Di tengah reruntuhan planet Zefia, Arez terbangun dari tidur panjangnya—sebuah dunia yang hancur akibat bencana besar yang dikenal sebagai Bang. Setiap seratus tahun, planet ini mengalami Reset, sebuah siklus mengerikan yang membawa kehancuran, memunculkan monster, dan membangkitkan kejahatan dari masa lalu. Dunia di mana perdamaian tak pernah bertahan lama, di mana peradaban selalu bangkit hanya untuk jatuh kembali.
Arez, seorang pahlawan yang terlupakan, bangkit tanpa ingatan tentang masa lalunya. Digerakkan oleh naluri untuk melindungi Zefia, ia harus bergabung dengan para Refor, pejuang pilihan yang memegang kekuatan elemen untuk menjaga keseimbangan dunia. Namun, Arez tidak menyadari bahwa ia adalah kunci dari siklus kehancuran yang terus berulang. Monster dan musuh dari masa lalu mengenali jati dirinya, tetapi Arez terjebak dalam kebingungan, tak memahami siapa dirinya sebenarnya.
Apakah di@ adalah penyelamat dunia, atau justru sumber kehancurannya? Apakah Arez akan berhasil?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Daffa Rifky Virziano, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Desa Thalmaris
Matahari mulai menurun, memberikan semburat oranye keemasan di langit sore saat Arez dan Erlana tiba di atas sebuah bukit yang menampilkan pemandangan luar biasa. Di bawah sana, terbentang hamparan laut yang luas dengan sebuah pelabuhan besar yang menjadi jantung kegiatan kota di tepi pantai. Di kejauhan, Terlihat sebuah desa dengan tembok-tembok batu besar yang memeluk garis pantai, seolah menjaga pelabuhan yang ramai di bawahnya.
Bangunan-bangunan di desa itu terlihat kokoh, seakan dibangun untuk menahan amukan badai lautan dan ancaman dari luar. Desa itu adalah Thalmaris, yang diceritakan oleh Erlana sebagai tempat tinggal ras manusia setengah hewan, yang terkenal kuat dan tangguh.
"Arez, kita sudah hampir sampai di pelabuhan," Erlana berkata dengan senyum lega, suaranya terdengar penuh antusiasme. "Dan di sana... itu desa Thalmaris. Desa para ras manusia setengah hewan yang pernah ku ceritakan padamu."
Arez memandang ke arah yang ditunjuk oleh Erlana. Pandangannya terpaku kepada desa yang menghadap laut lepas. Ia bisa melihat beberapa kapal kecil yang berlabuh di pelabuhan.
“Luar biasa…” Arez menggumam pelan. “Aku tak pernah menyangka akan melihat tempat seperti ini. Thalmaris… begitu kokoh dan indah."
Erlana mengangguk. “Ya, Tapi ingat wilayah ini adalah wilayah bebas. Kita harus tetap berhati-hati Penduduknya dikenal karena ketangguhan mereka. Kau tau Ada legenda bahwa nenek moyang mereka pernah mengalahkan raksasa laut yang mengancam seluruh pantai itu."
Arez tersenyum, tertarik dengan cerita itu. "Raksasa laut? Itu pasti kisah yang luar biasa. Sepertinya Tradisi mereka sangat melekat ya?”
“Tentu saja,” jawab Erlana. “Mereka sangat menghargai leluhur mereka dan adat istiadatnya masih dijalankan dengan ketat. Thalmaris adalah desa yang sangat kuat dalam mempertahankan identitasnya. Bahkan teknologi modern yang dibawa dari luar belum sepenuhnya menggantikan cara hidup kuno mereka.”
Arez menatap lebih lama ke arah desa, memikirkan betapa menariknya bertemu dengan penduduk desa itu. "Apakah mereka terbuka dengan orang luar?"
Erlana tertawa kecil. "Tidak semuanya. Seperti kubilang mereka suka bertarung dan Mereka dikenal selektif dalam menerima pendatang, tapi selama kita menunjukkan rasa hormat dan tidak membuat masalah, kita akan baik-baik saja. Aku pernah berkunjung ke sana beberapa kali sebelumnya."
