Lastri selalu di injak harga dirinya oleh keluarga sang suami. Lastri yang hanya seorang wanita kampung selalu menurut apa kata suami dan para saudaranya serta ibu mertuanya.
Wanita yang selalu melayani keluarga itu sudah seperti pembantu bagi mereka, dan di cerai ketika sang suami menemukan penggantinya yang jauh berbeda dari Lastri.
Namun suatu hari Lastri merasa tidak tahan lagi dan akhir mulai berontak setelah ia bercerai dengan sang suami.
Bagaimana cara Lastri membalas mereka?
Yuk simak kisahnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaQuin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27. Nilam Jatuh
Bab 27. Nilam Jatuh
POV Author
Tatik yang semakin berang dengan sikap Lastri yang semakin berani akhirnya mulai berbuat kasar. Ia berencana melukai Lastri dengan menjatuhkan Lastri.
Tatik berencana menuang minyak di depan lantai kamar Lastri agar ia terpeleset dan jatuh. Melihat keseharian Lastri yang sudah tidak mau lagi membantu, Tatik ingin membuat Lastri benar-benar tidak bisa melakukan apapun.
Tatik tersenyum puas ketika melihat lantai tampak mengkilap oleh minyak yang sudah di oles rata ke lantai. Ia duduk manis menunggu jeratannya menangkap mangsa.
"Hufh!"
Nilam datang-datang tampak kelelahan dan pucat dengan keringat di pelipisnya. Ia duduk tersandar di kursi sambil memejamkan matanya sesaat."
"Ngapain kamu? Datang-datang udah kayak orang kerja rodi saja habis tenaga sampai pucat gitu." Sewot Tatik pada adiknya.
"Aku capek Mbak! Bantu Ibu ngerjain pekerjaan rumah terus kuliah, ini pasti aku nyuci baju sendiri lagi."
"Kan memang tugasmu di rumah ini."
"Halah, Mbak juga bisanya cuma nyuruh-nyuruh, mana mau bantu-bantu."
"Jawab aja kamu!" Sergah Tatik.
Nilam cemberut, bersungut dalam hatinya akan sifat sang Kakak yang tidak pernah mau di salahkan.
Nilam merasa pegal di sekujur tubuhnya hingga ia melakukan peregangan sedikit.
"Lastri dekil itu ngapain aja sih?! Ibu kok tidak marahin dia?! Udah keenakan dia sekarang! Ini tidak bisa di biarkan!"
Nilam beranjak berdiri menuju kamar Lastri untuk memarahinya. Nilam tidak tahu kalau Lastri sedang tidak ada di rumah itu karena urusan Rumah Makannya.
"Mau kemana kamu?!"
Tidak di indahkan Nilam pertanyaan sang kakak. Dengan cepat langkah kaki Nilam mendatangi kamar Lastri, dan tanpa sengaja karena ketidaktahuannya, ia menginjak lantai yang sudah di oles minyak oleh Tatik.
Brukk!!
"Aww...! Aduh, Ibuuuuu....!"
"Nilam!" Gumam Tatik bergegas mendatangi Nilam.
Nilam merintih dan menjerit kesakitan ketika ia jatuh terduduk dengan posisi kaki setengah split di depan pintu kamar Lastri.
Keringat dingin mulai keluar dari lubang pori-porinya. Telinga Nilam berdengung sesaat, hingga pandangan matanya kabur selama beberapa detik. Setelah itu, ia merasakan ngilu di kakinya, dan perutnya seakan di hujam ratusan jarum hingga ia mengerang kesakitan sambil memeluk perutnya.
"Bu.... Hiks..."
"Nilam! Kamu kenapa?"
Kejadian itu terjadi begitu cepat dalam hitungan detik. Sampai Tatik mendapati Nilam yang meringis di lantai, lalu adiknya itu tiba-tiba pingsan.
"Loh, Nil? Bangun Nil?!"
Tatik berusaha membangunkan Nilam dengan mengoyang tubuh adiknya itu.
"Bu...! Ibu...! Nilam Bu...!"
Tatik berteriak cemas saat memegang tubuh Nilam yang mandi keringat dan sudah terkulai lemah.
"Bu....!!"
"Ada apa sih Tatik kamu teriak-teriak sudah kayak tinggal di hutan saja!"
"Nilam Bu! Nilam pingsan!"
"Apa?!"
Bu Ida yang baru terkumpul nyawanya karena dibangun paksa tidur nya oleh teriakan Tatik terkejut mendengar anaknya yang pingsa. Ia pun mendekati Tatik dan Nilam, mencoba melakukan hal yang sama seperti Tatik sebelumnya yaitu mengoyangkan tubuh Nilam untuk membangunkannya. Namun beberapa kali di coba, Nilam tidak sadar juga.
"Ayo angkat, bawa ke kamarnya." Ujar Ibu pada anak sulungnya.
"Tapi berat Bu..."
