Menjalin asmara bertahun-tahun tak menjanjikan sebuah hubungan akan berakhir di pelaminan.
Begitulah yang di alami oleh gadis bernama Ajeng. Dia menjalin kasih bertahun-tahun lamanya namun akhirnya di tinggal menikah oleh kekasihnya.
Namun takdir pun terus bergulir hingga akhirnya seorang Ajeng menikahi seorang duda atas pilihannya sendiri. Hingga akhirnya banyak rahasia yang tidak ia ketahui tentang suaminya?
Bagaimanakah Ajeng melanjutkan kisahnya??
Mari kita ikuti kisah Ajeng ya teman2 🙏🙏🙏
Selamat datang di tulisan receh Mak othor 🙏. Mohon jangan di bully, soale Mak othor juga masih terus belajar 😩
Kalo ngga suka ,skip aja jangan kasih rate buruk ya please 🙏🙏🙏🙏
Haturnuhun 🙏🙏🙏🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ibu ditca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
01. Mengakhiri Hubungan
Gadis cantik berhijab simpel itu baru menapakkan kakinya di stasiun salah satu kota di Jawa tengah.
Sudah dua bulan lamanya sang gadis cantik dan manis itu baru sempat kembali ke kampung halamannya.
Dia bekerja di salah satu restoran cepat saji berlogo kakek-kakek tua. Tentu cuti alias mas liburnya juga tidak mudah.
Sekeluarnya dari stasiun, gadis berkulit kuning langsat itu menaiki ojek yang mengantarkannya ke sebuah desa yang cukup lumayan jauh dari lokasi stasiun.
Kurang lebih setengah jam perjalanan, akhirnya gadis itu tiba di kediaman orang tuanya.
Rumah sederhana namun cukup modern mengikuti perkembangan jaman. Tak luas, namun ada halaman yang cukup untuk menampung mobil bak milik bapaknya Ajeng.
Ajeng memasuk halaman rumah tanpa gerbang itu. Di lihatnya jam yang ada di ponselnya.
Sudah tengah malam, hampir pukul dua belas. Ia yakin kedua orang tuanya sudah tidur. Tapi kalau dia tak mengetuk pintu mana mungkin ia bisa masuk.
Akhirnya ia mengetuk pintu kaca jendela kamar orang tuanya yang memang kebetulan ada di bagian depan. Sedang kamar Ajeng sendiri ada di belakang.
Tok...tok....
"Assalamualaikum ibu, bapak! Ajeng pulang!", kata Ajeng. Ajeng bisa melihat pergerakan di dari gorden yang tiba-tiba terbuka.
Wajah bapaknya khas bangun tidur muncul di balik jendela hingga mengejutkan Ajeng.
"Astaghfirullah!", pekik Ajeng. Tak lama kemudian pintu ruang tamu terbuka. Ajeng pun mendekat ke arah pintu. Gadis itu menunjukkan giginya yang putih.
"Assalamualaikum pak hehehe!"
"Walaikumsalam! Welahhh bocah kok mau balik ngga bilang-bilang! Tahu mau balik kan bapak jemput di stasiun!", oceh pak Amri, bapak nya Ajeng.
"Suruh masuk dulu lho pak, ngomelnya nanti!", sahut ibu dari dalam.
Ajeng pun masuk dengan cengiran khasnya.
Ia menyalami ibu dan bapaknya bergantian setelah meletakkan tas ranselnya di meja.
"Naik ojek tah kamu, Jeng? Apa di jemput Ranu?", tanya bapak.
"Ngojek pak. Kan mau bikin kejutan bapak ibu dan mas Ranu hehehe!"
Amri menggeleng pelan.
"Ya udah mau makan dulu ngga, nanti ibu angetin sayurnya."
"Ngga usah Bu, mau tidur aja. Ibu sama bapak istirahat lagi aja, mbok kesiangan ke pasarnya."
"Ya udah, bebersih dulu! Untung kama mu udah ibu beresin kemarin."
"Makasih Bu....!", kata Ajeng yang langsung beranjak ke kamar mandi barulah ia ke kamar untuk istirahat.
