Syena Almira, gadis yang tanpa sengaja dinikahkan dengan seorang pria bernama Fian Aznand yang tidak dia ketahui sama sekali. Berawal dari sebuah fitnah keji yang meruntuhkan harga dirinya dan berakhir dengan pernikahan tak terduga hingga dirinya resmi di talak oleh sang suami dengan usia pernikahan yang kurang dari 24 jam.
"Aku tak akan bertanya pada-Mu Ya Allah mengenai semua ini, karena aku yakin kalau takdir-Mu adalah yang terbaik. Demi Engkau tuhan yang Maha pemberi cinta, tolong berikanlah ketabahan serta keikhlasan dalam hatiku untuk menjalani semua takdir dari-Mu." _ Syena Almira.
"Kenapa harus seperti ini jalan cintaku tuhan? Aku harus menjalani kehidupan dimana dua wanita harus tersakiti dengan kehadiranku? Aku ingin meratukan istriku, tapi kenapa ketidakberdayaan ku malah membuat istriku menderita?" _ Fian Aznand.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertengkaran
Sudah satu minggu semenjak kepergian kedua orang tua Syena ke Maroko, Fian masih terpikir dengan pilihan berat yang diberikan oleh Akbar waktu itu.
Fian mendekati Naima yang saat ini sedang menyiapkan makanan di meja makan.
"Sayang, duduk dulu sini." Naima membuka celemek yang menempel di tubuhnya lalu duduk di samping Fian.
"Ada apa?" Tanya Naima.
Fian menatap lekat wajah cantik Naima, wajah yang sudah membuat dia jatuh cinta sejak pertama kali bertemu. Selama tiga tahun menjalin rumah tangga bersama, Naima tidak pernah melakukan kesalahan yang membuat Fian marah.
"Maafkan aku sayang, aku belum bisa membuat kamu bahagia sepenuhnya." Ucap Fian sambil menggenggam tangan Naima.
"Aku bahagia kok, sangat bahagia Fian, kebahagiaan apalagi yang kamu maksudkan? Memangnya kamu tidak bahagia bersamaku?"
"Sangat bahagia, bahkan aku tidak bisa meninggalkan kamu bukan karena anak-anak kita tapi memang karena aku sangat mencintaimu Naima."
Naima tersenyum pada Fian, nemang pada dasarnya, Fian sangatlah mencintai Naima tanpa embel-embel apapun. Naima adalah wanita yang mampu merebut hatinya serta memberikan kesan terbaik dalam hidup Fian selama ini. Naima bisa menerima semua masa lalu Fian dan bahkan Naima sudah membawa Fian kearah yang lebih baik lagi.
"Aku juga Fian, kamu ini kenapa? Kok tiba-tiba bahas hal seperti ini?"
"Aku hanya takut saja Naima, jika aku berbuat kesalahan fatal, kamu akan meninggalkan aku." Naima terkekeh mendengar perkataan suaminya itu.
"Kesalahan apapun itu, selagi kamu tidak menduakan aku, ya aku tidak akan meninggalkanmu sayang." Fian terpaku mendengar perkataan Naima.
"Menduakan kamu?"
"Iya, aku akan memaafkan dan menerima semuanya tapi tidak dengan perselingkuhan, selama ini aku sangat mempercayai kamu, kalau seandainya tiba-tiba kamu selingkuh dariku, ya aku tidak bisa memaafkannya."
"Apa jika itu terjadi kamu akan pergi dariku?"
"Iya, aku akan pergi jauh darimu bersama dengan anak-anak kita, karena dikhianati oleh pasangan itu sangatlah menyakitkan Fian, aku tidak sanggup." Wajah Fian mulai tegang, padahal dia akan mengatakan yang sebenarnya pada Naima saat ini mengenai hubungan dia dan Syena.
Fian membawa Naima ke dalam pelukannya, dia akui atau tidak, pernikahan dia dan Syena yang diawali dengan fitnahan itu hingga kembali rujuk dengan Syena, itu semata-mata karena Azad. Jika Azad tidak ada, mungkin Fian tidak akan menduakan Naima.
"Ya tuhan, bagaimana aku harus keluar dari masalah ini? Di satu sisi, aku tidak ingin berpisah dari Naima dan di sisi lain, aku juga tidak ingin meninggalkan Syena. Apalagi saat ini Syena sedang hamil anakku, semuanya yang aku pikir akan baik-baik saja, ternyata menjadi bom waktu yang siap untuk meledak." Kata Fian dalam hatinya.
