Pecinta K-POP merapaaaaat! Jangan lupa tinggalkan jejaknya ya kalau mampir!
Rania adalah seorang wanita muda yang berprofesi sebagai guru. Ia multitalenta, baik hati, cantik, dan mandiri. Suatu hari Rania bertemu dengan seorang pemuda tampan yang lebih muda darinya, Logan namanya.
Awal pertemuannya dengan Logan, diwarnai dengan banyak kesalahpahaman. Namun apa daya cinta terlanjur tumbuh di hati keduanya.
Walaupun banyak perbedaan dan rintangan yang hadir di antara keduanya, termasuk kenyataan bahwa ternyata Logan adalah siswa di tempat Rania mengajar, tak cukup kuat untuk menghapus rasa yang sudah tumbuh di antara mereka.
Kisah ini bukan hanya tentang mereka berdua, tapi juga tentang kisah masa lalu orang tua mereka yang begitu rumit.
Mampukah Rania dan Logan bersatu di tengah banyaknya perbedaan yang menjadi penghalang bagi keduanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lalalati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10: Hanya Partner Hidup
Rania keluar dari kamar mandi dengan rambut terbungkus handuk. Lelah yang ia rasakan pada hari itu berkurang setelah ia membersihkan diri dan mandi air hangat. Rania masuk ke kamar dan menemukan seorang wanita cantik, manis, dengan tubuh yang mungil sudah di sana membawakannya segelas susu coklat.
"Mama ih. Kaget, kenapa gak nyalain lampunya coba," Rania terkejut karena sang ibu di kamarnya dalam keadaan gelap.
"Baru juga masuk kok. Mama bawain kamu susu cokelat," Rania tersenyum dan segera meneguk sedikit-sedikit susu cokelat yang masih hangat itu.
"Enak banget. Makasih Mah."
"Sama-sama, Sayang. Gimana tadi ketemu sama Papa kamu?" tanya Nindi membuka obrolan seraya duduk di sisi tempat tidur Rania.
Rania pun duduk di kursi belajarnya. "Papa udah cerita semuanya. Termasuk Mama sama papa janji bakal pisah saat aku lulus SMA," Rania tidak menatap sang ibu. Kembali teringat kenyataan yang baru ia ketahui itu, masih membuat Rania merasa sedih. Rania memilih fokus pada gelas berisi susu cokelat yang sedang dipegangnya.
"Maafin Mama dan Papa ya, Sayang," sesal Nindi seraya menggenggam kedua tangan Rania. Hal itu membuat pelupuk mata Rania dipenuhi air mata yang bersiap terjun ke pipinya.
"Rania tahu Mama dan papa melakukan ini demi Rania. Tapi Rania ngerasa dibohongi mah. Rasanya semua hari-hari yang kita habiskan bertiga itu semuanya palsu." Rania mencurahkan perasaannya.
"Sayang, Mama dan papa memang benar gak saling cinta. Tapi sayang kami buat kamu itu bukan bohongan. Kami betul-betul sayang sama kamu. Jadi gak ada alasan kamu ngerasa dibohongi sama Mama ataupun papa," terang Nindi dengan lembut. Rania masih terdiam.
"Dengerin Mama ya, Sayang." Nindi meneruskan. "Dulu saat pertama kali ketemu papa kamu, Mama sebenarnya udah jatuh cinta."
"Serius, Mah?"
Nindi hanya tersenyum, lalu melanjutkan.
"Kamu tahu 'kan waktu itu Papa diangkat anak sama eyang karena kedua orang tua Papa tiba-tiba mengalami kecelakaan dan meninggal? Sejak saat itu Papa tinggal di sini sama Mama dan Wawa Rasya. Waktu itu Mama baru naik ke kelas 9. Sejak itu Mama mulai suka sama Papa kamu. Tapi Mama menyadari bahwa Papa kamu cuma nganggep mama hanya adiknya aja. Ditambah lagi Papa saat itu udah punya pacar, namanya Carla. Mereka udah pacaran sejak mereka kelas 11. Mereka terkenal sekali di sekolah sebagai pasangan yang serasi. Papa adalah bintang sekolah, kapten tim basket, anak fotografi, berprestasi, dan digilai banyak perempuan. Terus Carla dulu kapten cheerleader, pintar, cantik, dan populer. Semua orang, bahkan guru-guru merestui hubungan mereka karena mereka adalah pasangan SMA yang sangat ideal. Biasanya kalau anak SMA pacaran nilainya jadi turun, tapi papa dan Carla justru terus bersaing dalam berprestasi. Jadi, kamu bisa bayangkan 'kan gimana terlukanya Papa karena kejadian itu? Harus pisah sama perempuan yang paling dia sayang dan nikahin mama."
