Sebuah insiden membawa Dinda Fahira Zahra dan Alvaro Davian bertemu. Insiden itu membawa Dinda yang yatim piatu dan baru wisuda itu mendapat pekerjaan di kantor Alvaro Davian.
Alvaro seorang pria dewasa tiba-tiba jatuh hati kepada Dinda. Dan Dinda yang merasa nyaman atas perhatian pria itu memilih setuju menjadi simpanannya.
Tapi bagaimana jadinya, jika ternyata Alvaro adalah Ayah dari sahabat Dinda sendiri?
Cerita ini hanya fiktif belaka. Mohon maaf jika ada yang tak sesuai norma. 🙏🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Tiga Puluh
Vina membuka matanya saat merasakan sinar matahari di tubuhnya. Dia menggeliat dan melihat ke sekeliling. Dia sedikit heran karena merasa asing dengan kamar yang ditempati. Melihat ke dinding jam telah menunjukan pukul sembilan pagi.
Sekali lagi Vina memandangi ke sekeliling dan tetap tak mengenali di mana dia berada. Saat akan bangun, dia mendengar suara pintu yang di buka. Pandangannya langsung tertuju pada asal suara. Dia melihat seseorang yang tidak ingin dia temui saat ini. Namun, bagaimana dia bisa mengelaknya.
"Selamat Pagi, Zeyeng!" seru Dinda seperti biasanya. Dia pura-pura lupa jika sahabatnya itu sedang marah dengannya.
Vina tak menjawab ucapan wanita itu. Dia hanya menatapnya. Dinda berjalan mendekati ranjang dimana gadis itu berbaring dan meletakan makanan yang dia bawa di atas nakas.
"Makanlah ...! Tadi aku sengaja masak nasi goreng kesukaanmu ini. Pasti kamu sudah kangen dengan masakanku, kan?" tanya Dinda dengan tersenyum.
Vina menarik napas dalam. Mencoba mengingat kejadian yang dia alami sehingga bisa sampai di tempat Dinda.
"Apakah ini apartemen Dinda dan Daddy?" tanya Vina dalam hatinya.
"Aku suapin ya. Kamu harus makan. Takutnya maag kamu kambuh," ujar Dinda.
Dinda lalu mengambil piring dan mengulurkan sendok yang berisi nasi goreng ke mulut Vina. Namun, wanita itu mendorong tangannya.
"Jangan sok perhatian, Dinda. Aku masih belum bisa memaafkan dan menerima perbuatanmu. Bukan karena aku tak terima kamu menikah dengan Daddy saja, yang terutama adalah kebohonganmu. Kamu telah membodohi dan membohongi aku!" seru Vina.
Dia lalu berdiri dan mencari tas nya. Vina baru ingat jika kemarin dirinya pergi ke klub. Setelah itu dia memesan minuman beralkohol. Selanjutnya tak tahu apa yang terjadi. Kenapa dia bisa berada di apartemen ini, dia tak ingat apa-apa.
"Vina, kamu boleh marah denganku. Aku terima itu, tapi aku mau kamu tetap makan. Jika kamu memang tak ingin melihat aku di sini. Aku pamit," ucap Dinda.
Dinda lalu berjalan menuju pintu. Saat akan membukakan pintu, tubuhnya dipeluk dari belakang. Terdengar suara isak tangis.
Dinda berbalik dan memeluk sahabatnya itu. Dia juga ikut menangis. Keduanya saling berpelukan.
"Maafkan aku, Vina," ucap Dinda sambil terisak.
Mereka berdua lalu menuju ranjang. Keduanya saling berpelukan kembali.
"Aku juga minta maaf. Aku telah bicara kasar denganmu," ucap Vina.
"Aku tak masalahkan itu. Aku paham dengan perasaan kamu. Tapi Vina, seperti yang aku katakan. Aku benar-benar tak tahu jika suamiku adalah Daddy kamu," ucap Dinda.
Vina kembali memeluk sahabatnya itu. Terus terang hanya Dinda yang paling mengerti dirinya. Sejak mengenal gadis itu dia merasa ada tempat untuk berbagi.
"Sekarang kamu makan. Nanti kita bicara lagi. Aku mau siapkan makan untuk Daddy mu dulu," ucap Dinda.
"Aku makan di luar saja. Apa boleh gabung?" tanya Vina dengan suara pelan.
"Tentu saja boleh, Vina. Aku justru suka," ucap Dinda dengan riang.
Dinda lalu meraih tangan sahabatnya. Keduanya lalu berjalan bergandengan menuju dapur. Di atas meja telah tersedia nasi goreng dan berbagai tambahan lainnya. Ada telur, ayam goreng dan juga kerupuk.
