Revisi
Ada beberapa hal yang dirasa kurang memuaskan, jadi diputuskan untuk merevisi bagian awal cerita.
Petugas kepolisian Sektor K menemukan mayat di sebuah villa terpencil. Di samping mayat ada sosok perempuan cantik misterius. Kasus penemuan mayat itu nyatanya hanya sebuah awal dari rentetan kejadian aneh dan membingungkan di wilayah kepolisian resort kota T.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bung Kus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ritual
Di kejauhan terdengar suara adzan berkumandang. Langit merah menjadi penanda siang telah pergi, dan malam sebentar lagi datang. Angin bertiup menerbangkan ranting, juga dedaunan kering.
Tabah mengemudi dengan wajahnya yang tampak kaku. Matanya nyalang menakutkan menatap jalanan dari tanah yang kali ini tidak becek karena tak ada rintik hujan yang turun seharian. Petugas kepolisian yang terbiasa menampilkan wajah santai itu berubah. Rasa lelah, takut, dan gusar mengubah perangai.
Mobil pinjaman digunakan dengan kasar. Tidak peduli bagian kolong mesin terantuk bebatuan sebesar kepala. Selama mesin masih berdengung, pedal gas tetap diinjak.
Melewati balai desa yang sepi tak ubahnya makam terbengkalai. Tabah juga tidak mempedulikan kondisi deretan rumah warga yang tampak gelap tanpa pencahayaan. Sampai di tanah lapang ujung desa, mobil diparkir sembarangan.
Dalam kondisi normal, Tabah tidak akan berani mengemudi sendirian di jalanan menanjak dan terjal. Tapi hari ini berbeda. Dia tidak lagi butuh Wariman dengan kelihaiannya melibas jalanan perbukitan. Tekad Tabah sudah bulat, kesembuhan Siska adalah prioritas. Dia rela menukar apapun yang dia punya di dunia untuk putrinya. Bahkan nyawa sekalipun.
Menapaki jalan setapak menanjak, Tabah menenteng tas kresek berwarna merah. Sampai di pelataran villa tampak enam orang petugas piket jaga. Setelah kejadian tewasnya Priyo, personil yang menjaga villa memang ditambah dua kali lipat.
"Bukankah kamu anggota kepolisian sektor K?" tanya seorang petugas muda. Lengannya kecil, tetapi perutnya tampak besar menggantung.
"Aku penanggungjawab kasus ini. Aku mau memeriksa sesuatu di dalam," kilah Tabah dengan wajah muram.
Beberapa petugas bertukar pandang. Mereka terlihat kebingungan. Namun setelah Tabah menunjukkan kartu identitas, pada akhirnya Tabah dibiarkan masuk ke dalam villa. Tetapi satu petugas menemani, mengekor di belakang Tabah.
"Apa yang Pak Tabah bawa dalam kresek?" tanya petugas bernama Rendi. Usianya mungkin belum genap 25 tahun. Kumis tipisnya terlihat dicukur rapi.
"Jangan banyak tanya," sergah Tabah ketus. Rendi sedikit terkejut mendengar cara Tabah berkomunikasi. Kesan angkuh, dan temperamental sangat terasa.
Sembari terus melangkah, Rendi mengarahkan lampu senter ke sekeliling. Dia baru pertama kali memasuki tempat semacam villa, apalagi dalam kondisi terbengkalai. Sensasi dingin yang menusuk kulit dengan aroma lumut membuat perasaannya tidak nyaman. Bulu-bulu halus di tangan dan leher kompak berdiri, memberi tanda agar lebih waspada.
"Pak, sepertinya malam ini kepolisian daerah akan berkantor di kepolisian resort kota sekaligus mengambil alih kasus. Apakah yang Njenengan lakukan sekarang adalah upaya terakhir untuk mencari petunjuk kasus?" tanya Rendi memecah kesunyian. Tabah tiba-tiba menghentikan langkah.
"Apa maksudmu? Bukannya mereka datang beberapa hari lagi?" tanya Tabah.
"Lhah, Pak Tabah belum tahu? Kepolisian daerah tidak lagi mau menunggu. Pagi tadi jatuh korban lagi dari kepolisian. Salah satu petugas jaga ditemukan tewas tenggelam. Makanya shift hari ini jumlah personilnya ditambah," terang Rendi.
Tabah terdiam. Awalnya dia sempat menduga jika kasus kali ini merupakan jalan takdir untuk Tabah naik pangkat. Nyatanya justru sebaliknya. Kasus membuat kepolisian resort kota kehilangan muka.
Meski demikian, bagi Tabah ada yang lebih penting. Pekerjaan bisa diusahakan lagi esok hari, keselamatan anak dan keluarga tetap yang utama. Tabah kembali mengayun langkah. Rendi pun tetap mengekornya.
Tabah sampai di bagian ruang makan villa. Tudung saji tampak terjatuh di bawah meja. Tabah memungutnya. Kemudian dia membuka bungkusan kresek merah yang dibawanya.
