Lavina tidak pernah menyangka akan dijodohkan dengan seorang duda oleh orang tuanya. Dalam pikiran Lavina, menjadi duda berarti laki-laki tersebut memiliki sikap yang buruk, sebab tidak bisa mempertahankan pernikahannya.
Karena hal itu dia menjadi sanksi setiap saat berinteraksi dengan si duda—Abyan. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu Lavina mulai luluh oleh sikap Abyan yang sama sekali tidak seperti bayangannya. Kelembutan, Kedewasaan Abyan mampu membuat Lavina jatuh hati.
Di saat hubungannya mulai membaik dengan menanti kehadiran sosok buah hati. Satu masalah muncul yang membuat Lavina memutuskan untuk pergi dari Abyan. Masalah yang membuat Lavina kecewa telah percaya akan sosok Abyan—duda pilihan orang tuanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my_el, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Duda 31
Flashback on
“Long time no see, Abang.”
Abyan hanya mengangguk pelan menanggapi sapaan Felita sebelum dirinya duduk di hadapan sang mantan. Tangannya tak terlepas menggenggam tangan Lavina, seakan jika dia mengendurkannya sedikit saja, istrinya akan meninggalkannya.
“Sudah lama sekali kita tidak bertegur sapa. Abang apa kabar?” Felita lebih dulu membuka pembicaraan, saat menyadari Abyan tampak enggan bertemu dengannya.
“Jauh lebih baik dari dua tahun yang lalu.” Jawaban Abyan jelas mengejutkan dua wanita yang berada di dekatnya, bahkan Lavina sampai menoleh ke arahnya.
“Mas,” bisik Lavina mencoba menegur sikap ketus suaminya dan Abyan menghela napas berat, tak bisa berkutik selain menuruti istrinya itu.
“Tidak apa-apa, Lavina. Wajar sekali Abyan bersikap seperti itu, karena itu semua tidak lepas dari sikapku yang tidak baik sebelumnya,” ujar Felita tersenyum tipis.
Lavina pun menyadari akan semua untaian kalimat yang pernah dia baca atas sosok Felita. Memang benar adanya, Felita adalah sosok yang cantik dan anggun.
Jauh berbeda dengannya. Meski memiliki kemiripan, tetapi sekarang tidak terlalu mencolok sebab wanita di depannya itu sudah menambahkan polesan di wajah cantiknya.
“Aku sangat bersyukur abang tampak lebih baik dari sebelumnya. Malah memang kelihatan jauh lebih baik,” lontar Felita lagi yang berhasil menarik minat kedua pasangan di depannya. Kemudian, wanita itu menghela napas berat sebelum melanjutkan ucapannya yang sepertinya sulit untuk diucap. “Maaf. Aku minta maaf, Bang. Aku terlalu egois dan meninggalkanmu begitu saja. Memilih bersama orang lain dan pergi di saat aku sendiri sudah berstatus menjadi istri kamu. Aku salah dan aku minta maaf sama kamu atas hal itu.”
Abyan akhirnya mengembuskan napasnya kasar. Meski dia sudah tak memiliki perasaan apa pun pada Felita. Namun, tetap saja mengungkit masa lalu sama saja mengorek luka yang sudah dia kubur dalam-dalam.
“Bohong kalau saya bilang baik-baik saja setelah kejadian itu. Rasanya sulit untuk melanjutkan kehidupan setelah kamu pergi dengan seenaknya. Apa saya terlihat begitu bodoh saat itu? Apa perasaan saya kamu anggap hanya sebuah lelucon, setelah saya berusaha mati-matian untuk memperjuangkanmu di hadapan orang tua saya sendiri?” Nada yang Abyan gunakan masih bisa dikatakan normal, tetapi penuh penekanan. Bahkan pria itu sampai tidak sadar mengeratkan genggamannya hingga tangan Lavina memerah.
“Maaf. Aku minta maaf dan aku tidak ada pembelaan dengan kesalahanku. Aku akui aku salah. Dan bukan kamu yang bodoh. Aku tidak pernah melihat kamu sebagai lelucon. Hanya saja aku yang terlalu serakah karena tidak cukup dengan sama kamu saja, Abang. Aku terlena akan sebuah kesempatan yang dia janjikan. Memang benar aku mendapatkan hal itu, tapi selama ini hidupku tidak tenang. Aku selalu dihantui perasaan bersalah meski dia selalu mengatakan semua akan baik-baik saja dan menemaniku sampai saat ini,” balas Felita menyendu.
Lantas, wanita itu menatap Abyan lekat dengan sorot mata bersalahnya yang teramat besar. “Maaf sudah menorehkan luka ke kamu, Bang. Padahal kamu sendiri sangat baik ke aku. Maaf,” mohonnya.
Abyan mengeraskan rahangnya, tatapan matanya begitu tajam. Dan Lavina dibuat ngeri melihat ekspresi yang pertama kali dia lihat dari seorang Abyan. Napas Abyan yang memburu berangsur baik-baik saat tangannya mendapatkan usapan lembut dari Lavina.