Dinda mempersilakan Vina duduk duluan. Dia lalu menuju kamar untuk memanggil suaminya.
"Mas, di meja makan telah menunggu Vina. Aku minta Mas jangan membahas apa pun. Jika pun kalau nanti mengobrol, bicarakan yang ringan saja. Saat ini bukan waktu yang tepat untuk Mas bicara mengenai kesalahannya kemarin. Semua pasti dia lakukan karena rasa kecewa. Bagaimana pun kita juga bersalah karena tak jujur dari awal," ucap Dinda.
"Iya, Sayang. Apa pun yang kamu inginkan aku pasti akan ikuti jika itu demi kebaikan bersama. Aku makin bangga memiliki istri seperti kamu. Walau usiamu dan Vina sama, tapi pemikiran kamu jauh lebih dewasa," balas Alvaro.
"Jangan suka membanding-bandingkan seseorang, Mas. Tak ada yang suka itu. Jika Vina mendengar, dia bisa salah paham lagi," ucap Dinda.
"Baik, Sayang," ujar Alvaro.
Alvaro memeluk pinggang istrinya saat berjalan, tapi Dinda melepaskan. Dia malu dengan Vina.
"Kenapa, Sayang?" tanya Alvaro karena Dinda melepaskan pelukannya.
"Malu, Mas. Ada Vina," jawab Dinda.
Alvaro tersenyum dan mengacak rambut istrinya itu. Sampai di meja makan, melihat sang putri, dia lalu mengecup pipi gadisnya itu.
"Selamat Pagi, Sayangnya Daddy," ucap Alvaro dan kembali mengecup pucuk kepala sang putri.
Vina tak menjawab ucapan Daddy nya. Dia justru menangis. Alvaro lalu mengusap air mata sang putri. Gadis itu terharu karena pria itu tak marah dan masih memanggil dengan panggilan kesayangan.
"Mas, mau pakai apa nasi gorengnya?" tanya Dinda mencairkan suasana.
Alvaro lalu tersenyum dan menjawab, "Dadar telur aja, kalau Vina lebih suka telur mata sapi," jawabnya.
Dinda lalu mengambilkan sepiring nasi untuk Alvaro dengan dadar dan Vina dengan telur mata sapi. Mereka bertiga lalu makan dengan dalam diam. Tak ada yang bersuara.
Setelah selesai makan, Alvaro lalu pamit. Dia langsung menuju ruang keluarga, seperti biasa, membuka laptop untuk melihat sebentar pekerjaannya.
Di dapur Dinda membereskan piring kotor dan mencucinya. Vina ikut berdiri dan bermaksud membantu.
"Aku bantu cuci piringnya," ucap Vina.
"Kamu duduk aja. Biar aku yang kerjakan semua. Hanya sedikit," balas Dinda.
Walau di larang, tapi Vina tetap keukeh membantu. Akhirnya mereka berdua yang membersihkan dapur. Saat menata piring di rak, sahabat Dinda itu lalu bertanya.
"Bukankah kamu sedang hamil, apakah tak apa mengerjakan semua ini?" tanya Vina dengan suara pelan.
Walaupun Vina bertanya dengan suara pelan, tapi cukup membuat Dinda terkejut. Dia memandangi sahabatnya dengan tersenyum. Tak tahu harus berkata apa. Jika anak ini lahir, itu berarti adik dari Vina sahabatnya. Mereka sedarah. Berasal dari satu darah Alvaro.
"Kehamilanku tak akan terganggu hanya karena pekerjaan seperti ini, kecuali kalau aku jadi kuli bangunan," jawab Dinda.
"Semoga saja tetap sehat hingga lahiran nanti," balas Vina.
"Bayiku ini adalah adikmu, Vina," ucap Dinda dengan suara pelan.
Dinda takut ucapannya itu akan membuat Vina marah atau malu. Dia takut gadis itu belum bisa menerima kenyataan jika dirinya adalah ibu tirinya dan calon ibu bagi adiknya.
"Ya, adikku dan kamu adalah ibuku saat ini," ucap Vina dengan suara pelan.
Dinda kembali tersenyum mendengar ucapan sahabatnya itu. Dia lalu memeluk Vina. Setelah cukup lama saling berpelukan, mereka lalu melepaskannya. Keduanya bergandengan menuju ruang keluarga di mana Alvaro berada.
Melihat dua orang wanita yang di cintainya telah akur Alvaro tampak tersenyum. Hatinya begitu bahagia.
selesaikan dulu sama yg Ono baru pepetin yg ini
semoga samawa...
lanjut thor...