NovelToon NovelToon
Sarjana Terakhir

Sarjana Terakhir

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama / Spiritual / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:12.8k
Nilai: 5
Nama Author: Andi Budiman

Siang ini udara panas berembus terasa membakar di ruas jalan depan gerbang Universitas Siliwangi Tasikmalaya. Matahari meninggi mendekati kulminasi. Suara gaduh di sekeliling menderu. Pekikan bersahut-sahutan, riuh gemuruh. Derap langkah, dentuman marching band dan melodi-melodi bersahutan diiringi nyanyian-nyanyian semarak berpadu dengan suara mesin-mesin kendaraan.

Rudi salah satu laki-laki yang sudah tercatat sebagai mahasiswa Unsil selama hampir 7 tahun hadir tak jauh dari parade wisuda. Ia mengusap peluh dalam sebuah mobil. Cucuran keringat membasahi wajah pria berkaca mata berambut gondrong terikat ke belakang itu. Sudah setengah jam ia di tengah hiruk pikuk. Namun tidak seperti mahasiswa lain. Pria umur 28 tahun itu bukan salah satu wisudawan, tetapi di sana ia hanya seorang sopir angkot yang terjebak beberapa meter di belakang parade.

Rudi adalah sopir angkot. Mahasiswa yang bekerja sebagai sopir angkot....

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andi Budiman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

31. Calon Menantu

Halimah tersadar dari lamunan. Di dengarnya riuh dan derap langkah menuju rumahnya. Ia beringsut mendekati jendela. Langkahnya berdecit menginjak papan. Ketika tirai disibak, dalam cahaya remang yang mulai gelap ia melihat serombongan muda-mudi. Rombongan itu berdiam dekat rumahnya tak kemana-mana, sampai dua orang manusia tertatih-tatih menghampiri. Habis itu rombongan mendekat ke rumahnya dan mengucapkan salam.

Halimah menjawab salam dan keluar. Seperti telah diduganya, rombongan itu adalah Rudi dan teman-teman. Mereka menyampaikan maksud untuk ikut istirahat semalam di rumah bagi yang perempuan. Sementara laki-laki menginap di mesjid. Rudi pun bergegas ke ketua DKM untuk mohon izin sekalian menyampaikan situasi yang mereka alami bahwa bis yang ditumpangi mogok dan sedang perbaiki.

Rombongan laki-laki segera ke mesjid untuk menyimpan tas sekalian menunaikan sholat maghrib berjamaah. Sementara  rombongan perempuan akan menginap di rumah Rudi.

Rudi memperkenalkan satu per satu teman satu kelasnya yang perempuan. Perkenalan berlangsung dengan menyenangkan. Halimah merupakan perempuan yang lembut dan bijak. Kelembutan yang mungkin telah diturunkan nenek moyangnya. Karena keluarga Rudi keluarga pendatang, sedikit saja orang yang tahu bahwa Halimah adalah keturunan kepala desa di zaman dulu. Darah pemimpin mengalir dalam darahnya.

Setelah perkenalan Halimah pun memperhatikan mereka satu per satu sambil menghidangkan jamuan hasil tani alakadarnya seperti kacang rebus, ubi rebus dan buah-buahan seperti pisang dan manggis. Kebetulan saat itu sedang musim manggis.

Rudi akan menginap di mesjid bersama teman-temannya, namun sehabis sholat maghrib ia sempatkan ke rumah lewat pintu belakang menemui ibunya. Saat itu Intan ada di ruang tamu mengobati luka-luka di kakinya bersama Resti. Sementara teman-teman yang lain berkumpul di luar menikmati suasana kampung saat malam. Suasana rumah Rudi yang asri, sederhana, namun tampak selalu bersih dan rapi.

Di dapur Rudi berbincang dengan ibunya.

“Rud, kamu luka-luka lebam kenapa?” tanya ibunya.

“Hanya kecelakaan kecil Bu… tidak apa-apa!”

“Hhhh… lain kali hati-hati! Jangan sembrono!”

“Iya Bu…”

Sejenak Rudi mengumpulkan keberanian.

“Bu…” panggil Rudi. “Ada yang mau Rudi bicarakan...”

“Ada apa?” tanya Halimah serius.

“Sebetulnya… di antara mahasiswi-mahasiswi itu ada… kenalan dekat Rudi!”

“Kenalan dekat? Calon isteri?” tanya Halimah.

“Semoga Bu! Do’akan Rudi!”

“Orangnya yang mana?” tanya Halimah penasaran.

Rudi berpikir sesaat, kemudian berkata :

“Dia masih malu-malu! Tunggu sebentar Bu!”

