Ketika Akbar tiba-tiba terbangun dalam tubuh Niko, ia dihadapkan pada tantangan besar untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan baru yang sama sekali berbeda. Meskipun bingung, Akbar melihat kesempatan untuk menjalani hidup yang lebih baik sambil berusaha mempertahankan identitasnya sendiri. Dalam prosesnya, ia berjuang meniru perilaku Niko dan memenuhi harapan keluarganya yang mendalam akan sosok Niko yang hilang.
Di sisi lain, keluarga Trioka Adiguna tidak ada yang tau kalau tubuh Niko sekarang bertukar dengan Akbar. Akbar, dalam upayanya untuk mengenal Niko lebih dalam, menemukan momen-momen nostalgia yang mengajarinya tentang kehidupan Niko, mengungkapkan sisi-sisi yang belum pernah ia ketahui.
Seiring berjalannya waktu, Akbar terjebak dalam konflik emosional. Ia merasakan kesedihan dan penyesalan karena mengambil tempat Niko, sambil berjuang dengan tanggung jawab untuk memenuhi ekspektasi keluarga. Dengan tekad untuk menghormati jiwa Niko yang hilang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Farhan Akbar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Clara dan Mia Membawa Nuansa Baru
Clara dan Mia menghampiri meja geng Niko dengan rasa semangat yang tinggi. Namun, saat mereka tiba, mereka langsung menyadari bahwa Niko hanya bergaya cool dan tidak banyak berbicara. Dia duduk santai, dengan tatapan tenang yang membuatnya terkesan misterius.
Vin menimpali, "Iya, kita butuh pengganti suasana VIP Room yang membosankan."
Clara mencoba mengajak Niko berbicara. "Jadi, Niko, apa kabar? Makan di luar kayak gini seru, ya?"
Niko hanya mengangguk pelan, tetap dengan ekspresi cool-nya. "Iya," jawabnya singkat, tapi senyumnya mengisyaratkan bahwa dia menikmati kebersamaan ini.
Mia merasakan ketegangan di udara, tapi dia tidak ingin suasana menjadi canggung. "Kita lagi cari tahu tempat makan baru, nih. Ada rekomendasi?" tanyanya, berharap bisa membuat Niko lebih terlibat.
Roni menjawab dengan semangat, "Dia nggak terlalu banyak ngomong, tapi Niko jago milih tempat makan! Dia pasti punya beberapa ide bagus."
Niko mengangkat bahu, masih dengan gaya cool-nya, tapi Clara dan Mia merasa bahwa ada sisi lain dari dirinya yang mungkin belum mereka lihat. Momen itu menjadi kesempatan bagi mereka untuk mengenal lebih dekat, meskipun Niko mungkin tidak banyak bicara.
Saat suasana mulai akrab, Niko akhirnya membuka suara. "Dengar-dengar, kalian sudah tidak bergabung dengan Geng Sonia, ya?" tanyanya sambil memandang Clara dan Mia dengan penasaran.
Clara terkejut, tapi dia langsung menjawab. "Iya, benar. Banyak hal yang terjadi, dan kami merasa lebih baik pergi dari sana."
Mia menambahkan, "Kita ingin fokus sama persahabatan yang lebih positif, dan sekarang bisa menjalin hubungan baru."
Niko mengangguk, tampak memahami. "Kedengarannya masuk akal. Kadang, perubahan itu diperlukan buat kita berkembang."
Roni, yang mendengar percakapan itu, ikut bersuara. "Bener banget! Kadang kita butuh menjauh dari hal-hal negatif supaya bisa bersenang-senang. Geng yang attractive itu yang bikin kita lebih bahagia."
Vin melanjutkan, "Dan pasti lebih seru tanpa drama, kan?"
Mereka semua tertawa, dan Clara merasa lega. Niko yang biasanya cool kini terlihat lebih terbuka. Dia mulai berbagi pandangannya tentang persahabatan dan pentingnya memilih teman yang relevan.
"Senang deh kalian bisa nemuin jalan baru," Niko akhirnya mengatakan dengan nada lebih hangat. "Maybe kita bisa jadi good friends, ya?"
Kata-kata itu membuat suasana semakin akrab, dan Mia dan Clara merasa excited untuk mengenal Niko lebih dekat.
Roni sambil memegang bahu Niko, tersenyum lebar. "Prince kita ini, kalo udah deket sama orang, dia bakalan sangat terbuka, lho!" ujarnya dengan nada bercanda.
Niko hanya menggelengkan kepala, tapi senyumnya semakin lebar. "Ya, ya, jangan baper, Ron," balas Niko sambil tertawa kecil. "Tapi bener, gue lebih nyaman ngobrol sama orang yang gue kenal."
Clara dan Mia saling pandang, merasa senang melihat sisi Niko yang lebih ramah. "Kalau gitu, kita harus bikin kalian berdua lebih sering ngobrol!" kata Clara, tersenyum.
Mia menambahkan, "Iya, kita bisa saling berbagi cerita dan pengalaman. Makin akrab, makin seru!"
Roni mengangguk setuju. "Bener banget! Kita bisa jadi tim yang keren. Mungkin kita bisa rencanakan sesuatu bareng?"
Dengan semangat yang meningkat, mereka semua mulai merencanakan aktivitas seru bersama, dan suasana di sekitar meja semakin hidup. Clara dan Mia merasa bahwa hari itu adalah awal dari persahabatan yang lebih mendalam, dan mereka senang bisa lebih dekat dengan Niko dan gengnya.
Di tengah suasana outdoor yang cerah, Bianca duduk di sudut cafe, sendirian dengan makanan di depannya. Meskipun banyak siswa lain yang berbincang dan tertawa, ia tampak tenang dan fokus pada piringnya, seolah mengabaikan keramaian di sekitarnya.
Roni, sambil menunjuk ke arah Bianca, berkata, "Liat deh, dia lagi di luar lagi. Biasanya, dia emang lebih suka sendirian bahkan di kelas juga dia jarang ngobrol."
Clara mengangguk, tampak penasaran. "Kira-kira dia pernah merasa kesepian nggak, ya? Mungkin kita bisa ajak dia gabung."
Mia menatap Bianca dengan rasa ingin tahu. "Dia kelihatan misterius. Aku penasaran apa yang ada di pikirannya."
Niko, yang mendengarkan, berkomentar, "Dia memang sering mengamati tanpa terlibat. Mungkin dia punya pandangan yang berbeda tentang kita."
Roni menambahkan, "Kalau kita bisa ajak dia ngobrol, bisa jadi pengalaman seru! Siapa tahu dia punya cerita menarik."
Akbar merenung sejenak. Dia ingat bagaimana wanita itu tampak di kelas duduk di sudut belakang—tenang dan pendiam, namun ada sesuatu yang menarik perhatian. Mungkin dia memang tipe orang yang lebih suka merenung dan mengamati daripada terlibat langsung.
"Apakah dia punya dunia sendiri?" pikir Akbar. "Atau mungkin ada alasan di balik sikapnya yang misterius itu?"
Rasa ingin tahunya semakin membara. Dia membayangkan bagaimana jika mereka berbicara, mungkin dia akan menemukan sisi lain dari wanita itu. "Mungkin dia punya cerita yang menarik untuk dibagikan," gumamnya pelan.
Mereka berempat saling berpandangan, Mungkin di lain waktu akan ada kesempatan untuk mendekati Bianca, dan suasana di outdoor itu terasa semakin hidup dengan potensi persahabatan yang baru.