Cinta yang datang dan menetap di relung hati yang paling dalam tanpa aba-aba. Tanpa permisi, dan menguasai seluruh bilik dalam hati. Kehadiran dirimu telah menjadi kebutuhan untukku. Seolah duniaku hanya berpusat padamu.
Zehya, seorang gadis yang harus bertahan hidup seorang diri di kota yang asing setelah kedua orang tuanya berpisah. Ayah dan ibunya pergi meninggalkan nya begitu saja. Seolah Zehya adalah benda yang sudah habis masa aktifnya. Dunianya berubah dalam sekejap. Ayahnya, cinta pertama dalam hidupnya, sosok raja bagi dunia kecilnya, justru menjadi sumber kehancuran baginya. Ayahnya yang begitu sempurna ternyata memiliki wanita lain selain ibunya. sang ibu yang mengetahui cinta lain dari ayahnyapun memutuskan untuk berpisah, dan yang lebih mengejutkan lagi, ternyata Zehya bukanlah anak kandung dari wanita yang selama ini Zehya panggil ibu.
Siapakah ibu kandung Zehya?
yuk, ikuti terus perjalanan Zehya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yunacana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Siapa aku 2
Bagas menghentikan langkahnya. Pikirannya langsung tertuju pada Zehya. Apa gadis itu menyaksikan pertengkarannya dengan Reni? Punggung Bagas terasa kebas, seolah ada sepasang mata penuh luka yang menatapnya dengan pilu. Dengan gontai, Bagas memutar tubuhnya dan alangkah terkejutnya dia ketika mendapati sesosok malaikat kecil tengah membekap mulut kecilnya dengan kedua tangan bergetar.
Bagas mendekati Zehya yang masih terpaku dengan mata yang terus mengawasi setiap pergerakan nya. tubuh kecil itu berjingkat kala Bagas mendaratkan tangan besarnya pada kedua bahu Zehya.
" Sayang... ini ayah" Suara lembut Bagas bagaikan oasis di gurun pasir. Zehya merasakan kesejukan di hatinya. Gadis kecil itu melemparkan tubuhnya pada dekapan hangat sang ayah, dan tangisnya pecah, menciptakan isakan kecil yang menyatu dengan heningnya malam.
" Ayah... siapa aku?"
Pertanyaan Zehya sontak membuat Bagas terkejut. Ada luka yang kembali menganga di hatinya. Dengan lembut, Bagas mengusap punggung putrinya dan membawa tubuh kecil yang masih sesenggukan itu meninggalkan lorong ruang kerjanya.
" Ayah... " rengek Zehya.
" Zehya adalah putri ayah, putri kandung ayah. " Ucap Bagas dengan yakin. Senyum Kecil menghiasi bibir Bagas kala ia merasakan rangkuhan Zehya pada lehernya mengencang.
" Ayah... jangan tinggalkan Zehya"
Pagi ini, suasana rumah Bagas tak sehangat biasanya. di meja makan hanya ada Bagas dan Reni. Zehya yang semalaman suntuk menangis kini tengah terlelap dengan mata bengkak.
Senda gurau yang selalu membersamai keluarga kecil itu kini tergantikan oleh keheningan yang menyiksa kedua manusia yang duduk berjauhan. Tak ada lagi senyuman indah Reni yang selalu menghiasi wajah ayunya kala melayani suaminya, juga tak ada sapaan lembut dan tatapan teduh dari Bagas untuk Istrinya.
Rani yang sudah tidak tahan dengan suasana mencekam diantara dia dan Bagas akhirnya meletakkan alat makannya dan menatap piringnya yang masih berisi menu sarapannya, utuh tak tersentuh.
" Hari ini aku akan pergi"
Hening, tak ada sahutan dari Bagas. Lelaki itu masih tetap memasang wajah datar sembari sesekali menyesap kopinya.
" Bagas..." Panggilan dari Reni menarik kesadaran Bagas. Rupanya sedari tadi lelaki itu tenggelam dalam dalamnya pikirannya sendiri.
Tanpa mengatakan sepatah katapun, Bagas menyodorkan map berwarna coklat dengan logo Pengadilan Agama kepada Reni. Sebelum Reni sempat mengomentari, Bagas terlebih dahulu menjawab.
" semua sudah selesai, kamu hanya tinggal melabuhkan tanda tanganmu saja. "
Reni menatap Bagas dengan hati ngilu. Matanya kembali memerah dan tangannya bergetar. Namun, wanita itu berusaha sedemikian rupa untuk mengontrol dirinya sendiri, walau akhirnya tetap tidak bisa menyembunyikan suaranya yang bergetar
" Semudah itu?"