"Terus, masa Ibu yang angkat sendiri?! Cepat bantu angkat!"
Dengan mulut manyun, Tatik menuruti perintah Bu Ida dan mengangkat Nilam untuk di bawa ke kamarnya. Mereka yang jarang melakukan kerja berat selama beberapa tahun ini bergitu terasa kewalahan mengangkat tubuh Nilam yang hanya memiliki berat badan 44 kilo. Akhirnya tubuh Nilam hanya mampu di seret oleh Tatik di tangan kiri dan Bu Ida di tangan kanan. Begitu sampai di kamar, Nilam dibaringkan di lantai dan hanya di beri bantal di kepala.
"Cepat telpon adikmu atau suami mu untuk mengabari keadaan Nilam. Ibu bingung ini bagaimana mengatasinya!"
Tatik segera menurut apa kata sang Ibu, ia pun mencoba menelepon Hendra namun tidak di angkat. Beberapa kali di coba hasilnya tetap sama. Tatik pun akhirnya beralih menelpon Wawan, suaminya.
"Assalamualaikum... Loh, ada apa ini?"
Lastri penasaran dengan melihat kepanikan di wajah Tatik dan Ibu mertuanya yang berkumpul di depan pintu kamar Nilam.
"Baru datang kamu Lastri! Nilam pingsan."
"Loh, apa yang terjadi Bu?"
Lastri yang memiliki jiwa kemanusiaan itu merasa khawatir mendengar kabar yang di sampaikan ibu mertuanya.
"Tatik apa yang terjadi sama Nilam?!"
Bu Ida malah bertanya balik pada Tatik. Pasalnya ia juga tidak tahu penyebab Nilam tiba-tiba pingsan.
"Eh, bentar Mas. Pokoknya kamu pulang ke rumah Ibu. Sekarang ya Mas!"
Tatik dengan cepat mematikan panggilan telponnya setelah menyampaikan hal yang penting saja menurutnya kepada suaminya.
"Anu Bu, itu... Dia terpeleset di depan kamar Lastri." Jawab Tatik.
"Kok bisa? Ini pasti gara-gara kamu sudah tidak pernah lagi bersihkan rumah, Lastri!"
Tatik menyembunyikan senyumnya. Secara tidak langsung rencananya juga mengenai Lastri mesti gagal berakhir dengan adiknya yang masih terbaring pingsan.
Lastri membuang napas panjang.
"Jadi Ibu mau biarin Nilam begitu saja tanpa membawanya ke dokter?"
"Eh iya, Nilam. Duh kalau ke dokter pasti biayanya mahal!" Ujar Bu Ida kebingungan.
Anak tidak sadarkan diri tapi ia masih saja takut soal biaya. Ibu mertua benar-benar kelewatan, batin Lastri menggerutu.
"Kalau tidak mau ke dokter, bawa ke klinik saja lebih murah Bu, nanti biayanya minta sama Mas Hendra." Ujar Lastri.
Bu Ida menatap Lastri tajam, lalu kemudian menoleh pada Nilam yang terbaring.
"Ya sudah, bawa saja."
"Aku telpon taxi online dulu." Ujar Lastri.
"Uughh....."
Baru saja hendak Lastri hendak menelpon taxi, Nilam tersadar dari pingsannya.
"Nilam, Nil.... Kamu tidak apa-apa?" Tanya Bu Ida segera mendekati dan menanyakan keadaan Nilam.
"Hiks... Perutku sakit Bu.., sakit banget."
Nilam meneteskan air mata sembari meringis kesakitan memegang perutnya.
"Loh kenapa bisa sakit?" Tanya Bu Ida kebingungan.
"Sakit Bu.... Hiks, tolong aku Bu..."
Nilam tidak bisa menjelaskan. Ia hanya terus merintih kesakitan.
"Apa perlu bawa ke klinik, Nilam sudah sadar Bu?" Tanya Tatik.
"Bawa saja Mbak, takut kenapa-kenapa. Apalagi Nilam kesakitan seperti itu. Aku sudah memesan taxi, dan sedang dalam perjalanan ke sini lokasinya tidak jauh paling beberapa menit datang."
"Gosok minyak kayu putih juga paling sudah baikan."
Dasar tidak punya hati sekali Mbak Tatik ini, padahal adiknya sendiri yang sakit, tapi benar-benar tidak peduli seolah-olah Nilam orang asing. Apalagi orang asing yang sebenarnya, sejahat apa dia nanti, batin Lastri kesal.
"Ibu... Sakit Bu..."
Nilam terus merintih.
"Loh, apa ini? Kok ada darah?!" Tanya Bu Ida panik.
Ada rembesan darah di lantai yang keluar dari bawah tubuh Nilam. Bu Ida tampak cemas sekali dan tampak berpikir keras. Dengan perlahan Bu Ida lalu memiringkan tubuh Nilam untuk memastikan dari mana darah itu mengalir. Dan ternyata...
Bersambung...