kata itu macet di tenggorokan gue.

Tiba-tiba Niria berdiri di depan gue. "Enggak, dia belum mau pergi. Kita masih ada sesuatu yang mesti diselesain."

Gue bingung, tapi Niria membisikan gue pelan, "Rem tangan." Itu bikin gue tersenyum.

Anan sempat kasih gue tatapan terakhir sebelum dia keluar lewat pintu utama.

"Wah, menarik, sih," komentar Natius sambil menoleh ke kita. "Mereka berdua, tegang banget."

Niria mengangguk setuju. "Hormon mereka yang tegang, parah sih."

Natius ketawa, sementara gue kasih mereka tatapan pembunuh.

HP yang gue pegang tiba-tiba berbunyi, ada notif, dan gue baru ingat apa yang gue lakukan sebelum si "Pangeran" muncul dan bikin semuanya berantakan. Gue langsung lari naik ke atas, Niria mengejar dari belakang. Gue kunci pintu di kamar mandinya Niria, dan gue langsung merasa tolol karena harusnya gue melakukan ini dari tadi.

Gue cek chat yang masuk, dan hampir saja mulut gue jatuh ke lantai.

Pesannya dari Asta Batari.

Ternyata mereka sudah lama mengobrol, saling mengucapkan selamat pagi dan selamat malam.

"Gue bisa jelasin!" Niria teriak dari luar.

Gue ngakak, enggak bisa tahan diri. "Asta? Ya Tuhan, gue percaya banget sama yang namanya karma!"

Niria menyilangkan tangan di dada, matanya sinis. "Gue gak tahu apa yang lo pikirin, tapi lo salah besar."

"Serius, lo godain dia? Ngaku aja, lo suka sama dia!"

"Mana ada! Nih, ya, alasan gue enggak mau cerita karena gue tahu lo bakal mikir yang aneh-aneh. Dia tuh cuma anak kecil!"

“Dia bukan anak kecil, Niria, dan lo tahu itu. Dan lo sengaja mancing dia buat buktiin kalau dia tuh cowok beneran,” kata gue sambil tarik bahunya. “Sampai dia nyium lo dengan penuh gairah sampai celana dal4m lo jatuh ke lantai.”

Niria langsung keplak tangan gue biar lepas dari bahunya. “Berhenti ngarang-ngarang, deh. Gue gak suka sama dia, titik.”

“Sebulan.”

“Apaan?”

“Gue kasih waktu sebulan sampai lo datang ke gue sambil nunduk dan ngaku kalau lo jatuh sama dia. Nolak keturuan Batari tuh gak gampang, percaya deh.”

“Gue enggak mau ngomongin ini lagi.”

“Ya udah, lo gak usah ngomong. Dengerin aja,” kata gue sambil taruh tangan di pinggang. “Dia tuh bukan anak kecil, ya, ingat!  Lo cuma dua tahun lebih tua dari Asta. Dan dia tuh dewasa banget buat anak di seusianya. Kalau lo suka, kenapa mesti peduli sama apa kata orang? Lo belum pernah dengar kalau cinta gak kenal umur?”

“Pernah. Tahu, enggak gue dengar dari siapa? Dari om-om pedofil di ujung gang.”

“Niria, lebay banget, sih.”

“Udah, lupain aja soal itu.”

“Lo gak perlu bohong sama gue. Lo tahu, kan? Gue bisa baca lo kayak buku yang udah kebuka.”

“Iya, tahu. Gue cuma... gak mau... Gak mau itu jadi nyata.”

“Aduh, Niria gue tersayang, itu udah nyata.”

Niria langsung melempar bantal ke gue, terus tiba-tiba seperti ingat sesuatu.

“Oh iya! Nih, gue nemuin HP jadul yang gue bilang kemarin.”

Dia kasih gue HP kecil dengan layar warna hijau dan cuma ada gambar jam di situ. Niria senyum canggung. “Cuma bisa buat telepon sama SMS, tapi ya lumayan, lah.”

“Perfect, gue suka!!”

Setidaknya gue bisa tetap komunikasi, meskipun hati gue masih sedih gara-gara kehilangan HP gue. Gue ingat banget bagaimana kerasnya gue kerja, ambil jam lembur, menabung buat beli itu. Dan gue juga ingat kata-kata Anan waktu gue mau balikin Iphone itu, "Gue tahu lo beli itu pakai duit hasil kerja keras lo sendiri. Gue nyesel gak bisa cegah HP lo waktu itu, tapi gue bisa kasih lo yang baru. Tolong, biarin gue gantiin. Jangan keras kepala."

Gue sempat mikir, manis banget dia waktu itu. Tapi, ya begitu, setelah itu dia balik jadi brengsek lagi. Gue enggak menyangka ada orang yang bisa jadi dua kepribadian sekaligus, tapi Anan benar-benar di luar prediksi gue.

Gue pamit sama Niria buat cabut ke gerai provider. Mau pindahkan nomor lama gue ke HP baru. Ribet sih, males juga mengurus beginian, tapi ya apalah daya. Gue kepingin balik ke nomor lama gue, kerena semua orang yang gue kenal tahunya nomor itu.

Termasuk Anan.

...ᯓᡣ𐭩ᯓᡣ𐭩ᯓᡣ𐭩ᯓᡣ𐭩...

Setelah buang waktu selama dua jam, akhirnya gue pulang juga. Langit sudah mulai gelap, dan HP jadul ini enggak berhenti bunyi gara-gara notifikasi pesan yang menumpuk. Gue senyum waktu melihat pesan dari Asta, mengajak gue ke pestanya dua minggu lalu.

Aduh, kalau saja gue baca pesan itu sebelum hari H, gue pasti datang.

