Rama Abimana, seorang pengusaha mudah yang di khianati oleh tunangannya sendiri. Dia dengan sengaja berselingkuh dengan sekretarisnya karena alasan yang tak masuk akal.
Hingga akhirnya dia memutuskan untuk membalas dendam dengan menikahi seorang wanita secepatnya.
Siapakah wanita yang beruntung di nikahi oleh seorang Rama Abimana?
Seorang pengusaha muda terkaya sekaligus pewaris tunggal perusahaan besar Abimana Corporation.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rishalin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31
Vika dibantu berdiri oleh beberapa petugas lalu mendudukkannya ditepi trotoar, ia menutup wajahnya dengan kedua tangan dengan bahu yang berguncang.
Ia bahkan kini tengah menyalahkan Tuhan atas semua cobaan yang menimpanya, kenapa Tuhan harus menghukumnya seberat ini hanya karena satu kesalahan yang ia buat.
Ia memaksakan tubuhnya untuk bangkit, meraih bungkusan plastik putih yang masih tergantung dimotor suaminya lalu memeluknya erat.
Jika saja Suaminya tidak memikirkan dirinya, mungkin dia akan pulang kerumah dalam keadaan sehat wal'afiat, bukan berpulang kepangkuan sang Maha Pencipta seperti sekarang.
Vika diajak menaiki sebuah ambulance untuk mengantar jenazah David kerumah sakit agar bisa dibersihkan lebih dulu sebelum diantar kerumah duka.
Kini ia hanya bisa duduk disamping jasad Suaminya dengan tatapan kosong.
Kehilangan sosok pegangan hidup satu-satunya sungguh mengguncang jiwa Vika, karena ia sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi selain David setelah dibuang oleh kedua orang tuanya.
Bagaimana ia akan menjalani hidup tanpa seorangpun disisinya?
Hal yang paling membuat ia sedih adalah kondisinya yang tengah hamil besar, siapa yang akan membantunya saat akan menghadapi proses persalinan.
Setibanya dirumah sakit Vika kembali duduk termenung didepan ruang jenazah dengan tatapan kosong sambil memeluk sekotak makanan favoritnya yang masih terbungkus plastik putih.
Baginya ini adalah peninggalan berharga yang ditinggalkan Suaminya, meski tidak ada satu orang pun yang peduli dengan nasib buruk yang menimpanya.
"Permisi? Apa Ibu Istrinya Pak David?" Pertanyaan seorang pengurus jenazah berhasil menyadarkan Vika dari renungannya.
"Iya Mas, saya Istrinya Pak David, apa ada biaya yang harus saya bayar?" Tanya Vika sedikit ragu karena kini ia hanya mengantongi uang sepuluh ribu rupiah saja sisa tadi ia membayar ongkos.
"Tidak Bu, semua biaya sudah ditanggung pihak perusahaan pengemudi truk. Saya hanya ingin menyerahkan beberapa barang yang ditemukan disaku jenazah." pengurus jenazah itu mengulas senyum lalu menyodorkan sebuah dompet dengan lembaran uang merah yang cukup banyak.
"Oh iya, terima kasih banyak Mas." dengan ragu Vika meraih pemberian pengurus jenazah itu.
Matanya terpaku beberapa saat menatap lembaran merah yang kini berada ditangannya.
"Dari mana Mas David mendapat uang sebanyak ini?" Sebuah tanya kini tengah menghantui pikirannya.
Hingga akhirnya ia terpikirkan Rama karena ia ingat betul jika lokasi kejadian berada tidak terlalu jauh dari kantor Rama.
"Apakah Mas David menemui Rama untuk meminjam sejumlah uang?" Kini semakin banyak pertanyaan yang menghantui benak Vika.
***
Rama yang juga mendengar berita kejadian yang menimpa David hanya bisa menghela napas panjang sambil mengusap wajah.
Ia tidak menyangka jika pertemuannya dengan David tadi adalah pertemuan terakhir mereka.
Ternyata David jauh-jauh mendatanginya kesini hanya untuk menitipkan Istri dan calon anaknya pada dirinya, karena ia mungkin sudah mendapat firasat sebelum ajalnya menjemput.
Rama kini akhirnya kembali mengemban tanggung jawab atas kehidupan Vika, ia merogoh sakunya untuk menghubungi seseorang.
"Halo Mbak Darmi." Rama berkata setelah beberapa saat panggilannya terhubung.
"Iya Tuan, apa Tuan sudah melihat berita di TV?" Tanya Bu Darmi ragu.
"Ya, itulah alasanku menghubungi Mbak Darmi, tolong temani Vika untuk melewati masa berkabungnya. Tapi kembali rahasiakan jika aku orang yang mengirim Mbak Darmi, bilang saja Mbak Darmi pergi keluar kota karena sebuah panggilan pekerjaan." jawab Rama diiringi helaan napas panjang.
"Baik Tuan."
Rama menghempas kasar tubuhnya disofa setelah panggilan tadi berakhir, kali ia memikirkan Istrinya dirumah.