Ini adalah jadwal Fian untuk bersama Syena dan Azad, tapi hatinya begitu enggan untuk meninggalkan Naima, dia sangat bersalah karena sudah mengkhianati Naima selama ini, ditambah lagi saat dia rujuk dengan Syena waktu itu, padahal Naima sedang hamil besar.
Fian menghubungi Syena dan mengatakan kalau dia tidak akan kesana hari ini. Syena yang menerima pesan dari Fian sangat tersiksa hatinya, padahal dia begitu merindukan Fian saat ini.
Syena memasuki kamar Azad, dia melihat Azad tengah merapikan tempat tidurnya dan menyusun semua mainannya dengan rapi.
"Azad ngapain nak? Kok beberes begini?" Tanya Syena lalu duduk di atas kasur putranya.
"Azad mau kamar ini rapi umma, kan nanti abi akan datang, Azad rindu sama abi, Azad pengen tidur sama abi malam ini umma." Perih, mungkin itulah yang terasa di hati Syena ketika putranya begitu menanti kedatangan Fian.
"Azad, mungkin malam ini abi tidak tidur di sini."
"Kenapa umma? Apa abi menghabiskan waktu dengan Rayyan?"
"Iya nak, kan dedek Sofi masih kecil, dia butuh dekat sama abi." Azad sangat kecewa mendengar hal itu dari Syena, dia langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur dan menutupi tubuh kecilnya dengan selimut.
"Azad, jangan begini nak, kan umma udah bilang sama kamu, kalau anak abi bukan hanya Azad saja." Azad menyibakkan selimut dan menampakkan wajahnya, mata Azad sudah merah.
"Tapi kan abi sudah banyak menghabiskan waktu bersama dengan Rayyan dan Sofi, sedangkan sama aku hanya dua hari dalam seminggu, aku menerima semuanya umma, tapi kenapa saat giliran waktu untukku malah diambil juga sama Rayyan? Ini kan tidak adil umma." Azad akhirnya menangis, Syena memelul erat putranya, sebenarnya dia sendiri juga sangat sedih tapi mau bagaimana lagi, semua sudah menjadi takdirnya.
"Maafkan abi ya nak, jangan marah sama abi ya." Azad hanya bisa menangis dalam pelukan Syena, dia sangat kecewa pada Fian yang dia anggap tidak adil dalam membagi waktu.
...***...
Kandungan Syena sudah memasuki bulan ke sembilan, tak lama lagi dia akan melahirkan anak keduanya bersama Fian. Fian menemani Syena untuk USG, dia melihat perkembangan anak dalam rahim Syena, bayi itu berjenis kelamin laki-laki.
Setelah selesai USG, Fian memutuskan untuk kembali ke rumah Naima karena memang dia masih enggan untuk meninggalkan Naima, selama sebulan ini Fian hanya datang sekedar untuk melihat Syena dan Azad saja, tidak pernah lagi tidur di rumah Syena.
"Apa malam ini kamu nggak mau tidur sama kami di rumah? Azad sangat merindukan kamu Fian." Syena berkata dengan hati-hati pada Fian, dia takut jika Fian marah.
"Bagaimana kalau besok saja aku tidur di rumah kamu? Soalnya Sofi sekarang sedang tidak sehat, Naima juga sepertinya kurang enak badan, kasihan mereka kalau harus ditinggal." Tolak Fian secara halus, apalagi memang kondisi Sofi dan Naima sedang sedikit demam.
Syena hanya bisa menghela napasnya, dia tidak mungkin akan memaksa Fian karena memang pada dasarnya Fian bukanlah milik Syena seutuhnya. Syena menatap jalanan dengan hampa, sesampainya di depan rumah, Syena turun dan Fian hanya memutar balik mobilnya.
"Bukan hanya Azad yang merindukanmu Fian, tapi aku juga, aku sangat merindukan kamu, apa salah jika aku meminta waktu sedikit padamu?" Gumam Syena dengan air mata yang sudah turu, dengan cepat dia hapus, dia tidak ingin kalau Azad melihatnya menangis.
Keesokan harinya, Syena ditunjuk oleh kepala rumah sakit untuk menjadi relawan di Palestina. Syena yang sangat menyayangi anak-anak serta sering memberikan bantuan ke Palestina begitu bahagia mendengar dirinya diutus untuk menjadi dokter relawan di sana.
