Akhir diskusi di majelis ta'lim yang dipimpin oleh Guru Besar Gus Mukhlas ternyata awal dari perjalanan cinta Asrul di negeri akhirat.
Siti Adawiyah adalah jodoh yang telah ditakdirkan bersama Asrul. Namun dalam diri Siti Adawiyah terdapat unsur aura Iblis yang menyebabkan dirinya harus dibunuh.
Berhasilkah Asrul menghapus unsur aura Iblis dari diri Siti Adawiyah? Apakah cinta mereka akan berakhir bahagia? Ikuti cerita ini setiap bab dan senantiasa berinteraksi untuk mendapatkan pengalaman membaca yang menyenangkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hendro Palembang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana Kudeta Bion
"Engkau telah memanfaatkan Lucifer untuk membuka segel tersebut. Aku teringat insiden dua puluh tahun yang lalu, akhirnya Raja Affan terpenjara didalam Jurang Neraka. Meskipun dia masih hidup, hal itu tidak ada bedanya dengan menganggap dia telah tewas. Namun kini engkau mengkhawatirkan hal ini?" Malik penasaran terhadap Bion yang mengkhawatirkan kenyataan bahwa Raja Affan masih hidup.
Bion menjelaskan dengan panjang lebar. "Manusia di alam dunia yang fana selalu berusaha mempertahankan hidup dengan berbagai cara demi memperoleh makanan. Bahkan diantara mereka melakukannya untuk kekuasaan, ingin dicintai dan ideologi. Aku dan kamu adalah makhluk abadi, tetapi aku tidak menginginkan semua itu. Aku hanya ingin ketenangan tanpa ada yang mengusik."
"Engkau bisa membicarakan hal itu kepada Pemimpin Kerajaan. Apakah engkau tidak mempercayainya?" Malik berfikir bahwa Bion memiliki niat untuk memberontak.
Bion mengungkapkan alasannya yang tidak mempercayai Ratu Salamah. "Raja Affan dan Pemimpin Kerajaan adalah ayah dan anak. Mereka sudah pasti akan saling melindungi. Sementara pandanganku terhadap Ratu Salamah hanyalah sebatas hubungan kerjasama. Aku tidak perlu sepenuhnya percaya terhadap Ratu Salamah. Engkau jangan terlalu banyak menceramahi aku. Semakin sedikit yang engkau katakan, semakin kecil kemungkinan tewasnya salah satu diantara kita."
"Penasehat Kerajaan, bagaimana jika Ratu Salamah tahu dan hendak menghentikan kamu?" Malik mengancam Bion dengan cara yang halus.
"Menghentikan aku?" Bion merasa tertantang.
Malik kembali memberikan gambaran jika Bion masih bersikeras. "Banyak yang akan menjadi korban atas tindakanmu ini. Sementara, tidak ada tempat bagi seorang gelandangan yang telah diselamatkan, dan yang menyelamatkan tersebut menjadi musuh."
Bion terdiam sejenak, lalu Malik melanjutkan perkataannya.
"Penasehat Kerajaan, apapun itu, jangan lupakan apa yang pernah diajarkan oleh ayahmu."
"Ayahku?" Bion tidak mengerti maksud Malik.
Pembicaraan mereka terhenti karena kedatangan Putri Sandora.
"Bion"
"Putri Sandora"
"Salam Putri. Penasehat Kerajaan, kalau begitu saya pamit." Malik memilih untuk menunda pembicaraan dengan Bion agar tidak diketahui oleh Putri Sandora. Untuk itu Malik pergi meninggalkan mereka.
Bion mengerti maksud Malik. "Baiklah, Malik."
Putri Sandora membawakan sup ginseng untuk Bion.
"Bion, aku membawakan untukmu sup ginseng. Ini sangat berguna bagimu."
Bion merasa sudah terbiasa dibawakan oleh Putri Sandora semangkuk sup ginseng. "Sup ginseng lagi?"
Putri Sandora tidak begitu mempedulikan apakah Bion merasa bosan dengan sup ginseng. "Makanlah sup ginseng ini selagi masih hangat. Berhati-hatilah."
Bion segera memakan sup ginseng itu.
"Enak?"
Bion memakannya dan tersenyum. "Ya. Enak."
Sambil memakan sup ginseng, Bion bertanya kepada Putri Sandora mengenai Ratu Salamah.
"Apakah benar engkau baru-baru ini engkau menjumpai Ratu Salamah?"
Putri Sandora menjawab sambil menghela nafas. "Benar. Tetapi sepertinya ibuku tidak menyukai aku menjumpainya."
Bion menanggapi ucapan Putri Sandora. "Pasti kamu berspekulasi."
Tidak terasa, sup ginseng itu telah habis dimakan oleh Bion. Putri Sandora mulai mengatakan tujuannya datang menemui Bion.
"Bion. Apakah setelah ibuku menemukan anak kandungnya, kalian tidak lagi mempedulikan aku?"