Sontak Rania tertegun mendengarnya. "Jadi mama dan papa bener-bener gak pernah saling jatuh cinta?"
"Seharusnya saat kejadian itu terjadi, saat papa kamu mendadak jadi suaminya Mama, harusnya mama bersyukur dan bahagia bisa menikahi laki-laki yang Mama sukai, walaupun dalam kondisi serba salah seperti itu. Tapi perasaan Mama malah berkurang setiap harinya sama Papa kamu."
"Kok gitu, Mah? Kenapa?"
"Papa kamu selalu menjaga sikapnya. Dia gak pernah menyentuh Mama, bahkan saat kami udah sah sebagai suami-istri. Makanya mama perlahan mundur dari harapan mama yang berpikir mungkin masih ada ruang untuk mama di hati papa. Mama kubur perasaan itu dalam-dalam. Akhirnya dalam pernikahan ini kami sepakat kalau tujuan kami hanya satu, Mama dan papa hanya fokus untuk merawat kamu aja."
"Mah apa mungkin papa masih cinta sama mantan pacarnya itu?"
"Mama gak pernah nanya sih, Sayang. Tapi mama cukup yakin juga kalau itu adalah alasan yang bikin mama gak punya tempat di hati papa. Saat kejadian mama dan papa terekspos, seluruh sekolah rame banget. Banyak yang bersimpati sama Carla tapi Carla memilih untuk pergi jauh dari hidup Papa. Kami gak pernah dengar lagi kabar dia dan kami juga gak pernah mencari tahu. Karena kami mau fokus sama kamu," jawab Nindi mengambil sisir dan hair dryer dan mulai mengeringkan rambut Rania yang masih basah.
Rania kini paham mengapa mama dan papanya mengakhiri pernikahan mereka. Mungkin saja selama ini Mama dan Papanya harus menahan ego mereka masing-masing karena rasa tanggung jawab mereka yang sangat besar untuk membesarkan dirinya.
Terutama sang ayah yang mungkin saja dulu saat masih SMA dan baru saja lulus, banyak mimpi yang sudah dirangkai antara Rendra dan mantan pacarnya itu. Namun insiden itu terjadi sehingga mimpi itu harus dikubur dalam-dalam oleh keduanya. Bisa jadi sang ayah dan mantan pacarnya itu masih saling mencintai bahkan hingga sekarang.
"Ini lagi pada ngapain sih?" tiba-tiba sosok wanita tua dengan rambut yang sudah memutih muncul di depan pintu.
"Eyang kepo banget sih," canda Rania, sedangkan Nindi hanya tersenyum pada sang ibu sambil terus menyisir rambut Rania.
"Eyang gak kepo. Cuma ditungguin dari tadi ini buat makan malam, malah asyik ngobrol."
"Iya deh ayo kasian banget eyang kayaknya udah laper banget ya." Rania menghampiri sang nenek sambil menggandeng tangan keriput sang nenek. Nindi mengikuti di belakang Rania dan sang ibu, Arum. Mereka menuju ke ruang makan untuk makan malam bersama.
***
Keesokan harinya Rania bersiap pergi ke rumah Logan untuk memenuhi undangan makan siang dari ibunya Logan. Saat sedang bersiap, tiba-tiba terdengar mobil menyalakan klaksonnya. Rania segera turun dari kamarnya dan berpamitan pada sang ibu.
"Ran, itu mobil yang kemarin nganter kamu juga 'kan? Siapa itu kok mobilnya bagus bener. Keyla ganti mobil ya?" tanya sang nenek yang selalu kepo tentang semua hal.
"Punya temen nek. Nanti deh Rania ceritanya ya. Pergi dulu nek!" Rania mencium tangan sang nenek kemudian pergi bersama mobil mewah yang menjemputnya itu.
Sekitar empat puluh lima menit mobil mewah berwarna putih itu memasuki halaman sebuah rumah yang terletak di perumahan elit. Rumah itu bergaya modern minimalis. Pintu mobil terbuka dan Rania segera keluar dari mobil itu. Saat keluar Rania melihat motornya sudah terparkir di halaman rumah mewah itu bersebelahan dengan motor besar berwarna merah milik Logan.
"Mbak ini kunci motornya. Langsung masuk aja Mbak, sudah ditunggu ibu," ucap pak supir yang tadi menjemputnya. Setelah mengucapkan terimakasih, Rania memasuki pintu utama rumah itu.
