Hasrat Rindu Terlarang

"Sepasang angan yang menjadi ingin, itu adalah kita, yang tidak pernah bisa bersama hingga detik ini."

🍂🍂🍂

Tak berani menatap, Raina dengan segera membuka mobil, Bara juga tidak bersuara sama sekali, membuatnya semakin tak berani sekedar menatap raut wajahnya.

Sesuatu yang pasti, kedua tangan Bara bergetar, entah karena apa, Raina tidak tahu. Padahal, dia ingin sekali meminta maaf, dan mencoba mengatakan kebenarannya, tetapi rasa takutnya melebihi rasa itu.

Bara bahkan mengendari dengan brutal, nyaris jantung Raina hilang di jalan, saat mobil itu berhenti dengan tiba-tiba, kedua mata Raina segera terbuka dengan ketakutan yang sama.

Belum sempat dia menetralkan jantungnya, Bara sudah lebih dulu turun dari mobil, tanpa sepatah kata. Kedua matanya tiba-tiba melihat seorang wanita yang datang, entah dari mana, memeluk Bara dengan segera.

Tadinya, Raina akan turun dari mobil, tapi melihat pemandangan di depannya, dia menghentikan aksinya, samar telinganya mendengar percakapan mereka.

"Dor!"

"Happy birthday, sayang," teriaknya dengan bahagia.

Sementara Bara seperti mencari sesuatu, mungkin mencari dari mana datangnya wanita yang saat ini berada di hadapannya saat ini.

"aku merindukan mu, Noah." ucapnya lagi dengan memeluknya.

"Noah?" batin Raina.

"jika dia memanggilnya dengan nama itu, sudah di pastikan itu adalah orang lama." batin Raina lagi.

"kekasihnya? bisa jadi, dia orang yang kaya raya, tampan, dan juga cukup asik, siapa yang tidak tertarik kepadanya." batin Raina lagi.

Asik dengan kepala nya sendiri, Raina bahkan tidak melihat, bahwa keduanya sudah masuk kedalam apartemen mereka.

Dengan pelan, Raina segera keluar, tetapi perasaanya mendadak merasa tidak enak. "bagaimana jika nanti wanita itu bertanya, siapa aku" batin Raina dengan ragu.

Akhirnya, Raina masuk kedalam kamarnya menggunakan jendela kamarnya, untung saja, jendela kamar miliknya memang rusak, dan untuk menutupnya, Raina menguncinya dengan kayu kecil dari luar, dengan pelan Raina merusak kayu yang menjadi penutup jendela itu, hingga akhirnya Raina bisa masuk kedalam.

Setelah membersihkan tubuhnya, Raina berjalan pelan menuju kursi panjang miliknya, yang berada di bawah jendela, tepat saat dirinya tadi masuk ke dalam. Perutnya sangat lapar, akan tetapi dia tidak bisa keluar, karena pintu kamarnya terkunci dari luar, dan kunci pintu kamarnya berada di luar, Raina sengaja menggantung kunci pintu rumah di satu tempat, agar dirinya tidak kesulitan saat mencarinya.

Dengan pelan, Raina akhirnya mencoba untuk terlelap, meski sudah di pastikan dia akan kesulitan untuk tertidur. Raina segera mematikan lampu kamar miliknya. Namun, dia mendengar pintu kamarnya sedang di coba untuk di buka, dan benar saja, pintu itu terbuka, Raina tidak bersuara, hanya menoleh saja.

"sayang, kamu di sini, aku mencari mu." ucap wanita yang bersama Bara.

"aku hanya memeriksa sebentar, kamu istirahat saja di kamar."jawabnya dengan tersenyum.

"sudah di pastikan, itu kekasihnya, tidak mungkin dia bersikap semanis itu, jika wanita itu bukan apa-apa untuknya." batin Raina dengan membuang nafasnya kasar.

Tidak tahu apa tujuan Bara, Raina mendadak tidak perduli, dia juga merasa lelah seharian duduk di kursi, dan dia sedang sibuk mencium aroma dari boneka yang baru saja di berikan kepadanya.

