Rachel seorang mualaf mantan kupu-kupu malam dan dinikahi oleh seorang anak ustad, berharap pernikahannya akan membawanya ke surga yang indah.
Namun, ternyata semua tidak seindah yang dia bayangkan. Farhan menikahi Rachel hanyalah untuk menolongnya keluar dari dunia hitam.
Mampukah Rachel bertahan dalam rumah tangga yang tanpa cinta?
Jangan lupa subcribe sebelum melanjutkan membaca.
info tentang novel mama bisa di dapat di
ig reni_nofita79
fb reni nofita
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21. Terbiasa Diabaikan
Farhan dan keempat temannya sedang menunggu kehadiran Rachel di meja makan. Setelah setengah jam menunggu, istrinya itu tidak jua muncul.
"Istri kamu kemana, Han? Dah lapar nih!" ucap Dodi.
"Tadi saat aku ke sini, Rachel masih solat. Aku rasa dia Mungkin dia masih mengaji. Rachel memang sering begitu. Sehabis solat, lanjut mengaji. Makanya baru satu bulan mualaf, istriku itu sudah mulai lancar membaca Al-Qur'an nya," ucap Farhan dengan sedikit bangga.
Farhan mengakui jika istrinya itu sangat cerdas sehingga cepat sekali menguasai bacaan ayat suci. Dia juga sudah tepat dalam pembacaan ayat-ayat untuk solat.
"Rachel itu mualaf?" tanya Reno. Sepertinya dia kaget mendengar pernyataan Farhan itu.
"Sepertinya kamu kaget mendengarnya, apa kamu juga merasa pernah melihat Rachel?" tanya Mia.
"Bukan karena itu. Aku hanya salut saja. Dia yang baru saja mempelajari tentang islam tapi telah begitu konsistennya belajar, kita yang terlahir sebagai muslim saja begitu mudahnya meninggalkan kewajiban. Seharusnua kita yang mencontohkan hal baik padanya!" ucap Reno.
Yuni dan Mia saling pandang. Dia tahu jika Reno menyindir mereka berdua. Farhan yang melihat sahabatnya saling sindir, berdiri dari duduknya.
"Aku panggil Rachel dulu," ucap Farhan.
Keempat teman Farhan itu hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban. Tidak ada suara yang keluar dari mulut mereka.
Seperti dugaannya, Rachal sedang mengaji di musala yang terdapat di villa ini. Dengan perlahan Farhan duduk di samping istrimu.
"Udahan mengajinya? Kita makan lagi," ucap Farhan melihat Rachel menutup kitab suci itu.
"Apa Mas belum makan?" Rachel balik bertanya.
"Aku dan yang lainnya menunggu kamu."
"Kenapa nggak makan aja duluan, Mas. Aku bisa nanti menyusul."
"Mana mungkin duluan makannya. Pasti mereka merasa nggak enakan kalau meninggalkan kamu dengan makan duluan."
"Tapi tadi sore mereka biasa saja meninggalkan aku sendirian!" ucap Rachel penuh penekanan.
"Kamu marah sama mereka?" tanya Farhan.
"Kenapa aku harus marah, Mas? Semenjak kedua orang tuaku meninggal, aku telah terbiasa sendirian, sudah terbiasa dengan kehilangan, sudah terbiasa dengan kecewa, sudah terbiasa diasingkan, sudah terbiasa tidak dianggap, dan aku juga terbiasa bodo amat dengan apa pun yang terjadi. Jadi aku tidak akan marah," ucap Rachel dengan tersenyum.
Farhan mendekati istrinya itu. Memeluk dan mengecup pipinya. Dia tahu pastilah ada sedikit rasa kecewa Rachel pada temannya, cuma wanita berusaha menutupi saja.
"Aku beruntung memiliki istri yang sangat pengertian seperti kamu. Mari kita makan. Perutku sudah lapar," ucap Farhan dengan memegang perutnya.
Rachel dan Farhan bergabung dengan lainnya. Saat makan semua hanya diam membisu, tidak ada yang mengeluarkan suara.
Setelah makan malam, mereka berenam duduk sambil menonton televisi. Terdengar suara ponsel Rachel berbunyi. Dia merogoh saku baju gamisnya mengambil ponsel.
"Maaf, aku mengangkat telepon dulu," ucap Rachel memohon izin.
"Dari siapa, Chel?" tanya Farhan penasaran.
"Dari ibu, Mas. Aku ingkat dulu," ucapnya. Rachel berdiri dan berjalan sedikit menjauh. Dia memilih duduk di sofa tamu yang berjarak cuma dua meter dari ruang keluarga.
"Assalamu'alaikum, Rachel. Apa kabar, Nak," ucap ibu di seberang sana.
"wa'alaikumussalam wa rahmatullahi wa barakatuh, Bu. Alhamdulillah aku sehat. Kabarnya ibu dan ayah bagaimana?" tanya Rachel.
"Ibu dan ayah alhamdulillah sehat, Nak. Bagaimana bulan madunya?" tanya Ibu.
"Sangat menyenangkan, Ibu. Namanya saja bulan madu. Pastilah sangat istimewa. Ibu pasti pernah merasakan itu," jawab Rachel.
"Syukurlah kalau sangat menyenangkan. Ibu bahagia mendengarnya. Ibu kuatir tadinya."
"Jangan kuatir, Bu. Mas Farhan sangat perhatian dan tidak pernah mengabaikan akh. Mas Farhan mengajakku jalan berdua, ke semua tempat wisata."
"Sudah dulu, Nak. Ibu jadi mengganggu bulan madumu."
"Tidak mengganggu kok, Bu."
"Assalamu'alaikum, Nak. Jika telah kembali ke kota, kabari ibu. Sebenarnya ibu belum puas denganmu," ucap Ibu.
"Ibu, aku akan sering berkunjung."
"Ibu tunggu kedatangan kamu dan Farhan. Assalamu'alaikum."
"wa'alaikumussalam wa rahmatullahi wa barakatuh, Bu."
Sambungan ponsel pun ditutup. Farhan dan keempat temannya saling pandang. Yuni dan Mia berdiri mendekati Rachel.
"Maaf Rachel. Aku dan Mia tidak pernah bermaksud mengganggu bulan madu kalian. Kami tidak tahu jika Farhan mengajak kami liburan sekalian dia bulan madu. Kami kira Farhan belum menikah," ucap Yuni.
"Kami harap kamu jangan salah paham dan mengadu semua ini pada orang tua Farhan," ucap Mia.
Farhan, Dodi dan Reno ikutan berdiri. Mereka mendekati Rachel.
"Maaf jika kehadiran kami sangat mengganggu. Kami benar-benar tidak tahu jika ini bulan madu kalian. Kami tadi juga minta maaf karena mengabaikan kamu. Sekali lagi aku minta maaf," ucap Reno.
Farhan lebih mendekat ke arah istrinya. Duduk di samping wanita itu.
"Rachel, temanku benar. Mereka tidak tahu jika aku telah menikah. Makanya mereka mau saja saat aku minta datang buat liburan. Aku harap kamu tidak mengatakan semua ini dengan ayah dan ibu," ucap Farhan
"Tenang saja, Mas. Aku tidak akan mengatakan apa pun pada ayah dan ibu. Aku telah terbiasa melalui fase-fase yang begitu sulit sendirian. Bahkan aku telah kehilangan semua tempat mengadu di antara banyaknya manusia. Hanya Allah tempatku pulang, saat dunia mengabaikan ku sendirian. Aku pun mulai mengerti, bahwa di dunia ini tidak ada yang mampu menyelamatkan diriku kecuali Allah."
...****************...