[HOT!]
Catherine dulunya adalah murid kutu buku yang polos dan kerjaannya hanya belajar di perpustakaan. Namun suatu hari, dia terlibat taruhan dengan Bastian. Mereka mereka memulai sebuah taruhan gila dan semenjak itu hidup Catherine benar-benar berubah drastis. Bastian mengajarinya hal-hal aneh dan liar yang tidak pernah Catherine ketahui ataupun coba sebelumnya.
Intinya, Bastian dan Catherine adalah teman di atas ranjang.
Hubungan mereka hanya sebatas sebagai teman yang saling memanfaatkan untuk memuaskan nafsu.
Tidak kurang, tidak lebih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon redwinee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30. Gigitan di Leher
Besok paginya, saat Catherine membuka mata dan bangun dari tidurnya, dia merasakan sesuatu yang aneh. Pemandangan pertama yang ia lihat adalah kasur yang bukan merupakan miliknya, kemudian warna di kamar itu cukup monoton mencakup hitam dan putih yang membuat Catherine segera menarik kesimpulan bahwa itu bukanlah kamarnya.
Catherine seketika bangun dan mendudukkan dirinya secara paksa. Sisa-sisa pusing yang melanda kepalanya itu masih terasa walau sudah tidak terlalu parah. Catherine tampak memijat pelipisnya sejenak sebelum kembali mengedarkan pandangannya ke sekitar.
Seketika Catherine menahan napas.
Itu adalah kamar asrama milik Bastian.
Catherine berusaha memaksa pikirannya untuk melakukan reka ulang kejadian. Rasanya kemarin terakhir kali ia sedang terlibat perselisihan dengan Lily, kemudian alkohol, kemudian wanita itu yang pergi meninggalkannya dengan dua teman prianya itu. Kemudian Bastian datang dan…
Catherine melebarkan matanya.
Tidak mungkin, apa Bastian yang membawanya ke sini?
Terdengar suara gemercik air dari arah kamar mandi membuat Catherine sontak menoleh pada pintu kamar mandi. Sepertinya Bastian sedang berada di dalam sana.
Pintu terbuka kemudian dengan Bastian yang muncul seakan sehabis mandi dengan handuk yang masih menggantung di lehernya, rambut pria itu basah dan Bastian tidak memakai pakaian atasnya dan hanya celana boxernya.
“Kau sudah bangun?” tanya Bastian mendapati Catherine yang sudah terduduk di atas kasurnya itu.
Catherine sontak membuang wajahnya ke samping sebab masih tidak terbiasa dengan pemandangan didepannya itu.
“Apa yang kau lakukan?”
Bastian menautkan alisnya bingung mendengar pertanyaan Catherine, “Apa yang kulakukan?”
Sudah sangat jelas bahwa Bastian sehabis mandi.
“Kenapa aku bisa ada disini?” tanya Catherine lagi.
“Kau lupa? Aku yang menolongmu kemarin.”
Kaliamt Bastian itu berhasil menarik perhatian Catherine untuk menancapkan pandangan ke arahnya.
“Terus? Kau memanfaatkan keadaanku yang mabuk ya?” fitnah Catherine secara terang-terangan.
Bastian tersenyum miring, “Aku memang sempat mempunyai niat itu.”
“Bastian,” tegur Catherine langsugn begitu mendengar kalimat frontal milik Bastian itu.
“Tapi aku tidak sebrengsek itu untuk memanfaatkan orang yang sedang mabuk berat,” lanjut Bastian lagi namun Catherine masih menatapnay seakan tidak percaya dengan ucapannya itu.
“Terserah kau mau percaya atau tidak. Tetapi dariapda mengomel terus, lebih baik kau membersihkan kotoran matamu itu,” ujar Bastian kemudian tersenyum kecil ketika mendapati raut shock milik Catherine.
Catherine langsung menutupi wajahnya dengan telapak tangannya sebelum berlari melewati Bastian dan masuk ke dalam kamar mandi. Catherine berdiri di depan wastafel sembari menatap pantulan dirinya pada kaca besar di depannya.
Bersih, tidak ada kotoran mata. Bastian berbohong kepadanya.
Catherine sudah hendak melayangkan protesnya sebelum pandangannya tak snegaja menangkap sudut bibirnya yang seakan bengkak itu samar-samar.
Bastian menyusulnya ke dalam kamar mandi.
“Kau berbohong kepadaku…”
Kalimat Catherine lagi-lagi terhenti ketika Bastian tiba-tiba memeluknya dari belakang. Handuk yang sedari tadi menggantung pada leher pria itu sudah hilang entah kemana membuat Catherine kini dapat dengan leluasa menikmati pemandangan dari bahu lebar milik Bastian itu yang terekspos secara bebas.
“Bas…” peringat Catherine, berusaha kabur dari sana namun Bastian menahan pergerakannya dengan memeluknya kian erat dan Bastian hanay menjawabinya dengan deheman singkatnya, seolah pria itu sama sekali tidak terganggu dengan begitu dekatnya posisi mereka saat ini.