" Pada kenyataannya, Aku sama sekali tidak pernah menyentuhmu, Reni. " Tegas Bagas dengan tatapan yang berkilat penuh luka walau sesaat. Reni terhenyak, kenyataan yang itu kembali menyayat hatinya. Karena dialah yang lebih tau, Bahwa Bagas sama sekali tidak pernah menggaulinya sejak mereka menikah. Bahkan malam pertamapun, yang Reni yakini bahwa lelaki yang memeluknya adalah Bagas, nyatanya bukan suaminya.
Kamar yang gelap dan pengaruh alkohol mengecohnya, selama ini Dia adalah satu-satunya manusia bodoh yang tidak tau apa-apa, meski Bagas selalu mencoba memberitahukan kebenaran padanya lewat kebisuan dan tindakannya. Namun kebebalannya membuat dia menutup matanya.
" Apakah aku masih bisa menemui Zehya?" Tanyanya perlahan, dengan penuh permohonan.
" Temuilah Zehya kapanpun kamu ingin, Reni. " Jawab Bagas datar. " Kita adalah sahabat, meski menyakitkan. Sampai kapanpun kamu adalah orang yang berarti dalam hidupku. Meski aku tidak akan lagi bisa memperlakukan kamu seperti sebelumnya, begituan sebaliknya. Aku hanya berharap, suatu saat nanti kita bisa bertemu dalam keadaan yang saling memaafkan. Aku tau, dan aku sadar. Keputusan yang aku ambil sangat melukaimu, tolong maafkan aku yang tidak bisa jujur padamu sedari awal... dengan alasan yang tidak mungkin bisa kamu terima."
Reni memberanikan dirinya untuk menatap Bagas, Sahabatnya, suami yang beberapa menit lagi akan menjadi mantan suaminya itu dengan tatapan yang rumit.
" Ya. Tak bisa ku pungkiri, apa yang kamu lakukan sangat melukaiku. Tapi... setelah aku berpikir semalam, dengan sudut pandang kamu, aku tetap tidak bisa memaafkan dengan mudah. Andai kamu berterus terang padaku sejak awal, alih-alih mencoba membuka mataku dengan diam dan segala tindakan anehmu, mungkin kita tidak akan saling menyakiti. Bagas, terimakasih... telah memberikan kesempatan padaku untuk merasakan memiliki keluarga yang hangat. Rasa sakit ini ada, luka ini nyata, pedihnya menyiksa, suasana yang kamu ciptakan telah sukses membuat aku bodoh karena tidak mengetahui kebenaran yang kamu suguhkan tepat di depan mataku. Tapi, jauh di lubuk hatiku, kebahagiaan yang kamu berikan padaku jauh lebih besar dari derita itu sendiri. " Reni menarik nafasnya, menghembuskannya dan kembali berkata. " Aku akan pergi, aku akan menjalani hidupku dengan baik, aku berjanji pada diriku sendiri , aku akan menemui kalian lagi dengan keadaan terbaik "
Setelah mengatakan semua yang ingin dia katakan. Reni meraih map coklat itu, membukanya dan melabuhan tanda tangannya tanpa mau repot repot membacanya.
" Kau, bajingan keparat. Aku harap kamu mendapatkan balasan dari perbuatanmu padaku. Haaah! " Ujarnya seraya beranjak dan meninggalkan Bagas yang terkekeh akan tingkah laku Reni.
" Semoga kamu selalu bahagia, Reni".
Reni memandangi wajah damai Zehya, kecupan sayang dia Labuhkan pada dahi, pipi dan bibir malaikat kecilnya. Rasa cintanya yang begitu besar pada Zehya membuatnya enggan meninggalkan Gadis kecil itu. Zehya yang merasa terganggu menggeliat di dalam selimutnya. Reni tersenyum kecil lalu merapikan selimut Zehya .
" Sampai jumpa, princess. "
Dengan berat hati, Reni beranjak dari posisinya duduk di ranjang Zehya dan berlalu dari kamar putri kecilnya. Langkah kakinya berhenti kala mendapati Bagas berdiri dengan punggung bersandar pada tembok dan kedua tangan di saku celana panjangnya.
Bagas menoleh, tatapan nya bertemu dengan Reni yang berhenti di depan pintu kamar Zehya yang tertutup.
" Temuilah Sepupumu, Dia menyimpan jawaban yang kamu inginkan" Setelah mengatakan hal tersebut, Bagas melenggang begitu saja. Meninggalkan Reni dengan segala kekacauan di benaknya yang sudah kusut.