Rudi bergegas ke depan menghampiri Intan.

“Dek, ke sini sebentar!”

Intan memohon diri dari Resti.

“Ibu mau ketemu!” bisik Rudi.

“Malu Baaang!” rengek Intan.

“Nggak apa-apa… yuk!”

Intan mengikuti langkah Rudi ke dapur. Intan pun berhadapan dengan Halimah. Pipi gadis itu bersemu merah, tersipu malu.

“Ini Rud?” tanya Halimah sambil memegang lengan Intan. Perempuan separuh baya itu menatap Intan.

Intan gemetar.

“Namanya Intan Bu!”

“Intan?”

“Intan Amelia Putri.”

“Ini calon menantu Ibu?”

“InsyaAllah Bu…”

“MasyaAllah cantik sekaliii…!!!”

Hening.

“Calon Teteh aku?” tiba-tiba Heryani muncul dengan wajah sinis. Dari tadi gadis SMP kelas satu itu mengintip. Heryani beringsut ke belakang ibunya, duduk di kursi.

Intan merengut.

“Diem dulu kamu!” kata Halimah kepada Heryani.

Halimah meraba-raba pipi Intan.

“MasyaAllah… Ibu tidak sedang mimpi kan?”

Intan semakin malu.

“Dari tadi Ibu memperhatikan kamu loh!” kata Halimah takjub. “Ternyata…” lanjut Halimah. “Kamu beneran mau sama anak Ibu?”

Intan mengangguk pelan.

“Anak ibu itu bukan orang berada loh, laki-laki biasa saja, bukan siapa-siapa!” kata Halimah seolah bisa merasakan bahwa gadis di depannya bukan gadis sembarangan.

Intan menggelengkan kepala, lalu bicara :

“Nggak Buuu… Abang orang hebat kok!” ucap Intan dengan santun seraya tersenyum ke arah Rudi.

Kemudian Halimah dan Intan mengobrol di dapur sambil membuat adonan mendoan. Halimah menceritakan kehidupan Rudi sejak kecil hingga sekarang. Sesekali mereka tertawa bersama menyelami kisah-kisah itu yang diceritakan Halimah begitu detail, seolah-olah sedang memutar sebuah film.

Habis membuat adonan mendoan Intan duduk di ruang tengah membaca draf buku karangan Rudi yang sempat dipinjamnya tempo hari. Ia membawa draf itu dalam tasnya.

Heryani menghampiri Intan. Gadis SMP kelas satu itu memutari Intan dengan memasang wajah sinis. Ia tak bicara. Kehadirannya hanya mengganggu konsentrasi Intan. Intan mengangkat wajahnya, kemudian Heryani menjauh lalu memperhatikan Intan dari pintu kamar.

Intan menunduk lagi. Heryani kembali mendekat, masih dengan wajah yang sama.

“Baca apa sih?” tanya Heryani.

“Buku Aa kamu!” jawab Intan sambil menatap Heryani.

“Emang seru?”

“Seruuu…!” jawab Intan, tersenyum.

Heryani berpaling dengan sinis.

“Kamu nggak belajar Dek?” tanya Intan.

“Nggak!” jawab Heryani ketus.

“Kok kamu gitu sih Deeek?”, manyun.

Heryani diam.

“Nggak ada PR emang?” tanya Intan.

“Mmm… ada kok!”

“Mau ngerjain sama-samaaa?”

“Nggak!”

Intan menghembuskan nafas lalu menutup draf buku. Ia berdiri kemudian pergi ke dapur mengambil air minum.

Heryani mengintip.

“Ngapain kamu sih Dek?” tanya Intan. “Awas kamu ya!” gumamnya. Intan membelakangi Heryani.

“Mau deh ngerjain PR!” kata Heryani tiba-tiba.

“Katanya nggak mau!” sahut Intan, cemberut.

“Tadi Teteh kan sibuk baca!”

“Ohhh…”

“Di sini lagi ya!” pinta Heryani menunjuk ruang tengah.

“Ya ayo! PR apa emang?”

“Nggak tahu!”

“Yeeee, kamu!”

“Mmm… matematika!”

Intan menghembuskan nafas,

“Manaaa?”

Heryani berlari ke kamar mengambil buku.

“Nih!”

“Di sini aja deeeh, tuh ada meja!” kata Intan.

“Nggak mau, maunya di sini!” protes Heryani.

“Ya udah deh!”

Intan menghampiri Heryani ke ruang tengah. Sementara Intan mengajari Heryani matematika, Heryani malah memegang-megang kerudung Intan. Meraba-raba rambut Intan.