"jangan di kunci, biarkan saja tertutup, aku tidak bisa keluar nanti." ucap Raina pelan.

Alih-alih menjawab, Bara bahkan hanya diam saja, dan kembali meninggalkan kamar Raina. Sedikit ada rasa kesal di sana, entahlah, Raina merasa kesal saat Bara mengabaikan dirinya seperti ini.

***

Sesuai dengan dugaannya, Raina tidak bisa tertidur karena perutnya merasa lapar, dengan segera dia bangun dari ranjangnya, dan memilih untuk pergi ke dapur, kamar Raina dan Bara bersebelahan, hanya tersekat oleh ruang belajar di sana.

Ketika telinganya mendengar suara yang cukup mengusiknya, dengan bodohnya dia justru menoleh ke arah kamar Bara, yang rupanya tidak di tutup dengan sempurna.

"harusnya aku tidak keluar,"batin Raina dengan kesal.

Raina bahkan kehilangan nafsu makannya, dia akhirnya hanya memakan beberapa buah, yang ada di dalam kulkas, dan dengan segera beranjak meninggalkan dapur, dengan menutup kedua telinganya.

"harusnya dari awal aku sadar diri, tidak seharusnya aku terlalu percaya diri." batin Raina mengutuk kebodohannya saat ini.

Tiba-tiba Raina merasa menyesal, telah menghabiskan malam bersama Bara. Apa lagi, Raina mendengar dengan jelas apa yang terjadi dengan Bara saat ini, bersama wanitanya.

Kecewa itu ada, entah mengapa, Raina merasa terhianati sekali lagi. "mungkin, aku memang seharusnya tidak pernah merasa."batin Raina lagi dengan mencoba tersenyum, dan berusaha menghibur dirinya sendiri saat ini.

"Baiklah, aku tidak bahagia Rico." ucap Raina dengan lirih.

***

Semalaman, Raina nyaris tidak tidur sama sekali, dia hanya berselancar di internet, mencari beberapa tempat yang bisa menerima dirinya sebagai pekerja. Rasanya, Raina harus segera mencari penghasilan, agar saat Bara menendang dirinya dari apartemen itu, dia tidak menjadi gelandangan.

Pagi pukul empat, Raina beranjak dari ranjang. Dia bersemangat memasak pagi ini, sebelum jam enam pagi, Raina harus sudah keluar dari apartemen itu. Raina berharap sepasang kekasih yang sedang melepas rindu itu belum terbangun.

Raina segera menggulung rambutnya ke atas kepala, kedua tangannya segera bergerak dengan cepat. Namun, dia tidak menyadari sepasang mata sedang menatapnya saat ini, sedetik kemudian menghampirinya, malah dengan sengaja mengecup pelan leher jenjangnya.

"kamu gak tidur." tanya Bara dengan santai. Raina yang merasa kesal, hanya diam sesaat, dan memastikan bahwa itu adalah Bara, sedetik kemudian dia kembali melakukan aktivitasnya, hingga akhirnya selesai sudah dia memasak, dengan membuang nafasnya kasar, Raina merasa lega, dia bahkan mengabaikan Bara yang sejak tadi berada disisinya.

Saat Raina akan kembali masuk ke kamarnya, dengan membawa kotak bekal miliknya yang sudah siap, Bara menahannya dengan memegang lengannya tangan kirinya. Raina segera menatapnya, sedetik kemudian dia melepaskan tangan Bara yang menyentuhnya, dan kembali melanjutkan langkahnya, dia juga mengunci pintu kamarnya.

"bisa gila aku lama-kelamaan!" ujar Raina dengan kesal.

"Raina, buka pintunya." terdengar Bara memanggilnya, kedua mata Raina segera membulat sempurna, bagaimana bisa dia berteriak, sementara ada kekasihnya di dalam kamarnya.

"ayo Raina, kamu harus cepat pergi, jangan jadi pengganggu." ujar Raina lagi, dia bahkan tidak mandi, hanya mengganti pakaiannya, dan keluar dari jendela kamarnya.