Karena sebuah mimpi yang aneh, Yuki memutuskan untuk kembali ke dunia asalnya. Walaupun Dia tahu resikonya adalah tidak akan bisa kembali lagi ke dunianya yang sekarang. Namun, saat Yuki kembali. Dia menemukan kenyataan, adanya seorang wanita cantik yang jauh lebih dewasa dan matang, berada di sisi Pangeran Riana. Perasaan kecewa yang menyelimuti Yuki, membawanya pergi meninggalkan istana Pangeran Riana. Ketika perlariaannya itu, Dia bertemu dengan Para Prajurit kerajaan Argueda yang sedang menjalankan misi rahasia. Yuki akhirnya pergi ke negeri Argueda dan bertemu kembali dengan Pangeran Sera yang masih menantinya. Di Argueda, Yuki menemukan fakta bahwa mimpi buruk yang dialaminya sehingga membawanya kembali adalah nyata. Yuki tidak bisa menutup mata begitu saja. Tapi, ketika Dia ingin membantu, Pangeran Riana justru datang dan memaksa Yuki kembali padanya. Pertengkaran demi pertengkaran mewarnai hari Yuki dan Pangeran Riana. Semua di sebabkan oleh wanita yang merupakan bagian masa lalu Pangeran Riana. Wanita itu kembali, untuk menikah dengan Pangeran Riana. Ketika Yuki ingin menyerah, sesuatu yang tidak terduga terjadi. Namun, sesuatu yang seharusnya menggembirakan pada akhirnya berubah menjadi petaka, ketika munculnya kabar yang menyebar dengan cepat. Seperti hantu di malam hari. Ketidakpercayaan Pangeran Riana membuat Yuki terpuruk pada kesedihan yang dalam. Sehingga pada akhirnya, kebahagian berubah menjadi duka. Ketika semua menjadi tidak terkendali. Pangeran Sera kembali muncul dan menyelamatkan Yuki. Namun rupanya satu kesedihan tidak cukup untuk Yuki. Sebuah kesedihan lain datang dan menghancurkan Yuki semakin dalam. Pengkhianatan dari orang yang sangat di percayainya. Akankah kebahagiaan menjadi akhir Yuki Atau semua hanyalah angan semu ?. Ikutilah kisah Yuki selanjutnya dalan Morning Dew Series season 3 "Water Ripple" Untuk memahami alur cerita hendaknya baca dulu Morning Dew Series 1 dan 2 di profilku ya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vidiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
31
Yuki, yang menyaksikan perdebatan itu dari jauh, merasa jantungnya berdebar. Dia tahu Pangeran Riana melakukan ini untuk melindunginya, tetapi dia juga merasakan dampak dari kata-kata Pangeran Riana. Perasaannya campur aduk, di satu sisi, dia senang mendengar pengakuan cinta Pangeran Riana untuknya, tetapi di sisi lain, dia merasa kasihan pada Putri Marsha.
“Aku tidak akan mundur, Riana,” Putri Marsha bersikeras, suaranya mulai meninggi. “Aku akan berjuang untukmu, meskipun harus berhadapan dengan Yuki. Aku tidak akan membiarkan wanita itu mengambilmu dariku.”
Pangeran Riana menghela napas, merasa frustrasi. “Kau tidak mengerti. Ini bukan tentang siapa yang menang atau kalah. Ini tentang apa yang terbaik untuk kita semua. Yuki adalah segalanya bagiku, dan aku tidak akan membiarkanmu merusak apa yang telah kami bangun.”
Putri Marsha menatap Pangeran Riana dengan mata penuh kepedihan, mengungkapkan kebenaran yang telah lama ia pendam. “Aku tahu, Kau hanya memanfaatkanku untuk menutupi Yuki. Sikapmu selalu berbeda dengan Yuki. Bahkan musuh-musuhmu mulai menyadari, dan sekarang mereka mengincarnya.”
Dia menarik napas panjang sebelum melanjutkan, suaranya sedikit bergetar. “Kau tidak pernah mengizinkan wanita manapun mengendarai kuda bersamamu, makan malam hanya berdua dengan seorang wanita, apalagi membiarkan wanita lain tinggal di kamarmu. Semua orang tahu, istanamu adalah tempat yang tidak pernah Kau izinkan diinjak oleh wanita-wanitamu.”
Pangeran Riana mendengarkan kata-kata Putri Marsha dengan tenang, tetapi sorot matanya mulai mendingin. “Kau benar, Marsha,” jawabnya dengan nada datar. “Tidak ada wanita lain yang pernah aku perlakukan seperti Yuki. Aku tidak pernah mengizinkan siapapun mengendarai kuda bersamaku, atau makan malam berdua. Tidak ada yang pernah tidur di dalam kamarku, karena mereka tidak pernah berarti apa-apa bagiku. Tidak kecuali itu Kau”
Plak !!!