Bayang-bayang wajah Syarin yang masih terlelap membuatnya mengukir senyum.
Ia harus mendiskusikan hal ini dengan Istrinya, sebelum Istrinya tahu jika ia kembali membantu Vika secara diam-diam.
Bahkan wanita resepsionis yang sempat bertegur sapa dengan David, kini tengah berlinang air mata, permintaan maaf David bahkan masih terdengar jelas ditelinganya.
Pantas saja ucapan David tadi terdengar janggal ditelinganya, rupanya itu adalah salam perpisahan yang diberikan David.
"Aku minta maaf atas ucapan kasarku tadi Pak David." ucapnya diiringi isak tangis.
***
Butuh satu setengah jam untuk jenazah David tiba dirumah duka, beberapa petugas menurunkan jenazah David lalu dibaringkan diruang tengah.
Vika sedikit terkejut saat ia turun dari mobil sudah banyak warga yang menyambut kepulangannya.
Dengan menyeret langkahnya Vika segera mengikuti para pelayat untuk masuk kedalam.
Hampir saja Vika terjatuh dan kehilangan kesadaran, beruntung Bu Darmi dengan sigap menangkapnya.
"Ibu.." bibir Vika mengukir senyum dengan berlinang air mata setelah menatap siapa yang menangkap tubuhnya.
"Yang sabar ya Nak, Tuhan tidak akan menguji umatnya diluar batas kemampuannya." Bu Darmi memeluk Vika erat dan mengusap lembut punggungnya naik turun.
"Tapi ini sudah diluar batas kemampuanku Bu. Siapa yang akan menunjang hidupku jika Mas David meninggalkanku untuk selamanya? Siapa yang akan meraih tubuh kecil anakku ketika ia terlahir nanti?" Vika menangis sejadinya dipelukan Bu Darmi.
"Justru karena itu kamu harus kuat Nak, kamu harus bisa bertahan meski tanpa penopang hidup, agar Suamimu bangga melihat kamu disurga nanti. Jangan membebani kepergiannya dengan terus meratapi nasib yang menimpa kamu Nak." Bu Darmi semakin mengeratkan pelukannya lalu menggiring tubuh Vika untuk segera masuk.
***
Rama menyambar kunci mobil diatas meja setelah menyalin rekaman CCTV diruangannya, ia melangkah lebar menuju parkiran lalu melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.
Syarin yang kini tengah bersantai dirumah juga menyaksikan berita kecelakan yang disiarkan disalah stasiun TV.
Matanya membulat sempurna saat melihat wajah yang tidak asing juga turut menjadi korban kecelakaan tersebut.
Ia masih ingat betul wajah seorang pria yang pernah melabrak Rama dihadapannya beberapa bulan lalu.
Syarin menyandarkan tubuhnya disofa untuk sedikit menenangkan pikirannya, Rama pasti tidak akan tinggal Diam jika mengetahui hal ini.
Dan benar saja, baru saja beberapa saat ia termenung sudah terdengar suara deru mobil yang tidak asing dari halaman rumah. Ia segera bangkit untuk menyambut kepulangan sang Suami.
"Kok pulang cepet?" Tanya Syarin berpura-pura tidak tahu.
"Iya, ada hal mendesak yang harus aku sampaikan sama kamu?" Rama menarik lengan Syarin untuk membawanya masuk.
"Oh, kamu juga sedang menonton beritanya." Rama menghela napas setelah melirik TV yang menyala lalu mendudukan Syarin disofa.
"Memangnya kenapa dengan berita kecelakaan itu? Apa ada saudara kamu yang menjadi salah satu korbannya?" Syarin masih berpura-pura tidak mengerti.
"Lebih tepatnya Suami mantanku, dia bahkan tadi pagi masih sempat berkunjung kekantor untuk menitipkan Istri dan calon anaknya padaku, apa kamu tidak keberatan kalau aku kembali membantu mantanku?" Rama meraih lengan Syarin.
"Apa? Jadi pria itu tadi sempat datang kekantor untuk menemuimu?" Syarin membulatkan matanya seolah tak percaya dengan ucapan Rama.
"Iya, aku bahkan membawa rekaman CCTV saat dia berkunjung ke kantor tadi pagi." Rama merogoh sakunya lalu mengeluarkan sebuah ponsel untuk menunjukan rekaman CCTV tadi pada Syarin.
"Tidak apa-apa, tidak usah, aku percaya kok sama kamu." bibir Syarin mengukir senyum manis.
Ia cukup terharu dengan bentuk perhatian yang ditunjukan Rama, ia bahkan sampai jauh-jauh pulang kerumah hanya untuk sekedar meminta ijinnya.
"Syukurlah kalau begitu. Jadi, apa kamu memberiku ijin untuk kembali membantu mantanku?" Rama menatap Syarin lekat.
"Tentu saja, itu sebuah amanah yang harus kamu jalankan, terlebih itu amanah dari orang yang sudah meninggal, terima kasih sudah meminta ijinku lebih dulu." Syarin membelai lembut pipi Rama.
********
********
jadi penisirin.