(Revisi)
Merasa akhirnya bebas dari ikatan pernikahan dengan Elsa, wanita pilihan orangtuanya, Edward, berniat menata ulang hidupnya dan membangun rumah tangga bersama Lily, sang kekasih.
Namun tanpa disadari saat tangannya menggoreskan tandatangan di atas surat cerai, bukan sekedar perpisahan dengan Elsa yang harus dihadapi Edward tapi sederetan nasib sial yang tidak berhenti merudungnya.
Tidak hanya kehilangan pekerjaan sebagai dokter dan dicabut dari wasiat orangtuanya, Edward mendadak jadi pria impoten padahal hasil pemeriksaan dokter, dirinya baik-baik saja.
Ternyata hanya Elsa yang mampu mengembalikan Edward menjadi pria sejati tapi sayangnya wanita yang sudah terlanjur sakit hati dengan Edward, memutuskan untuk menikah kembali dengan Erwin, adik iparnya.
Apakah Edward akan memaksa Elsa kembali padanya atau memutuskan tetap menjadi pria mandul dan menikahi Lily ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bareta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Melepas dengan Ikhlas
Seminggu berlalu
Edward mengenakan cincin pernikahannya dengan Elsa sambil tersenyum tipis. Benda yang dulu paling anti disentuh sekarang tidak pernah lepas dari jari manisnya bukan karena gagal move on atau ingin pamer soal penyesalannya pada istrinya yang sebentar lagi jadi adik ipar tapi demi menangkis para wanita yang berusaha mendekatinya.
Banyak keputusan penting yang Edward lakukan selama seminggu ini dan semuanya berhubungan dengan Elsa.
Edward sudah minta pada daddy untuk melanjutkan proses cerainya supaya Erwin bisa segera menikahi Elsa sebelum wanita itu melahirkan dan memberikan status ayah untuk anaknya yang lahir kelak sesuai dengan keinginan Elsa.
Keputusan kedua yang diambilnya adalah pindah dari apartemen. Meskipun tidak ada yang mempermasalahkan Edward tinggal di situ tapi setelah berpisah dengan Elsa rasanya berat menjalani hidup di tempat yang penuh dengan bayang-bayang wanita itu.
Memang tidak pernah ada momen penting dalam kehidupan mereka selama setahun padahal status mereka suami istri sah, tapi saat ini apa yang terjadi di setiap sudut ruangan membangun ingatan Edward tentang istri yang tidak pernah dianggapnya.
“Ed !”
Edward terjaga dari lamunannya. Ia buru-buru melepas sabuk pengaman dan turun dari mobil.
“Mommy pergi dulu, doakan semoga acara Erwin dan Elsa bisa berjalan lancar,” pamit mommy Silvia saat berpelukan dengan putra sulungnya.
“Amin Mom. Pasti dilancarkan semuanya.”
“Jangan lupa kabari Daddy soal simposiumnya.”
“Siap Dad. Aku pasti akan minta soft copy materinya.”
Usai mengantar orangtuanya sampai di pintu chekck-in, Edward kembali ke mobil dan lanjut menuju terminal 3 Bandara Soekarno Hatta.
Entah daddy-nya sengaja atau memang kebetulan, hari ini Edward diminta berangkat ke Singpura untuk menjadi perwakilan rumah sakit miik keluarganya menghadiri simposium para dokter jantung se-Asia sementara kedua orang tuanya berangkat ke Yogya untuk melamar Elsa secara resmi menjadi calon istri Erwin.
“Terima kasih, Pak,” ujar Edward saat menerima koper miliknya dari Parmin, sopir keluarganya.
“Hati-hati dokter.” Edward mengangguk sambil tersenyum.
Meski sebagian hatinya tidak nyaman memikirkan pernikahan adik dengan mantan istrinya namun Edward berusaha tegar dan mengikhlaskan semuanya.
Hatinya sempat sedih dan kecewa karena tidak bisa mendapat kesempatan kedua untuk memperbaiki hubungannya dengan Elsa tapi melihat wanita itu bisa bahagia dengan Erwin, rasanya Edward sedikit lega meski tidak benar-benar rela.
***
“Edward Hartawan, apa kabarnya ?”
Seorang wanita cantik menyambutnya usai Edward melakukan registrasi sebelum mengikuti simposium.
“Cindy ?”
“Elo kelewatan banget kalau sampai lupa sama gue !” Edward tertawa mendengar omelan wanita cantik di hadapannya.
“Apa kabarnya Ed ?”
“Baik.”
“Mau duduk dekat gue ?”
“Boleh,” sahut Edward tanpa ragu.
Wanita yang dipanggil Cindy itu memimpin di depan Edward sampai akhirnya berhenti di salah satu barisan.
“Di sini masih aman kalau mendadak ngantuk,” ujar Cindy sambil terkekeh.
“Kebiasaan lama belum hilang ? Asal jangan kebawa sampai ke kamar operasi aja.”
“Susah dihilangkan tapi untung ada elo di samping gue, nggak lupa kan harus gimana kalau gue mendadak ketiduran ?” Edward tersenyum sambil geleng-geleng kepala.