“Kamu ngapain sih Dek? Merhatiin nggak sih? Nanti nggak bisa loh…”

“Kerudung Teteh kok jelek!”

“Enak aja!”

“Pipi Teteh juga gendut!”

“Nggaaak… kamu tuh yang gendut!” kata Intan.

Heryani tertawa.

“Mau lanjut nggak?”

“Mau, mau!”

Heryani mengikuti contoh yang diberikan Intan dengan cepat. Gadis remaja itu memang cerdas. Heryani bisa menguasai banyak teknik matematika yang diberikan. Bahkan beberapa teknik lanjutan.

“Teh, rambut Teteh panjang nggak?” tanya Heryani sambil meraba-raba dan menarik-narik kerudung Intan.

“Panjaaang! Iiiih, kamu ngapain sih!” protes Intan.

Heryani tertawa lagi.

Beberapa menit kemudian mereka masih berusaha mengerjakan PR dan hasilnya: kehilangan fokus. Lama-lama mereka malah berbincang-bincang masalah rambut, kuku, bibir, pipi, mata dan berbagai hal tak penting lain di kamar Heryani sambil tiduran.

“Rambut Teteh ada poninya nggak?”

“Ada, bagus lagi…”

“Rambut aku mah poninya kayak gini, jelek!”

“Mmm… bagus kok, tinggal dipanjangin aja sedikit! Terus nanti diginiin, ke sini, terus ke sini, nah...”

“Aaaah, jadi tambah jelek!” protes Heryani.

Intan tertawa.

“Kalau boneka, Teteh suka boneka apa?”

“Mmm… beruang deh!”

“Kok pakai deh sih, emangnya kuis?”

Intan tertawa lagi.

“Beneran Dek, beruang!”

“Warna?”

“Cokelat!

“Kalau pink?”

“Kalau pink mah kelinci.”

“Ada kok Teh, beruang pink!”

“Jangan ngarang kamu!”

“Nggak ngarang, ada punya temen aku!”

“Iyaaaa….”

“Teteh udah ngantuuuk?”

“Iyaaa, bobo yuk!”

“Yuk!”

“Berdo’a dulu!”

Intan tertidur memeluk Heryani. Halimah melongok mereka ke dalam kamar sambil menggendong Sulis. Perempuan itu tersenyum seraya menggeleng-gelengkan kepala. Halimah beringsut ke ruang tengah, memeriksa teman-teman Intan. Semuanya sudah tidur. Ia pun memeriksa pintu, semua sudah terkunci.

1
Sera
kalau sudah jodoh pasti akan bertemu lagi
Sera
ayo sadar intan. abang sudah datang
Sera
semangat author
Sera
jadi inget angkot yang bersliweran
Sera
sampai di panggil fakultas karna kelamaan cuti ini
Was pray
demam panggung di rudi, jadi ngeblank...hilang semua ilmu kepalanya. sepintar apapun kalau kena mental duluan maka akan jadi orang bodoh rajanya bodoh termasuk si rudi itu pad sidang skripsi,
Fatkhur Kevin
lanjut thor. crazy up thor
Fatkhur Kevin
langkah awal kemenangan BR
Fatkhur Kevin
takdir yg tk pernah diduga
Was pray
takdir telah menyatukan intan dan rudi sejauh apapun tetap akan bersatu
Fatkhur Kevin
hei kpn kamu sadar intan
Fatkhur Kevin
intan seperti putri tidur
Was pray
takdir berjodoh intan dan rudi, skenario Allah itu. terbaik bagi manusia
Fatkhur Kevin
sangat mengharukan
Fatkhur Kevin
lanjut besokx🤣🤣🤣
Was pray
semoga saja prof. Pardiman saidi mau menyelidiki penyebab rudi du DO tiba-tiba dan mau membantu agar rudi bisa meraih gelarnya
Fatkhur Kevin
berjuang dapatkan intan
Fauzan Hi Ali
Luar biasa
Andi Budiman: Terimakasih buat bintanya
total 1 replies
Fatkhur Kevin
sama sama merendahkan diri 👍👍👍
Was pray
kesalahan rudi fatal karena membohongi diri sendiri, sehingga menyuruh intan menerima lamaran edgar, rudi cerdas otaknya tapi tidak cerdas hati dalam menilai perasaan seseorang, mau berkorban demi kebahagiaan intan tujuannya, tapi hasilnya membuat intan tersiksa lahir batin, intan wanita yg santun jadi tidak mungkin menyuruh langsung untuk melamarnya, permintaan intan disampaikan ke rudi dengan sikap
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!