Lastri selalu di injak harga dirinya oleh keluarga sang suami. Lastri yang hanya seorang wanita kampung selalu menurut apa kata suami dan para saudaranya serta ibu mertuanya.
Wanita yang selalu melayani keluarga itu sudah seperti pembantu bagi mereka, dan di cerai ketika sang suami menemukan penggantinya yang jauh berbeda dari Lastri.
Namun suatu hari Lastri merasa tidak tahan lagi dan akhir mulai berontak setelah ia bercerai dengan sang suami.
Bagaimana cara Lastri membalas mereka?
Yuk simak kisahnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaQuin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30. Ngambek
Bab 30. Ngambek
POV Lastri
Semua dalam ruangan itu tidak ada yang berani berbicara selain Mas Hendra dan Ibu mertua. Bahkan isteri muda Mas Hendra terlihat begitu kesal sehingga ia memainkan ponselnya.
Tidak lama handphone Mas Hendra berbunyi, sepertinya ada pesan masuk di sana. Mas Hendra pun tampak membalas pesan itu lalu memasukannya lagi ke dalam sakunya.
"Kamu jangan begini Lastri. Toh kita tidak kemana-mana." Ujar Mas Hendra sambil perlahan berusaha melepaskan gandengan tangan ku di lengannya.
"Apa salahnya Mas manja sama suami sendiri? Masa aku kamu larang, sedangkan sepupu baru ketemu gede itu kamu biarin nempel." Sarkas ku.
"Bukan begitu Lastri. Sudah lah, aku tidak enak di lihat semua orang disini. Malu rasanya."
"Kenapa begitu? Toh tadi kamu kelihatan tidak malu saat di gandeng dia?!" Tunjukku lewat ekor mata pada isteri muda Mas Hendra.
Aku melepas gandengan tanganku pada Mas Hendra dan berbalik menatap isteri mudanya itu. Ingin sekali aku menampar wajah yang mulus dan cantik itu. Wajah yang ia gunakan untuk merayu suamiku dengan menggerogoti uang gaji Mas Hendra. 20 jutaan sebulan, aku hanya di beri 700 ribu, kemana lagi kalau bukan ke pelakor itu uang gaji Mas Hendra.
Lelah ku tak tahan sekuat hati mesti jantung ini nyaris meledak rasanya, bahkan darah sudah mendidih sampai ke ubun-ubun dan siap menyembur bagai letusan gunung merapi.
"Kamu sepupunya Mas Hendra?" Tanya dengan senyum manis, tapi hati begitu teriris. "Aku Lastri isteri Mas Hendra. Lain kali mau apa-apa jangan nempel sama Mas Hendra ya? Kan ada Ibu, Mbak Tatik atau aku yang bisa kamu tanyai kalau butuh apa-apa. Bukan apa aku bicara begini. Takutnya tetangga lihat kamu nempel begitu kamu malah di kira Pe.. La..Kor!"
Sengaja ku tekankan kata pelakor agar dia merasa dan tahu diri. Dan lihat saja wajahnya mulai memerah bak kepiting rebus.
Dengan napas memburu, isteri muda Mas Hendra itu bergegas keluar dari ruangan itu.
"Ra...!"
Mas Hendra memanggil sang pelakor dan hendak mengejarnya namun dengan cepat aku tahan dengan memegang lengan Mas Hendra.
"Mau kemana Mas?"
"Lepas Lastri, Rara tidak tahu daerah sini. Kalau kesasar gimana?!"
"Jangan bodoh deh Mas! Hape sudah canggih sekarang. Mau kemana-mana tinggal cari di maps, jadi tidak bakal kesasar! Kecuali dia bodoh tidak tahu mengenal huruf!" Sarkas ku yang makin tersulut emosi melihat sikap Mas Hendra yang sangat peduli terhadap isteri mudanya itu.
Aku berusaha kembali menekan emosi untuk selalu bersikap tenang.
"Kamu mulai berubah ya Lastri. Kamu sekarang sudah semakin berani menjawab dan tidak lagi penurut seperti dulu."
"Mas, aku capek dari dulu jadi isteri penurut namun tetap saja kamu abaikan. Aku ingin berubah dan menuntut hak ku sebagai seorang isteri. Tidak salah kan Mas?"
"Loh... Mas ini sering mengabaikan Mbak nya toh? Tidak baik seperti itu loh Mas?" Celetuk salah seorang penunggu pasien di sebelah Nilam.
Mas Hendra tak berkutik. Padahal sejak tadi terdengar suara pesan terus masuk ke hapenya.