Kedua orang tua Ajeng memang punya usaha kecil-kecilan di desa. Ibunya memiliki kios sayur dan sembako di pasar. Sedang bapaknya, selain bertani dan berkebun juga tengkulak sayur.
Ajeng sendiri juga anak tunggal. Dia pernah punya adik sayangnya meninggal di usianya yang masih bayi karena sakit. Jadilah, Ajeng anak semata wayang Pak Amri dan Bu Jaenah.
Setelah subuh, kedua orang tua Ajeng sudah bersiap ke pasar.
Tok...tok..
"Nduk, ibu bapak ke pasar dulu ya! Kalo mau sarapan ada di lemari ya...!"
"Ya Bu!", sahut Ajeng yang baru selesai sholat subuh.
Gadis itu keluar dari kamarnya untuk melakukan aktifitas lainnya. Hanya tiga hari saja jatah libur yang ia dapatkan saat ini.
Suasana pagi yang masih segar membuat Ajeng ingin sekedar bersepeda keliling desanya. Usianya sudah dua puluh tiga tahun, namun ia masih seperti remaja.
Gadis cantik itu mengenakan celana cargo panjang dengan kaos tebal sampai menutup bokongnya. Tak lupa, bergo yang cukup panjang menutupi dadanya.
Dengan sandal jepit kesayangannya, Ajeng menggowes sepedanya berkeliling desa yang jarak rumah antara satu dengan yang lain masih cukup jarang.
Gadis itu tersenyum simpul saat hampir melewati sebuah rumah yang cukup bagus dan mencolok di daerah itu. Rumah orang tua Ranu, pacar dari Ajeng sejak mereka masih SMP. Ranu adalah kakak kelas Ajeng.
Rumah itu masih terlihat sepi dari luar. Hanya saja, sebuah motor sedang di panasi mungkin sebelum di pakai pemiliknya yang tak lain, Ranu.
Ajeng melewati rumah itu begitu saja tanpa ada niat untuk mampir. Masa iya mau bertamu pagi-pagi buta begini, apalagi ke rumah laki-laki. Ya kan? Apa kata orang ?
Sudah banyak tetangga yang berlalu lalang menyapa Ajeng atau pun sebaliknya.
Dan kegiatan bersepeda itu pun selesai ketika matahari mulai muncul. Ajeng kembali ke rumah dan sudah pasti, ia melewati rumah Ranu.
Dari kejauhan ,ia melihat seseorang yang ia rindukan sedang mengelap sepeda motornya. Tapi tak lama kemudian ,seorang perempuan yang memakai seragam yang sama dengan Ranu pun berhenti di depan rumah Ranu.
Ajeng menghentikan gowesan sepedanya. Ia melihat interaksi antara Ranu dan perempuan itu.
Keduanya terlihat begitu akrab. Dan tak lama kemudian, sesosok perempuan gempal keluar dari rumah itu lalu menyapa Ranu dan seseorang dengan begitu ramah.
Ajeng memutuskan untuk menyapa Ranu sebelum kekasih hatinya itu berangkat mengajar. Ya, Ranu merupakan seorang guru di sebuah SMP. Ia baru saja menjadi seorang PNS seperti kedua orang tuanya yang sudah pensiun.
"Assalamualaikum!", sapa Ajeng. Ia meletakkan sepedanya lebih dulu sebelum menyapa Ranu.
"Walaikumsalam ,Ajeng?", Ranu tampak terkejut begitu juga dengan ibunya. Hanya perempuan yang seragamnya sama dengan Ranu yang tampak menunjukkan ekspresi biasa saja cenderung ramah.
"Mas ...ibu??", sapa Ajeng.
"Kapan kamu pulang Jeng?", tanya Ranu.
"Semalam mas", jawab Ajeng.
"Ajak Ajeng masuk dulu, Nu!", pinta sang ibu.
"Ngga usah Bu, Ajeng cuma mampir sebentar. Lagi pula mas Ranu pasti sudah mau berangkat", tolak Ajeng.
"Oh ...gini aja mas Ranu, aku berangkat duluan saja. Barangkali mas Ranu masih ada perlu sama mba Ajeng", kata sosok perempuan cantik bernama Novita yang merupakan sesama guru seperti Ranu.