Putri Marsha menampar Pangeran Riana keras.
Pangeran Riana menatap Putri Marsha dengan mata dingin, wajahnya tidak menunjukkan sedikit pun reaksi setelah tamparan keras itu. “Memandang hubunganku dengan Xasfir,” ucapnya dengan nada datar tapi tegas, “Aku tidak akan membuat perhitungan kali ini.”
Dia berdiri tegak, tanpa menyentuh pipinya yang baru saja ditampar. Sementara Putri Marsha tampak terengah-engah, matanya dipenuhi kemarahan yang terpendam.
“Namun, jika kau menyentuhku atau Yuki lagi, aku tidak akan sebaik ini, Marsha. Ini peringatan terakhirku.”
Pangeran Riana kemudian berbalik, tanpa memberi Putri Marsha kesempatan untuk membalas, dan berjalan menjauh dengan langkah tenang namun penuh ketegasan.
Suara tangisan Putri Marsha menggema di taman yang sepi, memanggil Pangeran Riana dengan nada putus asa dan penuh frustrasi. “Riana!” serunya dengan getir, air mata mengalir di pipinya. Cintanya yang tidak pernah bersambut menghancurkannya, semakin menyakitkan saat menyadari bahwa Pangeran Riana tidak pernah memandangnya baik dulu ataupun sekarang.
Riana terus berjalan tanpa menoleh ke belakang, hatinya tidak tergerak oleh tangisan itu. Setiap langkahnya semakin menjauhkan dirinya dari Putri Marsha, seolah menegaskan bahwa hubungan mereka benar-benar telah berakhir. Hanya Yuki yang ada di pikirannya sekarang, wanita yang telah memenangkan hatinya sepenuhnya.
Yuki berdiri kaku di balik bayangan pepohonan taman, menyaksikan seluruh adegan di depan matanya. Suara tamparan tadi menggema dalam heningnya malam, membuat dadanya berdebar kencang. Ia terdiam, tak mampu bergerak atau berkata apa-apa. Perasaan tak nyaman memenuhi hatinya, tetapi ia tak tahu apakah itu karena Putri Marsha atau karena pengakuan dingin dari Pangeran Riana.
Tatapannya tertuju pada wajah Pangeran Riana yang tetap tenang meski baru saja ditampar. Namun, saat ia mendengar kalimat-kalimat terakhir Pangeran Riana, Yuki merasakan dadanya semakin sesak—tak tahu apakah ia harus merasa lega atau justru terluka oleh kenyataan yang dipertontonkan di hadapannya.
...****************...
Yuki duduk diam di atas pagar atap, angin musim semi yang dingin menerpa wajahnya dengan lembut. Tatapannya terpaku pada pemandangan luas di bawahnya—istana megah, taman yang tenang, dan lautan awan di kejauhan. Namun, pikirannya jauh melampaui apa yang bisa ia lihat.
Pangeran Riana, yang sekarang menjadi ayah dari anak yang dikandungnya, selalu menjadi sosok yang penuh teka-teki baginya. Obsesinya yang kuat, perlakuannya yang kadang lembut namun mendominasi, semuanya membuat Yuki bingung akan arah hubungan mereka.
Dan kemudian ada Pangeran Sera—sosok yang lebih lembut, penuh perhatian, dan selalu melindunginya. Bagaimana reaksi Sera ketika mengetahui bahwa Yuki sekarang mengandung anak dari Pangeran Riana? Pikiran itu menghantui Yuki, menambah beban berat di hatinya. Pangeran Sera yang saat ini masih berada di medan perang, mungkin tidak akan pernah memandangnya sama lagi setelah mendengar kabar ini.
Yuki menutup matanya sejenak, merasakan desiran angin yang membawa ketenangan sesaat di tengah kegelisahannya. Hal yang paling tidak diinginkannya di dunia ini adalah menyakiti hati Pangeran Sera.
Pangeran Sera selalu memperlakukannya dengan kelembutan, memberi perhatian yang tulus tanpa pernah memaksakan apapun padanya. Keberadaan Pangeran Sera adalah sumber kenyamanan bagi Yuki, sosok yang menenangkannya saat dunia terasa begitu kacau.
Pangeran Sera selalu menjadi bintang jatuh dalam kehidupan Yuki—muncul di saat-saat tergelap, membawa cahaya dan keberuntungan. Sejak pertemuan mereka, Pangeran Sera telah menjadi pelindung yang lembut, orang yang tak pernah menuntut, tapi selalu ada saat Yuki membutuhkannya. Seperti bintang jatuh yang singkat namun penuh harapan, Pangeran Sera mengubah arah hidup Yuki.
Namun kini, dengan kabar kehamilannya, Yuki merasa keberuntungan itu bisa berubah menjadi luka yang dalam. Bagaimana mungkin dia menyampaikan hal ini kepada Pangeran Sera tanpa menghancurkan hubungan yang mereka bangun?