Karena besok dia akan pergi, Syena mengajak Azad untuk ikut bersamanya, apalagi Syena cukup lama di sana.
Fian datang ke rumah Syena, dia membawakan beberapa makanan dan mainan untuk Azad. Fian kaget saat melihat Syena tengah memasukkan pakaiannya ke dalam koper.
"Abiii." Azad berlari memeluk kaki Fian dan Fian langsung menggendongnya.
"Abi bawa banyak mainan untuk kamu, abi letakkan di dalam kamar kamu nak."
"Beneran abi?" Fian mengangguk, Azad turun dari gendongan Fian dan berlari ke kamarnya.
Fian menutup pintu kamar dan mendekati Syena.
"Kamu mau kemana Syena?"
"Aku besok akan pergi ke Palestina Fian, rumah sakit di sana membutuhkan beberapa orang dokter dan aku salah satunya yang ditunjuk oleh kepala rumah sakit." Syena mengatakan hal itu dengan penuh kebahagiaan.
"Kamu bentar lagi akan lahiran Syena dan kamu nggak bilang sama aku kalau kamu akan pergi."
"Rencanya nanti malam aku akan hubungi kamu, karena kamu udah di sini ya sekalian aku mau ngomongin hal ini."
"Nggak, aku tidak mengizinkan kamu untuk pergi Syena."
"Maksud kamu?"
"Kamu tidak boleh pergi ke sana, kamu sedang hamil besar dan aku nggak mau ambil resiko apapun, lebih baik kamu mengundurkan diri dari pekerjaan kamu, aku masih sanggup untuk menghidupi kamu dan Azad."
"Aku akan baik-baik saja Fian, aku di sana hanya dua minggu."
"Kamu bisa dengar aku tidak? Aku tidak mengizinkan kamu untuk pergi, aku mau kamu mengundurkan diri dari pekerjaan kamu."
"Tidak Fian, aku akan tetap pergi, kamu tidak berhak mengatur aku seperti ini."
"Aku ini suami kamu, aku berhak sepenuhnya atas diri kamu Syena."
"Tapi aku tidak begitu Fian, aku tidak berhak sepenuhnya atas diri kamu dan kenapa kamu malah bicara begini padaku?"
"Oh jadi sekarang kamu ingin membahas mengenai hak padaku? Dengar Syena, dari awal, kamu sudah tau kalau aku memiliki Naima dan kamu menerima semuanya. Kenapa sekarang kamu malah menentang aku?"
"Aku tidak menentang kamu, sudahlah Fian, aku tidak ingin ribut denganmu, aku hanya ingin pergi besok, jangan halangi aku."
"Kamu tuli ya? Aku tidak mengizinkan kamu untuk pergi, dengar nggak sih?"
"Aku tidak peduli dengan izin kamu, aku akan tetap pergi atas seizin kamu atau tidak." Fian yang emosi mendengarkan perkataan Syena langsung mencengkeram rahang Syena dengan kuat.
"Sakit Fian."
"Kau itu istriku, jangan pernah membantah ucapanku."
"Kau jangan egois Fian, aku hanya pergi bekerja."
"Aku sudah katakan padamu, berhenti bekerja." Fian melepaskan cengkraman nya dengan kasar hingga Syena sedikit terdorong.
"Lalu? Kalau aku berhenti bekerja, aku harus apa? Menangisi nasibku karena merindukan kamu setiap saat? Hidup seperti Naima yang setiap hari hanya menunggu suaminya pulang ke rumah? Begitu?" Fian menatap Syena dengan tajam.
"Jangan bawa-bawa istriku."
"Lalu aku ini apa? Aku juga istrimu."
"Kenapa kau malah membahas kemana-mana Syena, aku hanya melarangmu pergi dan bekerja, apa aku salah?"
"Aku tidak mungkin berhenti bekerja Fian, aku menyukai pekerjaanku, kau jangan egois seperti ini."
"Aku hanya memikirkan kesehatanmu sialan, apa kau tidak bisa mengerti hah?"
"Kau mengumpatku?"
"Shit." Fian menendang kuat sofa yang ada di kamar itu, membuat Syena kaget.
"Kalau kau tidak mau mendengarkan aku, silahkan hidup sesuka hatimu Syena, kau memang istri pembangkang, kau tidak sama dengan Naima."
