Nindya seorang sekertaris yang sangat amat sabar dalam menghadapi sikap sabar bosnya yang sering berubah suasana hati. Hingga tiba-tiba saja, tidak ada angin atau hujan bosnya dan keluarganya datang ke rumahnya dengan rombongan kecil.
Nindya kaget bukan main saat membuka pintu sudah ada wajah dingin bosnya di depan rumahnya. Sebenarnya apa yang membuat bos Nindya nekat datang ke rumah Nindya malam itu, dan kenapa bosnya membawa orang tuanya dan rombongan?
Ayo simak kelanjutan ceritanya disini🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon VivianaRV, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 31
Saat dipagi hari Nindya bangun terlebih dulu karena merasa berat pada seluruh tubuhnya. Nindya mulai mengerjapkan matanya dan melihat sekitar kamar, hingga Nindya membelalak kaget saat melihat kaki dan tangan orang lain merangkul tubuhnya erat.
"Aaaa!" teriak Nindya melengking.
Kaivan yang masih menyelami alam mimpi pun dipaksa untuk bangun karena mendengar terikan Nindya. Kaivan seperti orang linglung sambil bangun dan melihat sekitar kamar.
"Ada apa Nindya? Apakah ada maling yang masuk?!" tanya Kaivan sambil melihat sekitar kamar.
"Aa' kenapa ada di kamarku?!" tanya Nindya masih dengan teriakan.
"Saya juga tidak tahu kenapa ada di kamarmu" Kaivan dan Nindya belum sadar sepenuhnya bahwa saat ini mereka sudah sah menjadi pasangan suami istri.
Mereka berdua saling diam untuk memproses kejadian saat ini. Hingga sekelebat bayangan prosesi pernikahan datang ke dalam ingatan mereka.
"Astaga aku tidak ingat kalau saat ini kita sudah menikah" gumam Nindya.
Kaivan pun menggeplak jidatnya saat baru ingat akan statusnya yang saat ini sudah berubah. Nindya langsung canggung karena tingkahnya tadi.
"Maaf ya Aa' aku tadi menjerit karena kaget saat ada tangan dan kaki yang merangkul tubuhku lagian juga kenapa sih Aa' tidak memakai baju?" ucap Nindya sedikit merona saat melihat ada enam roti sobek yang ada di perut Kaivan.
"Sial sepertinya karena kegerahan semalam aku tidak sadar melepaskan kaos yang aku pakai" gumam Kaivan.
"Kamu bicara apa Aa'?" tanya Nindya karena tidak terlalu mendengar apa yang dikatakan oleh Kaivan.
Saat akan menjawab ketukan pintu dari luar terdengar terlebih dahulu. Nindya membuka selimut lalu mulai menurunkan kakinya untuk membuka pintu.
"Tunggu Nindya, lebih baik kamu mandi saja biar aku yang membuka pintu" cegah Kaivan.
"Baiklah kalau begitu" Nindya berjalan masuk ke kamar mandi.
Kaivan berjalan menuju pintu tanpa memakai bajunya. Setelah pintu terbuka ternyata yang ada di depan pintu ada banyak orang. Kedua orang tua Kaivan, orang tuan Nindya dan juga Afif. Raut wajah mereka terlihat panik.
"Kenapa pada kumpul disini?" tanya Kaivan dengan menaikkan salah satu alisnya.
"Kami semua panik saat mendengar teriakkan Nindya tadi, kenapa Nindya teriak?" tanya Bara.
"Nindya tadi teriak karena kaget saja."
"Kaget kenapa?" tanya Eni yang ingin tahu.
"Ada sesuatu yang membuat Nindya kaget tadi."
Kaivan tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya kepada mereka semua yang ada malah mereka semua malah menertawakan Kaivan. Tapi dari ucapan Kaivan tapi semua orang itu memandang Kaivan dengan raut wajah tersipu malu. Mereka semua berpikir bahwa tadi Nindya kaget karena melihat barang pribadi Kaivan.
"Oh...kita kira karena apa, ya sudah kalau gitu kalian lanjutkan saja maaf ya kita semua mengganggu kegiatan kalian berdua. Oh iya kalau kalian belum selesai nanti saja sarapannya tidak perlu merasa tidak enak karena tidak bisa sarapan bersama" ucap Eni dengan menahan senyum.
Kaivan mengerutkan kening tidak paham sama sekali. Semua orang yang ada didepan kamar Kaivan dan Nindya pun pergi.
"Ibu tadi bilang apa sih kok ambigu banget, ah enggak usah terlalu dipikirkan lebih baik aku mandi sesudah Nindya nanti."
