Kasih, perempuan muda berusia dua puluh tahun terpaksa menggantikan Mia anak sang kepala desa lebih tepatnya tetangga Kasih sendiri untuk menikah dengan Rangga. Karena pada saat hari H, Mia kabur untuk menghindari pernikahannya.
Mia menolak menikah dengan Rangga meskipun Rangga kaya raya bahkan satu-satunya pewaris dari semua kekayaan keluarganya. Penolakan Mia di karenakan ia tidak suka melihat penampilan Rangga yang cupu dan terlihat seperti orang dungu.
Kasih yang di ancam oleh kepala desanya mau tak mau harus menggantikan Mia. Semua Kasih lakukan demi ketentraman hidup ia dan ibunya yang sudah sepuluh tahun menjanda. Lalu, apakah Kasih dan Rangga akan jatuh cinta? Apakah pernikahan Kasih dan Rangga akan bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ni R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 03
Hahahaha.......
Hahahaha........
Gelak tawa ricuh dari beberapa orang warga yang sedang duduk santai membuat Kasih merasa risih. Bukannya apa, Kasih dan Rangga yang sekarang sedang berjalan kaki menuju rumah Erni. Setelah dua minggu menikah baru sekarang Kasih pulang.
"Lihatlah si Kasih. Dia gadis yang cantik. Kenapa dia mau menikah dengan laki-laki cacat fisik dan dungu ini?" Seseorang mengejek Kasih dan Rangga.
"Kalian semua tahu jika keluarga Raharja adalah keluarga kaya raya. Pasti Kasih sudah tergiur dengan uang mereka. Dasar anak janda miskin!"
"Wah,...wah,....enteng banget kalau ngomong. Tahu apa kalian tetang pernikahan ku hah?" Kasih membela diri.
"Kamu itu cantik Kasih. Kenapa kamu mau dengan si tonggos dan dungu ini?"
"Bukan urusan kalian!" Bentak Kasih.
"Bilang aja karena uang!" seru salah seorang warga.
Kasih menarik tangan Rangga yang sejak tadi hanya diam saja memperhatikan satu persatu wajah dari orang yang sudah menghina Kasih dan dirinya.
"Ayo kita pergi...!" Ajak Kasih.
Kasih dan Rangga kembali melanjutkan perjalanan mereka.
Belum habis lagi hinaan, dua ibu-ibu yang sedang mengobrol di depan rumah mereka ikut-ikutan mengejek Kasih.
"Ya ampun Kasih, mau aja ama si tonggos. Itu kalau main di atas ranjang gimana?, gak geli?"
"Tutup mata kali bu,....!!"
Kedua ibu-ibu tersebut tertawa kencang.
Kasih hanya bisa membuang nafas kasar, tanpa menghiraukan mereka kembali melanjutkan perjalanan.
"Heran sama manusia zaman sekarang, suka banget menghina fisik orang. Kek mereka sempurna aja!" Gerutu Kasih.
"Kasih, kamu kenapa nak?" Tanya bu Erni, "masuk gak permisi gak salam malah ngomel!"
"Mereka itu loh bu, menghina fisik mas Rangga. Aku gak suka!" Adu kasih.
"Biarin aja. Aku gak kenapa-kenapa kok. Udah biasa," ucap Rangga.
"Woi Kasih,....suami mu itu minimal di suruh operasi plastik aja biar ganteng sedikit. Orang kaya kok gak mampu operasi plastik....!!" Tetangga Kasih dari luar rumah.
Kasih yang panas langsung keluar dari rumahnya.
"Burung suami ibu aja di operasi. Mungkin kurang besar makanya ibu sibuk ngurusin suami orang!" Sahut Kasih yang benar-benar kesal.
"Di kasih tahu kok gak terima. Dasar si Kasih!"
Ibu-ibu tersebut kembali masuk ke dalam rumahnya.
Belum juga Kasih masuk ke dalam rumah, Mia keluar dari dalam rumahnya lalu mengejek Kasih.
"Gimana Kasih, enak nikah sama si tonggos dan dungu?" Celetuk Mia.
"Wah, iya. Enak banget, uangnya banyak!" Sahut Kasih.
"Cari suami yang tampan biar kita bisa hidup awet muda sampai tua. Masalah uang bisa di cari sama-sama," ucap Mia yang merasa tak bersalah.
"Semua ini gara-gara kau. Seharusnya kau malu saat menampakan wajah mu yang sok cantik itu. Jika bukan karena ancaman orang tua mu yang sok berkuasa itu, tidak mungkin aku yang akan jadi tumbal!"
"Heh Kasih, jaga bicara mu!" Sentak bu Wiwin.
"Ayo masuk. Jangan hiraukan mereka!" Rangga menarik tangan Kasih, mengajaknya masuk ke dalam rumah.
Bu Erni hanya bisa menghela nafas panjang seraya bergeleng kepala.
"Makan gih, ibu sudah masak makanan kesukaan kamu!" Ujar bu Erni.
"Nada mana bu?" Tanya Kasih yang tak melihat sang adik sejak tadi.
"Sedang mengambil uang penjualan kue. Bentar lagi juga pulang!" Jawab bu Erni, "Kasih. Jangan hiraukan omongan orang yang menyudutkan kamu dan Rangga. Biarin aja, nanti juga capek sendiri."
"Mereka itu kalau gak di lawan itu ngelunjak bu. Enak aja ngatain orang sembarangan!"
"Udah ah, gak usah ngomel. Rangga yuk makan!"