"Berhenti membandingkan aku dengan istrimu itu, aku memang tidak sama dengannya, aku terlalu bodoh menerima ajakan rujuk darimu waktu itu."
"Oh yaa, kau bilang apa?" Fian mendekati Syena lalu menggenggam kuat lengan Syena dan memelintir lengan itu hingga Syena meringis kesakitan.
"Kalau kau tidak mengandung anakku, aku juga tidak akan mengajak kau rujuk dan mengkhianati istriku, kalau kau tidak meminta hak mu sebagai istri padaku malam itu, semua pasti akan baik-baik saja dan pernikahanku dengan Naima tidak akan seperti ini, mungkin saat ini hanya Naima lah yang menjadi ratu di hatiku brengsek." Fian mendorong tubuh Syena ke tempat tidur, lengan Syena merah karena kuatnya genggaman Fian, air mata Syena menetes, sakit yang dia rasakan saat ini bukanlah hanya di hati saja melainkan di tubuhnya.
"Kalau begitu ceraikan saja aku Fian, kenapa kau masih mempertahankan aku?" Syena tak kalah emosi, dia bahkan meninggikan suaranya pada Fian.
"Lalu kau pikir bagaimana nasib anak-anakku hah? Bagaimana dengan Azad? Bagaimana dengan anak yang sedang kau kandung saat ini? Jangan berpikir terlalu egois bodoh." Fian mendorong kepala Syena dengan kasar.
"Aku bisa menghidupi anak-anakku sendiri, selama ini aku membesarkan Azad seorang diri tanpa bantuanmu, kau lihat bukan? Dia tumbuh besar dan sehat."
"Haha kau pikir kau sudah hebat hah? Bukankah waktu itu ada Ayyas bersamamu, atau jangan-jangan kau memang ingin Ayyas kembali padamu? Atau ada pria lain yang ingin kau dekati."
"Jangan menuduhku serendah itu Fian, kau pikir aku bisa menerima pria lain semudah itu hah?"
"Kenapa tidak? Bukankah dulu aku ini orang asing untukmu, dan di malam pertama kita, kau tidak segan untuk meminta aku menidurimu. Bukan tidak mungkin kau akan melakukan hal yang sama pada pria lain Syena." Syena melayangkan tamparan pada Fian, dia begitu geram dengan ucapan Fian itu.
"Aku tidak serendah itu bajingan, aku memintamu untuk menunaikan kewajibanmu padaku karena aku sudah lama mencintaimu, aku sudah lama memendam perasaan padamu, kau benar-benar bajingan Fian." Syena memukul tubuh Fian sekuat yang dia bisa. Fian kembali menggenggam kuat lengan Syena dan memutar lengan itu ke belakang tubuh Syena.
"Kau bilang apa tadi? Aku bajingan? Aku akan perlihatkan bagaimana bajingannya aku dan kau salah berurusan denganku." Fian membalikkan tubuh Syena lalu menampar pipi Syena.
"Jangan pernah pancing emosiku Syena, aku tidak akan segan untuk membunuhmu."
"Kalau begitu bagus, kau bunuh saja aku Fian, memang itu yang aku inginkan."
Fian terduduk di lantai, dia memegangi kepalanya, melihat wajah Syena yang merah akibat dirinya membuat dia merasa bersalah. Fian mendekati Syena yang saat ini menangis sambil mengusap perutnya.
"Maafkan aku Syena, tolong maafkan aku, aku hanya tidak ingin kau pergi, Palestina itu sangat jauh dan sangat beresiko untukmu, aku hanya tidak ingin kau dan Azad kenapa-napa di sana." Syena menangis, dia memeluk erat suaminya itu dan menumpahkan tangis dalam pelukan Fian.
"Aku sangat merindukanmu Fian, aku merindukanmu." Fian membalas pelukan Syena, dia mengecup kepala Syena dengan lembut.
"Aku bingung Syena, aku tidak ingin kehilangan kamu." Fian menangkup wajah istrinya dan menatap mata Syena.
"Ayo kita ketemu dengan Naima, aku akan mengatakan semuanya pada Naima, aku siap dengan semua kemungkinan yang ada Syena, kalau memang Naima meninggalkan aku, ya aku ikhlas karena memang aku sudah menyakiti dia."
"Tapi Fian—"
"Kali ini tolong dengarkan aku Syena."
...***...