“Apakah kau tahu, kemarin kau sangat menyusahkanku,” ujar Bastian mulai bermonolog sendiri.
Catherine menatap ke arah depan kaca dengan pikirannya yang mulai berkecamuk, berusaha keras untuk mengingat kejadian ekmarin tetapi alkohol membuatnya amnesia seketika.
“Memangnya aku melakukan apa?” tanya Catherine dengan nada hati-hatinya. Entah kenapa firasatnya mengatakan bahwa ia sudah melakukan sebuah kebodohan yang besar.
“Kau harus bertanggung jawab Catherine.”
“Taggung jawab?” tanya Catherine lagi dengan nada paniknya.
Apa dia muntah di depan Bastian kemaarin? Catherine sempat memikirkan hal itu namun Bastian malah mengangkat tangannya kemudian menunjuk ke rah lehernya dimana disana terdapat semacak bercak kemerahan, mirip sebuah bekas gigitan.
Catherine melebarkan matanya.
“Ada seekor kucing liar yang menggigitku,” ujar Bastian layaknya seorang bocah yang tengah mengadu kepada ibunya.
Catherine tampak mengerjapkan matanya beberapa kali, berusaha memperjelas penglihatannya dan memang benar, sekarang bekas gigitan itu kian terlihat jelas di leher Bastian.
“Apa mungkin kucing yang kau maksud itu adalah…aku?” tanya Catherien dengan nada hati-hatinya.
“Menurutmu hm?”
“Maaf,” ujar Catherine kemudian menunduk, suaranya bahkan berubah mengecil.
Bastian menjauhkan tubuhnya kemudian mengacak rambut Catherine sekali sebelum beralih meraih baju Catherine yang sudah kering dan memberikannya kepada wanita itu.
“Dan terima kasih,” lanjut Ctaherine lagi smebari menerima pemberian Bastian itu.
Catherien sadar dia bahkan sedang memakai kaos milik Bastian sekarang.
“Sepertinya kau berhutang budi denganku, benar kan?”
“Iya, kau penyelamatku,” balas Catherine yang membuat Bastian tertawa puas. Baru sekali ini Catherine memberinya pujian.
“Kalau begitu bisakah kau keluar sebentar, aku akan mengganti pakaianku,” pinta Catherine.
“Tidak perlu, aku sudah melihat semuanya kemarin,” ujar Bastian dengan entengnya yang berhasil memancing kepanikan Catherine untuk naik kembali ke permukaan.
Bastian kemudian tertawa keras melihat raut pucat Catherine itu.
“Cepatlah, aku menunggu di luar. Banyak yang harus kita bicarakan.”
Selesai Catherine berganti baju, ia keluar dari kamar mandi dan duduk kembali ke sisi kasur Bastian dimana pria itu menarik kursi dan duduk di depannya membuat mereka berhadapan sekarag.
“Bisakah kau ceritakan kepadaku secara jelas, apa yang sebenarnya terjadi kemarin?” tanya Catherine untuk memulai pembicaraan mereka itu.
“Kemarin? Kau mabuk kemudian sibuk menyanyi dengan nada dan lirik yang bahkan tidak pernah aku dengar sebelumnya, kemudian kau mengajakku berkelahi, kemudian kau mengigitku dan berlaku curang, kemudian kita berciuman panas di atas kasur…”
“Stop,” sela Catherine langsung ketika mendengar penjelasan Bastian itu.
“Maksudku apa yang terjadi denganku dan Lily, bukan diantara kita berdua,” lanjut Catherine membaut Bastian menatapnya dengan tatapan jahilnya itu.
“Kau yakin tidak penasaran apa yang terjadi setelah kita having the real kiss?” tanya Bastian lagi.
Catherien terdiam sebelum mendongak dan memberanikan diri untuk menatap Bastian.
“Kau bilang, kau tidak akan memanfaatkan orang yang sedang mabuk.”
“Memang benar, sebab sehabis itu kau langsung tidur,” ujar Bastian dengan nada bicaranya yang terdengar kesal membuat Catherine bertanya-tanya dalam hati, apa Bastian tidak mengharapkan dirinya itu tidur untuk melanjutkan aktivitas mereka itu?
Catherine menggeleng pelan, berusaha mengenyahkan pikran kotornya itu.
“Dan untuk masalah Lily, dia tidak akan berani menganggumu lagi,” ujar Bastian kemudian.
“Hutangmu?”
“Aku anggap itu sudah lunas melalui taruhanmu, kau hanya perlu berada di sisiku,” ujar Bastian dengan serius.
Hati Catherine menghangat mendengar pernyataan itu. Tidak, dia tidak boleh terbawa suasana dengan pria seperti Bastian ini. Sejak awal hubungan mereka hanya sebatas orang asing yang tiba-tiba terikat taruhan.