“Gue dengar elo udah nikah sama dokter juga.” Edward menoleh, menatap Cindy dengan alis menaut.
“Eits jangan ge-er dulu,” Cindy menyilangkan kedua tangannya. “Gue bukan orang yang suka stalking kehidupan orang lain apalagi cowok. Teman gue ada yang nge-fans sama elo dan langsung patah hati begitu melihat foto elo sama istri di medsos.”
“Istri gue nggak main medsos buat pamer dan bukan dokter tapi calon perawat.”
“Are you sure ?”
Cindy mengambil handphone dari dalam tas dan entah apa yang dilakukannya, Edward tidak ambil pusing. Wanita yang duduk di sampingnya adalah mahasiswa Indonesia yang sejak awal mengambil kuliah kedokteran di Amerika lalu bertemu dengan Edward saat sama-sama mengambil spesialis jantung di kampus yang sama.
“Nih lihat ! Namanya Lily Alodia Rahman.”
“Mantan pacar bukan istri.”
“Tapi elo lihat hastagnya.” Edward tertawa pelan dan menggeleng, merasa tidak perlu melihat foto yang dikirim temannya Cindy
“Dia susah move on apalagi gue dapat istri yang lebih muda, masih 20 tahun sekarang.”
Maafkan aku Elsa, terpaksa aku masih mengakuimu sebagai istriku. Bukan hanya belum siap tapi aku tidak ingin menjalin hubungan dengan perempuan manapun sampai aku mampu menerima semua penyesalan ini karena kebodohanku sendiri.
“Wow, beneran ? Boleh lihat fotonya ? Kok nggak diajak kemari ?”
Edward tidak langsung menanggapi bukan karena tidak punya foto Elsa. Saat makan malam bersama Bagas dan Kinan, Edward sempat mengajak Elsa foto berdua di kawasan Malioboro tapi memikirkan sebentar lagi Elsa akan menjadi istri Erwin apa masih pantas Edward memamerkan fotonya ?
“Nanti aja lihatnya kalau elo pas ke Jakarta, biar bisa langsung lihat kecantikan alami istri gue.”
“Beuh, sombongnya mentang-mentang dapat bocil. Dokter juga kah ?”
“Tadi kan udah gue kasih tahu. Bukan dokter tapi calon perawat, baru mau lulus S1.”
“Ooohh.” Kepala Cindy mengangguk-angguk.
Percakapan mereka tidak bisa dilanjutkan karena acara sudah dimulai. Terlalu senang bisa bertemu dengan Edward, pria yang pernah ditembaknya saat mereka satu kuliah, Cindy tidak bisa menahan diri sering-sering melirik dan mengisengi pria di sampingnya. Tidak peduli Edward sudah menikah dan akan menolaknya kembali seperti dulu.
Dengan alasan sudah memiliki kekasih Edward menolaknya 4 tahun lalu dan sekarang pasti karena sudah menikah, pria itu masih tetap tidak bisa menerima Cindy.
Sekitar jam 4 sore acara simposium hari pertama selesai. Edward buru-buru merapikan laptop dan dokumen untuk segera balik ke kamarnya yang ada di lantai 12.
“Ed, ada acara apa malam ini ?”
“Pacaran sama istri terus tidur.”
“Mau keluar makan sebentar ? Just dinner, no clubbing,” ujar Cindy sambil tertawa.
Edward menimbang-nimbang sebentar. Sebetulnya ia malas dan ingin bersantai di kamar tapi teringat postingan Erwin di medsos tadi membuat Edward akhirnya mengangguk. Sepertinya ia butuh sesuatu untuk membuat hatinya benar-benar rela dan mengikhlaskan Elsa.
Wajah Cindy langsung sumringah apalagi kamar mereka ternyata sama-sama di lantai 12 meski letaknya di kedua sisi yang berbeda.
“Jam 6 ketemu di sini Ed,” ujar Cindy sebelum mereka berpisah.
Edward hanya mengangguk dan bergegas berjalan ke arah kamarnya sementara Cindy masih bergeming dan menatap punggung pria itu sambil tersenyum.
Dengan tidak sabaran Edward melepas sepatu dan membuka kembali medsos-nya yang sudah tidak tersentuh sejak 3 bulan yang lalu. Biasanya ia aktif memposting berita seputar kesehatan jantung dan promosi rumah sakit milik keluarganya tapi sejak hidupnya mulai kacau, Edward tidak lagi memikirkan postingan di medsos.
Jantungnya berdebar saat tangannya menyentuh story milik Erwin. Ada foto 2 jemari yang saling menggenggam dan sama-sama mengenakan cincin dengan tulisan PELABUHAN TERAKHIRKU.
Rasanya ada yang hilang dan Edward hanya bisa menghela nafas dengan segumpal rasa penyesalan. Semuanya sudah terlambat, permintaan maafnya tidak bisa lagi menyembuhkan luka yang sudah ditorehkannya begitu dalam di hati Elsa.
Dengan setulus hati aku berdoa semoga kalian berbahagia selamanya.
dasar sundel bolong