"Putri kandung Ratu Salamah sudah lama wafat. Kamu satu-satunya putrinya. Di seluruh wilayah Pulau Es Utara ini, hanya kamu satu-satunya putri." Bion meyakinkan Putri Sandora agar tidak bersedih.
Putri menceritakan apa yang telah didengarnya dari para pelayan. "Tapi Bion, baru-baru ini aku mendengar dari para pelayan, mereka mengatakan bahwa ibuku sedang mencari seorang wanita yang seusia denganku. Kabarnya dia mencari putrinya."
"Benarkah?"
Setelah mendengar perkataan dari Putri Sandora, Bion kembali teringat peristiwa saat terjadi peperangan di Jurang Neraka.
Saat itu, Ratu Salamah ingin membantu suaminya, Pangeran Hanan. Putrinya yang masih bayi dititipkannya kepada Bion.
Tanpa sempat menolak, Bion menerima bayi itu. Karena Bion juga terlibat peperangan, maka bayi itu diletakkannya didekat goa. Baru beberapa langkah meninggalkan bayi itu, tiba-tiba bebatuan dari atas bukit berjatuhan dan menimpa bayi itu. Tentu saja Bion berfikir bahwa bayi itu tidak akan selamat. Padahal sesungguhnya bayi itu memiliki sebuah benda pelindung yang telah diberikan oleh Ratu Salamah, yaitu sebuah liontin yang dilengkapi batu giok berwarna hijau. Liontin itu secara otomatis membentuk pagar ilusi yang melindungi bayi itu. Tetapi semua itu tidak diketahui oleh Bion.
Kini Bion dihadapi oleh kabar yang disampaikan oleh Putri Sandora. Tentu saja Bion tidak akan percaya.
"Mungkinkah putri kandung Ratu Salamah masih hidup?.. Mustahil!.."
Sementara itu, di pantai Sanur, Maelin sedang menunggu bunga anggrek cendrawasih yang akan mekar. Maelin membutuhkannya untuk membuat ramuan obat Kista.
Konsentrasi Maelin terganggu dengan kedatangan seekor burung Cenderawasih yang juga menginginkan bunga anggrek tersebut. Ketika burung Cenderawasih itu hendak menyerang Maelin, tiba-tiba Jenderal Ali datang dan melindungi Maelin.
Jenderal Ali melancarkan serangannya terhadap burung Cenderawasih itu dan akhirnya Jenderal Ali berhasil mengalahkan burung itu.
Ketika Jenderal Ali hendak kembali menemui Maelin, dia tidak menemukan Maelin karena Maelin telah pergi meninggalkannya.
Sementara itu Siti Adawiyah telah pulang ke tempat kediaman Asrul. Saat Siti Adawiyah hendak menemui Asrul, dilihatnya Asrul sedang berkholwat dalam posisi duduk bersila. Melihat Asrul sedang berkonsentrasi, Siti Adawiyah berbalik hendak meninggalkan Asrul.
Tapi Asrul memanggilnya dan bertanya. "Siti Adawiyah. Engkau sudah kembali?"
"Iya, Panglima."
Asrul ingin mengetahui kemana saja Siti Adawiyah baru-baru ini, Asrul khawatir Siti Adawiyah mendatangi Jurang Neraka. "Kamu pergi kemana saja?"
"Aku pergi jalan-jalan."
Siti Adawiyah menceritakan perjalanannya. "Aku pergi ke Gunung Fuji, Pantai Sanur, dan Bukit Siguntang. Disana aku bertemu dengan burung Phoenix. Sungguh unik burung itu. Dia selalu terbang mendekati matahari. Ketika matahari tenggelam, dia kembali ke bumi."
"Burung Phoenix itu burung yang sangat berbahaya. Engkau bisa terbakar kena semburan hawanya. Apakah engkau tidak terluka?" Asrul sedikit tidak percaya dengan cerita Siti Adawiyah.
Siti Adawiyah menjawab. "Terimakasih telah bertanya. Aku baik-baik saja. Tapi seandainya aku terluka oleh serangannya, itu sepadan."
"Kenapa?" Asrul penasaran.
"Karena aku telah mendapatkan sehelai bulunya." Siti Adawiyah dengan bangga menunjukkan sehelai bulu burung Phoenix.
Asrul merasa sudah cukup berbincang dengan Siti Adawiyah. Kini dia hendak memberikan batasan kepada Siti Adawiyah.
"Sekarang aku adalah tahanan luar. Aku tidak bisa kemana-mana. Karena engkau adalah pelayan pribadiku, engkau juga tidak boleh kemana-mana."
"Baiklah Panglima."
Ketika Asrul hendak meninggalkan Siti Adawiyah, Siti Adawiyah menahannya.
"Tunggu sebentar, Panglima. Aku ada satu permintaan kepadamu."
"Ada apa?"
Siti Adawiyah mengawali perkataannya dengan bercerita.
"Semua yang berada di Lembah Taman Seribu Bunga memiliki bakat pengobatan. Aku pernah berjumpa dengan Maelin, dia mengatakan bahwa aku telah menyia-nyiakan bakatku. Aku malu mendengarnya. Bolehkah aku melatih bakatku disini?"