Yuki tersentak ketika merasakan sepasang tangan yang kuat dan hangat melingkar di tubuhnya dari belakang. Dia segera tersadar dari lamunannya dan mendongak perlahan. Pandangannya bertemu dengan wajah Pangeran Riana yang menatapnya dalam diam, sorot matanya tajam namun juga penuh perhatian.
“Kenapa kau duduk di sini sendirian?” suara Pangeran Riana terdengar tenang namun tegas, dan pelukannya semakin erat, seolah memastikan Yuki tidak akan terjatuh dari pagar tempat dia duduk.
Yuki diam, berusaha mencari jawaban di tengah kekacauan perasaannya. Pangeran Riana, yang biasanya mendominasi dengan sikap kerasnya, kini terasa hangat dan melindungi, meskipun Yuki tahu di balik sikap itu ada banyak hal yang belum terselesaikan di antara mereka.
“Aku mencarimu di kamar tapi para pelayan mengatakan Kau pergi mencariku” Pangeran Riana melanjutkan, suaranya kali ini lebih lembut, “Ada apa, Apa ada yang menganggu hatimu.”
Yuki menggelengkan kepala.
Pangeran Riana memandang Yuki dengan saksama, tatapannya mencari jawaban lebih dalam dari apa yang Yuki perlihatkan. “Kau selalu mencoba menyembunyikan perasaanmu dariku,” ucapnya lirih, suaranya terdengar penuh kekhawatiran.
Yuki, masih memegang tangan Pangeran Riana, menggelengkan kepala lagi pelan. “Tidak ada yang perlu dikhawatirkan,” jawabnya, suaranya lembut namun terdengar berat.
Pangeran Riana menurunkan Yuki dari pagar dengan hati-hati, memastikan dia berdiri dengan aman di tanah. Saat Yuki menghindari tatapannya, Pangeran Riana menarik Yuki lebih dekat dan berkata pelan, “Kau bisa bercerita padaku, Yuki. Aku tahu ada sesuatu yang mengganggumu.”
Yuki menatap Pangeran Riana sesaat. Kemudian Dia berjinjit, ada dorongan dalam dirinya untuk mencium Pangeran Riana. Namun karena Pangeran Riana cukup tinggi, Yuki tidak mampu menggapainya.
Pangeran Riana tersenyum kecil melihat usaha Yuki yang gagal menggapainya. Tanpa berkata apa-apa, ia menundukkan badannya sedikit, cukup untuk membuat Yuki bisa menggapai bibirnya. Yuki memandangnya sejenak, ragu-ragu, namun akhirnya bibir mereka bersentuhan.
Ciuman itu lembut, namun penuh dengan perasaan yang tak terucapkan. Pangeran Riana membiarkan Yuki memimpin, merasakan betapa rentan dan tulusnya dia di momen tersebut.
Yuki menarik Pangeran Riana lebih dekat, melingkarkan tangannya di lehernya, seolah tak ingin ada jarak di antara mereka. Ciumannya semakin dalam, penuh keinginan yang tak terucapkan. Pangeran Riana, terkejut dengan intensitas Yuki, awalnya diam, namun tak butuh waktu lama baginya untuk membalas ciuman itu dengan gairah yang sama.
Tangan Pangeran Riana bergerak ke pinggang Yuki, menariknya erat, seakan ingin meyakinkan bahwa Yuki adalah miliknya. Kemudian Dia mengangkat tubuh Yuki dengan mudah, membawanya dengan penuh kelembutan dan memastikan Yuki nyaman saat dia mendudukkannya di atas pangkuannya. Yuki masih memeluk Pangeran Riana erat, seolah tidak ingin ciuman mereka terhenti.
Pangeran Riana membelai rambut Yuki dengan tangan yang bebas, sementara tangan satunya menjaga punggung Yuki agar tetap dekat dengannya. Keintiman itu begitu dalam, seakan mereka tidak membutuhkan kata-kata untuk menyampaikan perasaan yang meluap. Momen tersebut terasa abadi, hanya ada mereka berdua, tenggelam dalam ciuman dan sentuhan yang semakin mengukuhkan ikatan di antara mereka.
Yuki masih terengah-engah ketika melepaskan ciumannya. Nafasnya terasa berat, namun hatinya dipenuhi oleh kehangatan yang mendalam. Pangeran Riana dengan lembut mengusap sudut bibir Yuki, menghapus sedikit air liur yang menetes.
Senyuman tipis menghiasi wajah Pangeran Riana saat dia menatap Yuki dengan penuh kehangatan dan kedalaman. “Bagaimana kalau malam ini kita habiskan di sini,” katanya dengan nada lembut, tangannya masih erat memeluk Yuki. “Untuk menjenguk anakku,” lanjutnya, penuh makna, matanya mengarah ke perut Yuki seolah mengingatkan akan kehidupan yang tengah mereka nantikan bersama.