Danisha Putri atau yang akrab di sapa Anis, tidak menyangka niatnya ingin menolong persalinan seorang wanita yang menderita keracunan kehamilan justru berujung menjadi sasaran balas dendam dari seorang pria yang merupakan suami dari wanita tersebut, di kala mengetahui istrinya meregang nyawa beberapa saat setelah mendapat tindakan operasi Caesar, yang di kerjakan Anis.
Tidak memiliki bukti yang cukup untuk membawa kasus yang menimpa mendiang istrinya ke jalur hukum, Arsenio Wiratama memilih jalannya sendiri untuk membalas dendam akan kematian istrinya terhadap Anis. menikahi gadis berprofesi sebagai dokter SP. OG tersebut adalah jalan yang diambil Arsenio untuk melampiaskan dendamnya. menurutnya, jika hukum negara tak Mampu menjerat Anis, maka dengan membuat kehidupan Anis layaknya di neraka adalah tujuan utama Arsenio menikahi Anis.
Mampukah Anis menjalani kehidupan rumah tangga bersama dengan Arsenio, yang notabenenya sangat membenci dirinya???.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon selvi serman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tak tega melihat baby Naya.
Beberapa menit kemudian Ansenio seakan tersadar akan tindakannya yang baru saja mengusir Anis.
"Susul wanita itu dan antarkan dia kembali ke rumah!!.".
Mendengar perintah dari Ansenio, Jasen pun segera beranjak untuk melaksanakan perintah dari tuannya itu.
Ceklek.
"Hey kau mau kemana??? Kenapa terburu buru sekali??? Di mana Ansenio, apa dia ada di dalam??." Jasen yang baru saja keluar dari ruangan Ansenio berpapasan dengan Mike di depan ruangan.
"Maaf tuan, saya sedang buru-buru. Jika anda ingin bertemu dengan tuan Ansenio, silahkan masuk karena beliau ada di dalam."
Mike menatap kepergian Jasen dengan kedua alis yang nampak saling bertaut. "Ada apa dengannya??.". Gumam Mike, sebelum kemudian memutar handle pintu ruangan kerja Ansenio.
"Oh astaga.... " Mike cukup terkejut ketika melihat serpihan kaca pigura Ananda yang berserakan di lantai. Kini tatapan Mike beralih pada Ansenio yang kini duduk bersandar seraya memejamkan mata di kursi kebesarannya.
Menyadari kedatangan Mike, Ansenio pun membuka kedua matanya kemudian menegakkan tubuhnya.
"Angin apa yang membawamu ke sini??." kata Ansenio, dan itu mampu membuat Mike mencebikkan bibir mendengarnya.
Tak berselang lama, seorang OB masuk ke dalam ruangan kerja Ansenio untuk membersihkan Serpihan kaca pigura yang pecah tersebut.
Dari raut wajah Ansenio, Mike dapat melihat dengan jelas jika pria itu sedang dalam suasana hati yang kurang baik, maka dari itu Mike tidak berniat untuk mempertanyakan tentang insiden pigura tersebut.
Kini Mike telah menjatuhkan bokongnya di sofa, tanpa sadar sudut bibirnya menciptakan sebuah senyum, dan itu tak luput dari perhatian Ansenio.
"Ada apa denganmu??." tanyanya heran.
"Oh iya.... tadi aku tidak sengaja bertemu dengan seorang gadis di depan, sepertinya dia pegawai baru di sini karena aku belum pernah melihatnya sebelumnya." beritahu Mike.
"Pegawai baru????." ulang Ansenio dengan dahi berkerut.
"Sepertinya begitu." Mike lantas mengemukakan praduganya tentang sosok gadis yang ia temui tadi.
"Memangnya kenapa dengannya???" tanya Ansenio penasaran.
"Kau tahu, gadis itu sangat cantik. Ah....aku sampai tidak bisa mengutarakan kecantikannya dengan kata kata." tutur Mike dengan pandangan menerawang jauh, seolah mengingat sosok gadis cantik yang ia maksud.
Ansenio menggelengkan kepalanya mendengar pengakuan dari sahabatnya itu.
"Sepertinya semua wanita terlihat cantik di matamu." cetus Ansenio dengan nada meledek.
"Jangan salah, yang satu ini berbeda. Jika banyak wanita di luar sana yang senang jika aku menggodanya, tapi gadis yang satu ini berbeda, dia justru menatap tak suka ketika aku mencoba menggodanya." beritahu Mike.
Tak puas dengan memuji sikap gadis yang tadi di temuinya secara tidak Sengaja itu, Mike kembali mengutarakan ciri ciri gadis yang ia maksud, dan ciri-ciri yang ia katakan tersebut menurut Ansenio mengarah pada ciri-ciri Anis.
"Apa gadis yang dimaksud Mike adalah Anis??." batin Ansenio. Kini raut wajah Ansenio berubah datar.
***
Anis yang tengah berjalan kaki menuju halte bus di kejutkan dengan keberadaan mobil yang menepi tak jauh darinya.