Arez mengangguk paham. “Rasanya aku harus berhati-hati, ya?”
“Kau tidak akan punya masalah,” ujar Erlana, sambil tersenyum. “Kau punya karisma yang baik. Selama kita tetap rendah hati, aku yakin mereka akan menerima dengan baik.”
Mereka kemudian mulai menuruni bukit menuju pelabuhan. Jalan setapak berbatu membawa mereka lebih dekat ke desa dan pelabuhan, di mana deru ombak terdengar semakin jelas, dan aroma laut mulai memenuhi udara. Angin yang dingin namun menyegarkan menyapu rambut mereka, menambah semangat perjalanan mereka.
Saat mereka menuruni bukit, tiba-tiba terdengar suara whoosh keras dari belakang. Dalam sekejap, Arez merasakan bahaya yang mendekat. "Erlana, awas!" teriaknya sambil cepat-cepat menarik pedangnya dan menangkis semburan korosif hijau yang datang dari arah tak terduga.
Clang!
Cairan itu memercik ke tanah, menciptakan asap tebal dengan bau menyengat yang membuat mereka tersentak. Erlana terkejut, tapi dengan sigap mundur beberapa langkah, mempersiapkan busur dan anak panahnya. "Apa ini?!" katanya panik, matanya mencari sumber serangan.
Dari balik pepohonan yang rimbun, terdengar gemuruh langkah berat, diiringi suara desis aneh. "Hati-hati, Erlana! Monster!" kata Arez dengan cepat. Dari celah-celah hutan, sekelompok makhluk besar berwajah garang muncul.
...CHIMEROTHRAX...
Mereka adalah Chimerothrax—monster kecil berekor yang memiliki banyak warna ditubuhnya seperti iguana berguna untuk bersembunyi. Desisan mereka memekakkan telinga, dan cairan korosif menetes dari mulut mereka.
"Aku tak menyangka mereka ada di sini!" Erlana bergumam dengan tegang.
Duar!
Salah satu Chimerothrax melompat ke depan, menyerang dengan cakar tajam. Arez segera mengayunkan pedangnya untuk menangkis. Clang! Suara pedangnya beradu dengan cakar monster itu, percikan api muncul dari benturan tersebut. Arez berputar cepat dan menendang monster itu dengan keras, membuatnya tersentak mundur.
Erlana tidak tinggal diam. Dia mengangkat busurnya dan menarik anak panah yang berkilau dengan sihir api. "Fire Arrow!" teriaknya sambil melepaskan busur.
Whoosh!
Panah api melesat cepat dan menghantam salah satu Chimerothrax, membakar tubuhnya. Fwoosh! Monster itu mengeluarkan raungan kesakitan, tubuhnya berguling di tanah, berusaha memadamkan api yang menghanguskan bulu-bulunya.
Sementara itu, seekor Chimerothrax lain menyerang dengan semburan korosif. Cairan hijau itu melesat cepat ke arah Arez, namun dengan reflek tajam, dia menghindar dengan lompatan ke samping. "Kau tak akan bisa mengejutkanku lagi!" serunya. Dengan satu ayunan kuat, Arez mengarahkan serangan Twilight Slash-nya.
Wham! Serangan bercahaya dari pedangnya memotong udara dan mengenai tubuh Chimerothrax, mencabik-cabik makhluk itu hingga jatuh ke tanah dengan suara gemuruh.
Duar! Terdengar ledakan kecil saat tubuh makhluk itu ambruk, membuat debu beterbangan. Namun, masih ada beberapa Chimerothrax yang tersisa, siap untuk melancarkan serangan berikutnya.
Erlana melompat ke posisi yang lebih tinggi, memanfaatkan kelincahan dan keterampilan memanahnya. "Kita harus segera menyelesaikan ini, Arez!" katanya sambil melepaskan panah api lagi. Fwoosh!