Pria itu tersadar bahwa saat ini dia bersama istrinya. Wanita yang sudah berhasil membuatnya jatuh cinta lagi dengan mudahnya, dengan segala sikapnya yang apa adanya. Bagaikan sebuah matahari yang menyinari dan menghangatkan bumi dari gelapnya malam dan dinginnya embun pagi.
“Apa sekarang kamu sudah berhasil menggapai impianmu?” tanya Abyan yang perasaannya mulai tenang.
Meski sempat terkejut, Felita pun mengangguk, mengiyakan. “Aku bisa. Meskipun tidak mudah. Tapi, aku berhasil menembus pasar mode di sana bulan ini.”
“Berarti jalanmu sudah benar. Meski harus melewati jalan gelap dan meninggalkan saya, dan nyatanya dari jalan gelap itulah yang mengantarmu ke tujuan yang kamu mimpikan,” ujar Abyan lagi dengan bijak. Seutas senyum mulai terbit, dan pria itu menoleh ke arah sampingnya. Di mana sang istri berada.
“Saya juga sudah menemukan tujuan yang Tuhan takdirkan untuk saya. Jawaban dari segala keterperukan yang saya lewati. Dan saya sangat bersyukur mendapat hadiah ini dari Tuhan. Rasanya, semua sakit yang saya terima sangat setimpal dengan apa yang saya miliki sekarang,” tuturnya dengan raut bahagia yang sama sekali tidak Abyan sembunyikan.
Lavina seketika merinding dengan perut yang rasanya bergejolak bak terdapat ribuan kupu-kupu imajiner di dalam perutnya. “Bisaan banget nih mantan duda ngalusnya. Gak tau tempat lagi. Kan, gue gak bisa buat nyiumnya kalau gini,” rutuk hati Lavina.
“Abang sudah memaafkanku?” tanya Felita ragu.
“Tidak ada alasan lagi untuk mendendam. Memaafkan rasanya bisa lebih lepas dan bebas. Apalagi sekarang kita sudah berada di jalur jalan masing-masing. Kamu dengan mimpimu. Dan saya dengan keluarga kecil yang saya bangun." Abyan dengan sikap dewasanya selalu bisa menenangkan suasana.
Bagaimana bisa Lavina tidak makin cinta pada suaminya itu kalau Abyan selalu bisa meluluh-lantahkan perasaannya, gengsinya, dan manjanya? Rasanya dia ingin cepat pulan dan memberikan Abyan pelukan hangat setelahnya. Ingatkan Lavina untuk memberikan Abyan reward, ok!
“Kamu beruntung mendapatkan istri secantik dan selucu Lavina, Abang. Aku juga bersyukur kamu dipertemukan dan ditakdirkan bersama Lavina. Yang berhasil membuat kamu lebih berbeda dari sebelumnya. Aura positif kamu semakin menguar dan aku yakin sekali Lavina juga berhasil membuat hidupmu tidak sekaku dulu,” jujur Felita yang akhirnya bisa kembali mengembangkan senyumannya. Dan Abyan mengangguk membenarkan.
“Lavina seperti matahari di hidup saya. Pusat kehidupan saya. Dan kamu benar, saya beruntung dan tak berhenti bersyukur bisa memilikinya di hidup saya.”
Flashback off
Arumi tersenyum lebar setelah mendengar seluruh cerita putrinya. “Pilihan mama memang terbaik, bukan? Meski sempat terjadi jalanan terjal, tapi Abyan manis banget ternyata. Benar, kan, Dek?”
“Suami adek gitu, loh!” Lavina berbangga diri dengan senyuman bongkahnya. Tanpa menyadari kehadiran suami dan ayahnya.
“Jadi, udah gak sanksi lagi sama seorang duda, nih?” goda Farhan mengejutkan dua perempuan beda usia di meja makan itu.
Sontak saja Lavina mengerucutkan bibirnya sebal. “Udah gak duda, Papa! Suami adek itu,” protesnya menciptakan tawa renyah di kediaman Pahlevi tersebut.
“Terima kasih, ya, Sayang.” Abyan membubuhkan kecupan di puncak kepala sang istri.
“Seharusnya aku tau yang ngasih cium. Sebagai reward,” sahut Lavina yang langsung mendapat gelengan kecil dari kedua orang tuanya.
“Dasar bucin! Padahal dulu sok iya yang nolak, gak mau sama duda,” sindir Arumi yang suka sekali membuat putrinya mencebik kesal. Dan hal itu juga membuat Abyan senang melihat bagaimana bibir plum sang istri udah maju-maju seakan meminta untuk dicium.
Andai saja mereka tidak sedang berada di meja makan saat ini. Sudah dapat dipastikan Abyan sudah mencuri ciuman ke bibir yang menggodanya itu. “Astaga, Abyan! Stop berpikiran kotor di depan mertuamu sendiri!”
*
*
Selamat hari senin kembalii
Semangat beraktivitas semuanya dan maaf kemarin gak double up, ada sebuah problem di real life 🫠