"Tuan Jasen." lirih Anis ketika melihat sosok asisten pribadi Ansenio, yang baru saja turun dari mobilnya.
Anis menghentikan pergerakan sejenak sambil menoleh pada Jasen.
"Silahkan masuk Nona!!." setelah membukukan pintu mobil Jasen lantas meminta Anis untuk segera masuk ke dalam mobil.
"Tidak perlu repot-repot tuan Jasen, saya bisa naik bus." jawab Anis, sebelum kemudian hendak melanjutkan langkahnya.
"Apa yang anda lakukan, tuan Jasen." kesal Anis ketika Jasen justru menghalau langkahnya.
"Maaf Nona, sebaiknya anda segera masuk ke mobil selagi saya memintanya dengan baik, namun jika anda tetap menolak, maka terpaksa saya harus memaksa anda untuk masuk ke dalam mobil.".
Jawaban Jasen membuat Anis berdengus kesal dibuatnya.
"Baiklah, saya akan masuk ke dalam mobil anda." jawab Anis sebelum kemudian memasuki mobil mewah tersebut dengan perasaan dongkol.
"Maafkan saya Nona, bukannya saya ingin bertindak tidak sopan namun saya hanya melaksanakan tugas dari tuan Ansenio yang meminta saya untuk mengantarkan anda kembali ke kediaman Wiratama." kata Jasen dengan raut wajah datar yang menghiasi wajahnya.
"Bawahan sama atasan sama saja, sama sama suka berbuat seenaknya sendiri." Anis yang telah berada di dalam mobil terdengar menggerutu kesal.
beberapa saat kemudian, mobil Jasen telah tiba di kediaman Wiratama. Jasen yang baru saja turun dari mobilnya lantas membukakan pintu mobil untuk Anis.
"Terima kasih." Anis berlalu begitu saja meninggalkan Jasen setelah turun dari mobil.
"Tidak perlu berterima kasih Nona, karena sudah menjadi tugas dan kewajiban saya untuk mematuhi perintah dari suami anda." sahut Jasen.
"Suami." seraya berdengus Anis mengulang kata yang baru saja di ucapkan Jasen.
Setelahnya, Anis pun segera melanjutkan langkahnya menuju pintu masuk utama, meninggalkan Jasen yang masih menatapnya seolah memastikan ia tiba dengan selamat hingga ke dalam rumah.
Ketika hendak menuju kamarnya, Anis melintas di depan kamar baby Naya, dari ambang pintu Anis dapat menyaksikan mama Dahlia yang kini tengah memberi susu formula pada baby Naya. Melihat baby Naya yang sudah harus mengkonsumsi susu formula diusianya yang belum genap sebulan membuat Anis tak tega melihatnya, namun mau bagaimana lagi kini bayi mungil tersebut telah kehilangan sosok wanita yang seharusnya memberinya ASI eksklusif.
Tanpa sadar buliran bening mulai membasahi sudut mata Anis ketika melihat pemandangan baby Naya dipangkuan mama Dahlia. Anis mengusap sudut matanya yang basah sebelum kemudian berlalu menuju kamarnya.
Setibanya di kamar Anis membersihkan tubuhnya kemudian merebahkan tubuhnya di tempat tidur, mungkin karena merasa tubuhnya cukup lelah tanpa sadar Anis terlelap. Hingga pukul empat sore barulah ia terbangun dari tidurnya.
"Oh astaga...kenapa aku tidur selama ini?? Kau sangat tidak tahu diri Anis, ingat kau hanya menumpang jadi kau harus tahu diri." gumam Anis seolah merutuki diri sendiri, sebelum kemudian bersiap keluar dari kamarnya.
Seperti biasa, jika Anis hendak ke kamarnya atau hendak ke bawah, ia pasti akan melintas di depan kamar baby Naya.
"Kenapa hanya berdiri di sana??? masuklah!!." mama Dahlia yang tengah menjaga cucu kesayangannya itu tak sengaja melihat keberadaan Anis berdiri di depan pintu kamar baby Naya.
Entah apa yang kini dirasakan Anis sehingga ia berani mengayunkan langkah masuk ke dalam kamar baby Naya, padahal jelas jelas Ansenio telah melarangnya untuk mendekati putrinya.
Anis merasa hatinya terasa hangat Ketika melihat wajah baby Naya yang kini terlelap di gendongan mama Dahlia.
"Apa kau ingin menggendongnya??."
Anis cukup terkesiap dengan tawaran mama Dahlia.
"Memangnya boleh, nyonya?." kata Anis memastikan.
"Tentu saja boleh."
Entah mengapa Anis merasa sudah dua hari terakhir sikap mama Dahlia banyak berubah padanya, wanita itu bahkan menawarkan Anis untuk menggendong baby Naya.
"Sini sayang, sama tante...." Dengan melebarkan senyumnya, Anis mengambil alih baby Naya dari gendongan mama Dahlia. Dan raut bahagia yang terukir di wajah Anis tak luput dari perhatian mama Dahlia.