Mereka kemudian makan bersama-sama, tak berapa lama Nada pulang dan langsung memberikan sejumlah uang pada ibunya.
Rangga memperhatikan kebiasaan keluarga kecil ini, nampak sederhana namun terasa bahagia.
"Masakan ibu enak," puji Rangga.
Bu Erni tersenyum lalu berkata, "terimakasih Rangga. Makan seadanya ya, ibu gak bisa beli lauk yang mahal."
"Gak apa-apa kok bu. Ini juga lebih dari enak!"
Mereka melanjutkan makannya, selesai makan mereka duduk di ruang keluarga.
"Nada,....!!" Panggil Rangga.
"Iya mas, ada apa?" Tanya Nada sopan.
"Ini untuk kamu!" Ujar Rangga memberikan paper bag.
"Apa ini mas?" Tanya Nada penasaran.
"Buka aja!!"
Nada mengeluarkan isi dari paper bag tersebut.
"Wah, laptop. Nada udah lama pengen laptop, makasih ya mbak, mas!" Ucap Nada yang senang.
"Aduh Rangga, ibu gak enak hati." Ujar bu Erni.
"Tidak apa-apa bu. Tidak usah bersikap seperti itu, semoga dengan adanya laptop ini bisa menunjang fasilitas belajar Nada." Sahut Rangga.
"Jangan memanjakan dia!" Seru Kasih.
"Apa sih mbak!" Nada memanyunkan bibirnya.
"Jangan dengarkan mbak mu!" Ujar Rangga.
"Bu, sudah sore. Kami harus pulang. Kasih pamit ya bu," ucap Kasih sembari melihat ke arah jam dinding.
"Tidak menginap kah?"
"Lain aja bu. Mas Rangga banyak pekerjaan!" Ujar Kasih yang berbohong. Bukannya apa, Kasih tidak ingin ibu dan adiknya melihat sikap Rangga yang aneh. Sudahlah tadi saat makan bu Erni merasa sedikit risih melihat cara makan Rangga yang seperti anak kecil.
Sama seperti berangkat, pulangnya Kasih dan Rangga terus di ejek oleh warga setempat. Geram betul Kasih, tapi Rangga menahannya untuk tidak membalas. Sebenarnya Kasih merasa malu, tapi mau bagaimana lagi keadaan sudah seperti ini. Mau tidak mau Kasih harus ikhlas menerima jodohnya.
Aku ingin mandi. Aku ingin mendinginkan otak ku!" Ujar Kasih bergegas pergi ke kamar mandi.
Sedangkan Rangga hanya duduk di sofa sambil memainkan ponselnya. Pria ini sangat menikmati kehidupan barunya setelah menikah. Kasih tidak begitu buruk, perempuan yang terpaksa menikah dengannya ini tidak sekali pun melontarkan kata-kata yang menyinggung perasaan Rangga. Malah sebaliknya, Kasih suka membela Rangga di depan banyak orang yang suka menghinanya.
Tak berapa lama Kasih keluar dari kamar mandi, rambut basah ia biarkan tergerai di tambah lagi Kasih saat ini mengenakan celana pendek yang menampakan kulit kaki jenjangnya. Belum lagi kaos oblong yang ia kenakan sangat membentuk tubuhnya.
"Lihat apa?" Tanya Kasih mendadak menutup tubuhnya dengan handuk.
"Tidak ada!" Jawab Rangga singkat. "Kasih, buatkan aku jus apel dan pisang jangan lupa pake susu!" Titah Rangga.
"Hidiih,....mandi sana!" Ujar Kasih.
"Sebelum aku keluar dari kamar mandi, jus itu sudah harus ada di kamar ini."
"Iya,...iya....tuan!"
"Mas, kau harus memanggil ku seperti itu!"
Kasih membuang nafas kasar, memandang kesal pada suaminya.
"Ingin sekali aku cabut giginya yang banyak bicara itu," batin Kasih benar-benar kurang ajar.
Kasih bergegas pergi ke dapur, ia langsung menyiapkan bahan untuk membuat Jus. Tak berapa lama satu gelas jus apel di campur pisang sudah siap di minum.
"Wajahnya berantakan, tapi kulit tangannya seperti orang perawatan. Apa karena mas Rangga kebiasaan meminum jus seperti ini ya?" Kasih yang polos terus bertanya-tanya pada dirinya sendiri.
Kasih membuka pintu, ia melihat jika Rangga sudah selesai mandi.
"Cepat amat mandinya. Sabunan apa gak?" Tanya Kasih.
"Banyak tanya. Sana pergi, jangan ganggu aku!"
"Hidih,...bukannya bilang terimakasih malah ngusir!"
Rangga acuh dan tidak peduli, pria ini keluar dari kamarnya.
"Mas, mau kemana?" Tanya Kasih penasaran.
"Jangan ganggu aku, aku ada pekerjaan!" Ujar Rangga yang ternyata pergi ke ruang kerjanya.
Terserah Rangga mau melakukan apa, yang penting Kasih hanya ingin rebahan manja sambil memainkan ponselnya.
"Pernikahan macam apa yang ku jalani ini?"
Huft,....
Kasih membuang nafas panjang, ia meletakan ponselnya sembarang.
"Aku dan mas Rangga hanya dua orang asing yang di paksa tinggal bersama. Oh Tuhan, bisakah aku mencintai suami ku sendiri?"
Kasih mulai memikirkan kehidupannya yang entah akan menjadi seperti apa kedepannya.
"Pak Rahman sialan. Jika bukan karena ancamannya, tidak mungkin aku akan menjadi seperti ini."