"Setuju!" Arez menjawab sambil menyerang Chimerothrax lainnya dengan serangkaian tebasan pedang. Setiap serangan yang dia lancarkan menghasilkan efek suara slash yang memotong udara, diikuti dengan teriakan marah dari monster-monster itu.
Pertarungan semakin sengit, namun Arez dan Erlana tetap berkoordinasi dengan baik. Dengan kerja sama mereka, satu demi satu Chimerothrax berhasil ditundukkan, hingga hanya tersisa tubuh-tubuh mereka yang terkapar di tanah.
"Hah... selesai juga," Erlana menarik napas lega, menurunkan busurnya.
Arez, yang masih memegang pedang, tersenyum tipis sambil memandang sekeliling. "Mereka tidak akan menyerang lagi... setidaknya untuk sekarang."
Setelah memastikan keadaan aman, mereka kembali menatap ke arah pelabuhan dan desa Thalmaris di kejauhan. Perjalanan masih panjang, namun pertempuran kecil tadi menunjukkan betapa berbahayanya dunia yang mereka jalani.
“Erlana,” Arez tiba-tiba berkata sambil melangkah hati-hati di atas jalan berbatu. “Apa kau tahu lebih banyak tentang ras setengah hewan ini? Bagaimana cara mereka hidup, kekuatan apa yang mereka miliki?”
Erlana tersenyum, tampak senang dengan rasa ingin tahu Arez. “Mereka memiliki kemampuan unik yang berbeda-beda tergantung pada bagian hewan mana yang mereka warisi. Beberapa dari mereka memiliki indra penciuman dan pendengaran yang luar biasa, seperti serigala. Yang lain memiliki kekuatan fisik dan kecepatan yang tak tertandingi, seperti singa. Tapi yang paling menarik adalah kemampuan mereka untuk berkomunikasi dengan alam, terutama dengan hewan-hewan laut.”
Setelah beberapa saat, mereka tiba di Desa. Aktivitas di sana sangat sibuk. Para pekerja pelabuhan mengangkut peti-peti yang akan dikirim ke benteng benteng wilayah Trevia. sementara suara ombak dan teriakan para nelayan terdengar di sekitar mereka. Arez memperhatikan bahwa penduduk di sana memiliki ciri-ciri yang menunjukkan keturunan setengah hewan: telinga yang tajam, mata yang menyala seperti binatang, dan gerakan lincah yang mengingatkan pada hewan-hewan buas.
“Lihat,” kata Erlana, menunjuk seorang pria tinggi dengan otot besar dan mata seperti elang. “Orang itu Keluarganya terkenal karena kemampuan tempur mereka di laut.”
Arez tertegun, melihat pria itu mengangkat peti besar dengan mudah. “Mereka benar-benar luar biasa. Aku tidak sabar untuk melihat lebih banyak lagi tentang tempat ini.”
Erlana tersenyum. “ Sekaranh Ayo, kita harus cari penginapan di desa. Kita perlu beristirahat dan membersihkan diri, Setelah itu kita akan cari kapal untuk berangkat besok.”
Ares mengangguk setuju, Mereka berdua pun mencari penginapan, untuk mempersiapkan diri di hari esok. Namun bayang bayang mencurigakan di desa mengikuti mereka perlahan.
Untuk tulisan bagus dan rapi melebih standar tulisan author2 di sini kebnyakan. Pendeskripsian juga sudah bagus namun aku saran lebih menerapkan showing ke konten yg ada di cerita.
Untuk Alur termasuk lambat, World Building ada untuk pengenalan cukup, ada beberapa narasi yg janggal namun untuk tidak terlalu mengganggu keseluruhan bacanya.
Saranku, lebih eksplor setting Post Apocalyptic-nya dlu baik sebelum bertemu Elara ataupun ketika baru bertemu dengannya.
Feelnya menurutku bukan seperti novel Post Apocalyptic kebnyakan dan malah seperti Novel isekai pada umumnya.
Skrng jadi emas /Facepalm/