Ada juga pesan-pesan lebay dari Calio, kayak biasanya. Sama beberapa pesan lama dari Niria dan Gori, jelas itu sebelum mereka tahu HP gue hilang.

Tapi enggak ada pesan dari Anan.

Dan, lo mengharap apa, sih?

Dia kan orang pertama yang tahu kalau HP lo dijambret.

Gue mengeloyor masuk rumah sambil menguap, tutup pintu di belakang gue. "Guys, gue pulang!"

Sepi.

Pas gue melangkah ke ruang tamu, gue kaget. Gori lagi duduk bareng nyokap di sofa. Dia masih pakai seragam sekolah.

Dia langsung dari sekolah ke sini, apa?

Kenapa?

"Oh, lo di sini? Gue nggak nyangka," kata gue jujur.

Nyokap kelihatan serius banget. "Kamu dari mana aja?"

"Tadi ke rumah Niria, terus mampir ke gerai provider buat..."

Gue berhenti.

Ekspresi mereka bikin gue merinding. "Ada apa, sih?"

Gori menunduk, nyokap berdiri. "Gori, kamu boleh pulang. Saya mau bicara sama anak saya."

Muka gue bingung, dan Gori cuma sempat bergumam pelan pas jalan melewati gue. "Sori, ya."

Gue lihat dia keluar, terus balik menatap nyokap. Sekarang dia sudah berdiri di depan gue. "Ma, ada apa, sih?..."

Tamparan itu datang dengan tiba-tiba, bikin suara menggema di ruang tamu kecil kami.

Gue langsung pegang pipi yang berdenyut, bengong enggak percaya.

Mata gue penuh air mata. Nyokap enggak pernah memukul gue, bahkan enggak pernah kasar sama gue.

Mata dia merah, kayak lagi menahan tangis. "Mama kecewa. Yang kamu pikirin itu, apa, sih?"

"Ngomong apa, sih, Ma? Gori bilang apa?"

"Ngomong apa? Mama ngomong soal anak Mama yang di luar sana ngelakuin hal bodoh tanpa tanggung jawab!"

"Mama..."

Air matanya mulai jatuh, dan itu menusuk hati gue dalam banget.

Melihat nyokap lo nangis itu benar-benar sesak, dan enggak ada obatnya.

"Mama tuh udah kasih kamu kepercayaan, kasih kebebasan, dan kamu balas kayak gini?"

Gue enggak tahu mesti jawab apa, cuma bisa menunduk malu. Gue dengar dia tarik napas dalam-dalam.

"Kamu itu tahu, kan, apa yang Mama alamin sama Papamu? Kamu lihat itu, kan? Mama pikir satu-satunya hal baik yang bisa di ambil dari semua itu, kamu bakal belajar dari pengalaman Mama, jadi cewek cerdas yang tahu gimana ngehargain dirinya sendiri." Suaranya gemetar. "Yang enggak bakal jadi kayak Mama."

Gue benar-benar enggak punya alasan buat membela diri. Gue angkat kepala dan hati gue rasanya hancur. Nyokap pegang dadanya, berusaha mengurangi rasa sakitnya. "Maaf, Ma..."

Dia geleng-geleng sambil mengusap air matanya. "Mama kecewa sama kamu, Nak."

Gue juga, Ma.

Gue juga kecewa  sama diri gue sendiri.

Dia duduk di sofa.

"Kenapa bisa kayak gini?. Mama pikir selama ini udah didik kamu dengan baik, mama kira kita ini tim."

"Kita tim kok, Ma."

"Di mana salah Mama? Apa Mama gagal?"

Hati gue rasanya jatuh ke lantai. Gue jongkok di depan dia, pegang mukanya dengan tangan gue. "Ma... Mama enggak salah apa-apa, enggak sama sekali, Ma. Ini salah Zielle."

Dia tarik gue ke pelukannya erat-erat. "Anak Mama..." Dia cium kepala gue, terus menangis lagi. Dan hati gue terasa kayak kertas kusut yang sobek-sobek.

Gue cuma bisa ikut menangis bareng dia.

1
Hanisah Nisa
ziell...kalau...pergi ....pergi aja terus.....fokus....untuk....mantapkan dirimu....jadi wanita...kariier.....tangguh...tegas.....mandiri.......cayok...2....
Hanisah Nisa
kenapa lah....kau selalu saja...jadi perempuan...bodoh....goblok...begok....tolol....tongok....otakmu...jadi...wanita...plin.plan....murahan.....tak...berpendirian....
Hanisah Nisa
walau pun pun ..dia mempunyai keluarga toxic....bukan sewenang wenangnya buat orang...begitu....kau pun jadi wanita...jgn terlalu lembik...sangat....
Hanisah Nisa
jadi wanita jangan terlalu bodoh...mau aja di permainkan....di bagi tinggal saja....lelaki plin plan begitu....pindah sekolah ...habis cerita.....fokus pada study .../Smug/
디티아: sabar, kak.
total 1 replies
Author Amatir
Anan nama ku ✨
nuna
pauss/Panic/
Hanisah Nisa
lanjut
nuna
/Cry/
mama Al
penyihir cinta kayaknya
nuna
hee, ko bisa kpikiran kekgtu?/Facepalm/
디티아: /Grin/
total 1 replies
Hanisah Nisa
lanjut lagi
Hanisah Nisa
lanjut
nuna
wahh/Scowl/
nuna
Suka swnyum² sndiri bcanya, mkasi thor hehe
nuna
terkjoeeddd
Muhammad Habibi
Luar biasa
nuna
bwa sini bwt ak ja/Grin/
nuna
pulang!!!!!/Awkward/
☆☆D☆☆♡♡B☆☆♡♡
👍👍👍🤗🙏
nuna
ko bisa?/Hey/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!