"Ya sudah, hati-hati!", kata Ranu. Novita pun mencium punggung tangan ibu nya Ranu sebelum benar-benar berangkat.
"Kita duduk di situ saja ya Jeng!", ajak Ranu. Ibunya Ranu meninggalkan mereka berdua di bangku itu.
"Jeng ...?!"
"Heum?", gumam Ajeng.
"Yang tadi....Novita!", kata Ranu. Ajeng mengangguk pelan.
Ranu meraih kedua tangan Ajeng yang ada di atas pahanya. Sepertinya ada hal yang cukup serius terlihat dari wajah Ranu yang tegang.
"Aku harap ...kita masih bisa berteman setelah ini, Jeng!", kata Ranu tiba-tiba.
"Maksudnya?", tanya Ajeng bingung. Ranu menggigit bibirnya sendiri. Ia seolah tak sanggup menatap mata jernih milik Ajeng.
"Aku...sudah melamar Novita!", kata Ranu dengan suara yang bergetar. Genggaman tangan Ajeng terlepas.
Gadis itu tersenyum miris.
"Sejak kapan?", tanya Ajeng. Ranu menoleh pada gadis yang ia pacari sejak belia.
"Sejak kapan kamu bermain di belakang ku, mas? Kalau kamu memang bosan sama aku, kenapa ngga ngomong dari dulu?", tanya Ajeng dengan perasaan yang sudah campur aduk.
Niatnya ingin membuat kejutan pada sang kekasih tapi kenyataannya dia yang terkejut.
"Sejak setahun yang lalu."
Ajeng memejamkan matanya. Ia merasa sangat bodoh karena tak tahu dirinya di permainkan oleh Ranu.
"Hebat sekali!", sarkas Ajeng. Ranu meraih tangan Ajeng tapi gadis itu menepisnya.
"Aku minta maaf, Jeng! Aku tahu aku salah....tapi....aku merasa sudah tidak sanggup kalau harus menjalani hubungan jarak jauh lagi."
Ajeng berdecak kesal.
"Terimakasih untuk kebersamaan kita Jeng, aku memang sayang sama kamu. Dan akan tetap sayang kamu. Tapi Novita....??''
"Heum! Ya, tak perlu di jelaskan mas. Aku paham!", Ajeng berdiri dari bangku bambu yang ia duduki bersama Ranu tadi.
"Jeng...! Aku minta maaf!", ulang Ranu sambil memegang erat kedua lengan Ajeng.
Ajeng menggeleng pelan. Matanya sudah berembun. Mungkin dalam hitungan detik, air mata itu akan meluncur.
"Hubungan suami istri saja yang sah di mata Allah bisa berakhir, apalagi hubungan seperti kita ini mas? Aku terima maaf kamu! Tapi...aku tidak tahu sampai kapan aku bisa menghilangkan rasa sakit hati ku ini mas!"
Akhirnya buliran bening itu menetes di pipi Ajeng. Di harusnya dengan kasar dengan telapak tangannya.
"Semoga kalian bahagia, karena kalian sepadan! Tidak seperti antara aku dan kamu mas!", Ajeng menunjuk dada Ranu. Ranu meraih tangan lentik itu namun di tepis dengan kasar.
"Assalamualaikum!", pamit Ajeng dengan emosi yang membuncah.
"Walaikumsalam!", jawab Ranu yang sebenarnya pun berat melepas Ajeng. Biar bagaimana pun juga, Ajeng sudah menemaninya sejak belia. Namun dengan Novita lah, ia berhasil mendapatkan pekerjaannya saat ini.
Aku minta maaf, Jeng....
💐💐💐💐💐💐💐💐💐
Welcome to tulisan receh Mak othor lagi👋👋👋👋👋
Please kalo ngga suka skip aja ya jangan di kasih rate buruk. Nangis mak othornya yang masih amatir ini.
Makasih semua 🙏🙏🙏🙏🙏
km tuh cm gede mulut doank resti... tpi kenyataan nol besar... krja gaji cm cukup buat beli make up... tpi songongmu g ktulungan...
biar tau rasa tuh ibumu yg pilih kasih...