"Siapa sih yang mengirim pesan padamu itu Mas?" Tanyaku pura-pura tidak tahu. Aku yakin pesan itu dari wanita pelakor itu.
Mas Hendra lalu mengeluarkan handphone dan mengganti mode silent sehingga tidak terdengar lagi pesan-pesan yang masuk ke handphonenya.
"Uugh.. Bu..."
"Nilam kamu sudah sadar?" Tanya Ibu mertua.
Kesadaran Nilam mengalihkan semua perhatian kami padanya.
"Bu..." Panggil Nilam dalam keadaan lemah.
"Kamu harus jelaskan pada ibu, siapa yang sudah menghamili kamu Nilam!"
Baru juga Nilam sadar, dirinya sudah di berondong pertanyaan oleh Ibu mertua. Wajah Nilam yang pucat karena belum sehat semakin pucat oleh pertanyaan Ibu mertua. Kasihan, tapi itu sudah menjadi resiko atas apa yang ia perbuat.
"Bu...hiks..."
Nilam tidak berani menjawab pertanyaan sang Ibu. Hampir semua orang di ruangan ini ia lihat satu persatu kecuali aku. Sepertinya dia lebih takut pada Ibu dan saudara-saudaranya. Bahkan Mas Wawan pun menjadi target tatapan Nilam yang penuh arti.
Aneh..., Aku menangkap ke ganjilan disini. Mas Wawan tampak gelisah di tatap oleh Nilam. Ada apa ini? Apakah jangan-jangan Mas Wawan tahu siapa yang sudah menghamili Nilam?
Sebaiknya aku menonton saja disini. Lumayan tontonan siaran ikan terbang sudah lama tidak pernah aku lirik namun terjadi nyata di depan mataku.
Bukan aku bersyukur atas apa yang terjadi pada Nilam. Tapi apa yang kita tanam tentu kelak kita juga yang menuai hasilnya. Dan seandai apa pun bangkai di tutupi, tetap tercium juga baunya suatu hari nanti.
"Kamu tidak mau jawab Nilam?!" Sergah Ibu mertua mulai berang.
"Bu, jangan di desak dulu. Biarkan dia sehat dulu." Ujar Mas Wawan memberi saran.
Ibu mertua mendengus kasar menahan rasa kecewa dan amarahnya yang mungkin menumpuk di dada saat ini. Yah Bu, seperti itu lah beberapa menit yang lalu yang aku rasakan. Sakit tapi tidak berdarah. Tapi kalian tidak peduli bukan?
"Di rumah saja Bu, tunggu sehat. Nanti nambah pikiran makin lama inap nya di Rumah Sakit ini." Ujar ku.
Aku bukan ingin membela Nilam, tapi sepertinya pembahasan itu tidak baik di bahas di ruang itu, mengingat ada pasien lain di sebelah Nilam.
Mas Hendra tampak gelisah. Sedari tadi ia selalu melihat arloji nya di tangan. Dia pasti mencemaskan isteri mudanya itu. Begitu berartinya kah dia bagi mu Mas? Sakit sekali hati ini melihat sikap cemas mu seperti itu. Padahal waktu Diah sakit, sikap mu tenang malah tidak peduli sama sekali.
"Mas tidak pulang ke tempat dinas lagi kan malam ini? Aku ikut ya kalau pulang? Atau kita pulang ke rumah Ibu saja. Aku sudah masak banyak untuk kita semua. Lagian Diah masih di kampung. Jadi aku bisa bebas ngikutin Mas kemana saja."
Mas Hendra tersentak mendengar penuturan ku. Bahkan wajahnya menegang dan gelagatnya tampak tidak tenang. Pasti kamu bingung atas permintaan ku ini Mas. Rasakan...! Aku mau lihat bagaimana kamu akan menghindari ku lagi kali ini.
"Tapi Lastri, Rara barusan mengirimkan pesan. Dan katanya dia kesasar. Aku kasihan padanya."
Alasan! Dasar pembohong!
"Mas dia pulang kemana memangnya?"
"Itu dia. Dia belum punya tempat tinggal disini. Jadi rencananya Mas mau carikan dia kontrakan atau kos-kosan."
"Ngapain repot sih Mas. Tinggal saja dulu di rumah Ibu sementara Nilam masih di rawat. Kan bisa pakai kamar Nilam. Atau tinggal di kamar yang aku tempati dan aku biarlah kembali ke rumah kita atau ikut kamu tinggal di mess. Gampang kan?"
Mampus kamu Mas!
Bersambung...
Jangan lupa like dan komen ya🙏😊