Kaivan masuk ke dalam kamar lagi dan duduk di sofa menunggu Nindya selesai mandi. Setelah Nindya keluar Kaivan masuk kamar mandi dan mulai membersihkan tubuhnya. Lima belas menit kemudian kedua pengantin baru itu selesai bersiap dan berpakaian.
Setelah selesai berpakaian mereka pun keluar dari kamar menuju ruang makan. Saat sampai ruang makan semua orang yang ada di sana menahan senyum yang mana malah membuat Nindya kebingungan apa sebenarnya yang ditertawakan oleh semua orang.
"Semua kenapa sih kok nahan senyum seperti itu? Memang ada yang lucu ya?" tanya Nindya dengan kebingungan.
"Tidak ada yang lucu sama sekali kok nak, ayo duduk dan sarapan bersama pasti kalian sangat lapar karena sudah mengeluarkan banyak tenaga semalaman" ucap Eni.
"Aku tidak mengeluarkan tenaga ekstra semalam" ucap Nindya.
"Kalau enggak bekerja ekstra berarti Kaivan yang bekerja ekstra semalam?" tanya Leli.
Nindya yang tidak paham pun menengok ke Kaivan meminta penjelasan. Tapi Kaivan hanya mengendikkan bahunya acuh.
"Sudah ibu dan ibu mertua jangan berbicara seperti itu kasihan Nindya yang tidak tahu apa-apa" ucap Kaivan menengahi agar mertua dan orang tuanya tidak membahas hal yang membingungkan bagi Nindya.
Leli dan Eni pun diam tidak membahas hal itu lagi. Mereka semua yang ada di meja makan pun mulai makan dengan tenang tanpa mengeluarkan satu suara pun. Setelah selesai makan Nindya membantu ibu dan mertuanya untuk membersihkan meja makan.
Sedangkan saat ini para laki-laki tengah berada di teras depan asik mengobrol. Yang mereka obrolkan tidak jauh-jauh dari pekerjaan mereka. Para wanita yang sudah selesai beberes pun ikut menyusul ke teras depan.
"Ini aku bawakan camilan untuk teman ngobrol agar lebih seru" ucap Leli sambil meletakkan piring penuh dengan camilan ke atas meja.
"Nak Kaivan setelah ini kamu dan Nindya akan tinggal dimana?" tanya Jajak.
"Kemungkinan besar saya dan Nindya akan menepati rumah yang sudah saya beli dan persiapkan waktu itu."
"Kenapa tidak tinggal disini saja dengan saya?" ucap Jajak.
"Maaf pak bukannya saya tidak mau, saya memang berniat hidup mandiri setelah menikah. Saya tidak ingin merepotkan kedua orang tua serta mertua saya."
"Saya tidak merasa direpotkan sama sekali kalau nak Kaivan dan Nindya tetap tinggal disini" Jajak tidak ingin putri satu-satunya itu pergi dari rumah dan meninggalkan Jajak dan istrinya makanya Jajak memaksa Kaivan agar mau tinggal di rumahnya.
"Maaf pak saya tidak bisa" ucap Kaivan tidak enak.
"Pak Jajak sudah biarkan anak-anak kita hidup mandiri, jangan larang mereka untuk tinggal sendiri dan merasakan bagaimana membina hubungan suami istri yang baik dan mereka inginkan. Pak Jajak tidak usah takut" ucap Bara mencoba penjelasan.
"Benar apa yang dikatakan oleh suami saya pak Jajak biarkan anak-anak kita hidup mandiri" ucap Eni yang ikut membenarkan perkataan suaminya.
Leli memegang pundak suaminya lalu mengangguk. Jajak menghela dan menghembuskan nafas berat.
"Ya sudah kalau begitu saya akan mengizinkan mereka berdua untuk tinggal berdua dan hidup mandiri" putus Jajak walaupun dalam hatinya terlalu berat melepaskan anaknya untuk tinggal dengan suaminya.
"Jadi kapan kalian akan mulai pindah?" tanya Jajak lagi.
"Mungkin hari ini kita akan mulai" keputusan Kaivan membuat Nindya dan kedua orang tuanya kaget.
"Aa' kok sekarang kita pindahnya? Aku belum siapkan semua barang-barangku" ucap Nindya.
"Tenang saja saya akan membantu kamu untuk menyiapkan semua barang yang akan kamu bawa pindah ke rumah baru kita."
"Aa' bisa kita bicara berdua terlebih dahulu" ajak Nindya.