Rendi memperhatikan dengan rasa penasaran yang meluap. Saat bungkusan kresek merah dibuka aroma gurih langsung menguar. Lampu senter Rendi arahkan pada tangan Tabah.
"Ayam panggang?" gumam Rendi terheran-heran. Tentu benaknya penuh dengan pertanyaan. Untuk apa petugas kepolisian membawa ayam panggang ke villa terbengkalai? Namun dia mengurungkan niat untuk bertanya. Rendi memilih diam mengamati.
Tabah meletakkan ayam panggang di meja dengan beralaskan daun pisang. Kemudian mengeluarkan kemenyan yang sudah ditumbuk cukup halus. Beberapa potong arang dari kayu gaharu diletakkan di bawah meja. Tabah mulai menyalakan api.
Saat bubuk kemenyan ditambahkan aroma wangi menguar di udara. Mengalahkan bau ayam panggang yang gurih. Tabah segera duduk bersila. Sedangkan Rendi semakin terlihat bingung, berdiri melongo tanpa berkedip.
"Pangucap iku bisa dadi jalaran kebecikan. Pangucap uga dadi jalaraning pati, kesangsaran, pamitran. Pangucap uga dadi jalaraning wirang. Kulo nyuwun pangaksama saking wontene salah panduga punika", ucap Tabah setengah berbisik.
Selepas Tabah mengucap kalimatnya, udara dingin berhembus dari belakang. Rendi yang terkejut mengarahkan senter ke sembarang arah. Meski tidak ada siapapun, kegelisahan merayap di hati.
Samar-samar terdengar derap langkah. Suaranya bergema, entah datang darimana. Semakin cepat dan semakin kencang. Rendi menoleh kanan dan kiri. Keringat mulai membasahi tubuh, meski udara terasa beku.
"Sebenarnya ada apa ini Pak?" tanya Rendi dengan suara yang bergetar.
Tabah masih duduk bersila. Ketakutan juga menyergapnya. Tetapi ada hal lain yang membuatnya memilih untuk diam di tempat. Sayup-sayup dia menangkap bunyi gamelan. Meski lirih, tabuhan gong nya jelas bergaung di gendang telinga.
Di mata Tabah, tampak seberkas sinar terang dari arah dapur. Muncul para penari, tetapi Tabah tak mampu melihat rupa wajahnya. Terhalang oleh cahaya putih yang menyilaukan. Di tengah penari berdiri perempuan berkebaya putih. Tabah tertegun. Dia dapat melihat bibir perempuan itu tersenyum, meski wajahnya tetap tidak bisa ditangkap oleh indera.
Rendi mengarahkan lampu senter pada Tabah. Polisi senior itu tetap diam duduk bersila. Matanya tertutup dengan bibir mengulas senyum. Leher belakang Rendi semakin terasa dingin.
"Terserah apa yang mau kamu lakukan disini Pak! Aku keluar!" pekik Rendi segera memutar badan dan berlari keluar dari dapur villa.
Saat rasa takut sudah menguasai hati, secepat apapun berlari rasanya jarak tempuh tidak berkurang. Rendi merasakan seolah sedang lari di tempat. Meski napasnya sudah di ujung kerongkongan.
Saat sampai di halaman villa, semua rekan jaga menatap Rendi terheran-heran. Mereka tentu bertanya, apa yang dilakukan Rendi hingga napasnya tersengal.
"Olahraga sore?" seloroh salah satu petugas berwajah lonjong meledek Rendi.
"Matamu! Pak Tabah di dalam melakukan ritual aneh. Dia membakar menyan. Aku meninggalkannya di dalam. Ngeri cik!" Rendi mengumpat kesal.
"Hah? Lha itu Pak Tabah!" seru petugas lainnya sembari menunjuk villa di belakang Rendi.
Rendi menoleh dan terkejut saat mengetahui Tabah sudah berdiri di depan pintu villa. Ekspresinya dingin tanpa senyum. Rendi melompat berlindung di belakang rekannya yang lain.
"Aku pamit pulang dulu. Kurasa kalian tidak perlu menjaga tempat ini. Tidak akan ada manusia yang datang kemari," ucap Tabah datar. Tatapan matanya terlihat kosong. Namun dalam hitungan detik dia sempat menoleh menatap Rendi yang bersembunyi di balik punggung rekannya. Tabah berjalan pergi dengan langkah gontai.
"Kalian lihat kan? Ekspresi Pak Tabah berubah? Lagipula apa-apaan perkataannya barusan. Tidak akan ada manusia yang datang kemari? Dia menyebut manusia lho, bukan orang," ucap Rendi ketakutan.
"Diamlah. Memangnya apa beda manusia dan orang? Hanya pemilihan kata saja kan. Kamu kebanyakan nonton film horor," sergah petugas jaga lainnya.
lanjut bung...tetap semangat....
jngn jngn ini dukunn nya ntar lawannya Mbah Tejo.
ahh komentar ku jngn jngn mulu wkwkwkwk.
Aku curiga sama Lilis omm... bkn suudzon tapi ntahlah Lilis kek manipulatif.
hmmm,,, aq masih blm bisa terima bang Andre sama Lilis ....,,