Pernikahan Paksa Natta Elizah

🍃🍃🍃🍃

Paginya, Natta menggeliat. Dia masih mengantuk. Sementara Elizah yang selesai melaksanakan salat subuh meliriknya. Elizah membuka lemari, itu berderit menarik perhatian Natta untuk menoleh.

“Bangun, Mas. Ibu nanyain kamu.” Elizah membelakangi. Rambut basahnya bergoyang, Natta diam memperhatikan. Terlihat segar sekali bangun tidur melihat istrinya selesai mandi. Matanya dia pejamkan ketika Elizah berbalik badan.

“Kapan aku bisa membuat rambut kamu basah setiap pagi?” gumamnya dalam hati.

 “Mas, bangun.” Elizah mendekat, menggoyangkan lengan Natta.

“Iya,” singkat Natta menyahut.

Elizah beranjak meninggalkan, Fatmawati sedang membuat sarapan. Elizah berinisiatif mendekat.

“Bu, ada yang bisa Elizah bantu?”

Mendengar hal itu Fatmawati begitu senang.

“Iya, Ibu mau membuat nasi goreng.” Wanita itu tersenyum.

Elizah melirik Zoya yang baru keluar dari kamar mandi. Dia baru sadar kalau Zoya begitu cantik. Bersamaan dengan Natta yang ingin masuk ke kamar mandi, mereka saling bersenggolan tak sengaja dan tertawa.

Mereka begitu dekat, dan ada hati yang mencelos melihat keakraban mereka berdua.

Elizah membantu Fatmawati, sebisanya karena itu hanya nasi goreng yang tidak  membutuhkan banyak bumbu. Setelah matang, Elizah membawa piring-piring ke atas meja. Natta keluar, mendekatinya.

“Obat kamu jangan sampai lupa, Eli,” kata Natta mengingatkan. Tanpa menimpali, Elizah melengos begitu saja.

Sejak semalam, Elizah begitu berubah. Natta heran karena entah apa penyebabnya Elizah menjadi seperti itu.

Setelah sarapan, Natta, Elizah dan Zoya  meninggalkan rumah. Zoya harus pergi untuk urusan pekerjaan. Elizah berjalan lebih dulu, dari jauh Sofi yang melihat Natta begitu akrab dengan sosok gadis yang baru dia lihat itu merasa penasaran sekaligus cemburu.

“Ihhhhh. Apa itu pacarnya mas Natta?” Suri tidak terima, sudah cukup bersaing dengan Sofi. Tapi sekarang Natta malah bersama dengan perempuan lain.

“Kok Elizah nggak bilang sih kalau mas Natta udah punya cewe? Mana aku udah berharap banget,” gumam Sofi sedih.

“Aku duluan, Mas.” Zoya pamit sambil tersenyum.

“Hati-hati, hubungi aku kalau butuh sesuatu.” Tawaran yang dia kemukakan membuat Elizah di depan menoleh.

Natta melirik sekilas, Elizah melanjutkan langkahnya menuju parkiran. Tapi, ketika melihat teman-temannya. Elizah berbelok pada mereka.

“Elizah, itu pacarnya mas Natta?” Bisik Suri.

Elizah bingung harus menjawab apa.  Di hadapan Suri dan Sofi sekarang adalah dirinya yang tak lain istri Natta. Mungkin mereka akan marah besar jika tahu dia dan Natta bohong.

“Emmmm, saudara. Kan ibunya mas Natta datang.” Elizah malah memberikan jawaban yang terdengar aneh.. Suri dan Sofi saling memandang.

“Apa katamu barusan, Zah? Ibunya mas Natta? Itu ibu kamu juga berarti, kan?” Suri menatap serius.

Elizah tidak sanggup lagi untuk melahirkan kebohongan baru.

“Maksudku..” Pikirannya buntu. “Dia....eeuh, saudara kami dari pihak ibu. Iya, begitu.”

Suri dan Sofi memandang dengan tatapan aneh. Tetap saja bingung dengan jawaban Elizah.

“Ayo kita berangkat, takutnya macet.” Elizah mengalihkan pembicaraan.

“Elizah cantik-cantik bloon, ya? Kalau ngomong suka nggak nyambung hihihi.” Suri berbisik kepada Sofi, Sofi hanya bisa menahan tawa.

“Ayo.” Natta hendak memakaikan helm, Elizah menolak.

“Kenapa membiarkan mbak Zoya berangkat sendirian? Kenapa nggak kamu antar?”

Natta menatapnya lekat.

“Kamu kenapa, sih? Dari semalam marah-marah terus, ini masih pagi jangan merusak suasana.”

Elizah kesal mendengarnya.

“Kalau begitu aku mau berangkat sendiri saja. Biar nggak merusak suasana.”

Natta terbelalak, gelagapan menahan Elizah. Menarik gadis itu agar lekas naik.

“Ayo,” ucapnya lembut. “Iya maaf, bukan begitu maksudku.”

Elizah tidak mau mendengar penjelasan apa pun.

Natta tidak mendebatnya lagi, pasrah asalkan Elizah mau naik supaya mereka lekas tancap gas.

Setelah mengantar Elizah, Natta mendapatkan pesan dari Rafan. Mereka mengatur janji untuk bertemu, Rafan jelas tahu apa yang diinginkan Natta sehingga mengajak ketemuan.

Akhirnya, Natta datang ke kediaman sahabatnya itu.

Dia masuk tanpa kesulitan menghadapi satpam di sana. Ia dikenal dan bisa masuk kapan saja. Rafan menunggu di halaman belakang, dia menoleh ketika mendengar langkah kaki Natta.

“Ngomong aja langsung, Natta. Ini tentang Elizah, kan?”

Natta mengangguk ragu.

“Dia menangis karena kamu memarahinya,” katanya tidak terima.

“Istrimu nyaris saja membuatku rugi. Entah kenapa dia sering sekali melakukan kesalahan, padahal terus-terusan diberikan arahan.”

Rafan sama sekali tidak menyembunyikan kekesalannya.

“Dia baru pertama kali bekerja. Aku benar-benar minta maaf atas semua salah yang dia perbuat.”

Rafan menoleh, menatap sahabatnya itu lekat.

“Bukannya kalian terpaksa menikah tapi kamu benar-benar menjaganya. Membantu semua yang dia ingin lakukan. Padahal, dia sama sekali tidak melakukan apa-apa untuk kamu, Natt.”

Rafan prihatin dengan pernikahan hambar sahabatnya.

“Aku malah ingin memberi usul supaya kamu melepaskan Elizah. Dia tidak memperlakukanmu dengan baik.”

Natta tersenyum kecil.

“Aku menyukainya ketika pertama kali melihat. Setelah kami menikah, aku mencintainya. Biar soal rasa menjadi urusan kami berdua, aku yakin semuanya akan mengalir dengan seiring berjalannya waktu.”

Natta begitu optimis. Rafan mendekat, menepi bahunya memberi semangat.

“Kamu terlalu banyak berkorban, Natta.”

Mereka sama-sama terkekeh.

“Raf, beri kesempatan Elizah untuk memperbaiki kesalahannya. Sekali ini saja terakhir.”

Rafan menimbang-nimbang dalam diam.

“Istrimu membuat kesalahan ketika melayani tamu VIP. Mereka bahkan memaki Elizah, aku memarahinya karena aku kesal kemarin.”

Natta memahami apa yang dirasakan Rafan. Terlebih, usaha restoran itu adalah warisan keluarga.

“Aku akan menasihatinya nanti,” kata Natta dan Rafan hanya diam.

🍃🍃🍃🍃