Ketika yang semua orang anggap hanya omong kosong menyerbu dari utara, saat itulah riwayat Suku Gagak menemui akhirnya.
Tanduk Darah, iblis-iblis misterius yang datang entah dari mana, menebar kekacauan kepada umat manusia. Menurut legenda, hanya sang Raja Malam yang mampu menghentikan mereka. Itu terjadi lima ribu tahun silam pada Zaman Permulaan, di mana ketujuh suku Wilayah Pedalaman masih dipimpin oleh satu raja.
Namun sebelum wafat, Raja Malam pernah berkata bahwa dia akan memiliki seorang penerus.
Chen Huang, pemuda bernasib malang yang menjadi orang terakhir dari Suku Gagak setelah penyerangan Tanduk Darah, dia tahu hanya Raja Malam yang jadi harapan terakhirnya.
Apakah dia berhasil menemukan penerus Raja Malam?
Atau hidupnya akan berakhir pada keputusasaan karena ucapan terakhir Raja Malam hanya bualan belaka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arisena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode : 35 — Melanjutkan Perjalanan
"Ini simbol untuk memberitahu mereka kalau kita pergi ke selatan." Bai Li menggambar pola lingkaran tidak sempurna dengan air bersih di lantai kamar. "Sebelum air ini mengering, mereka pasti sudah melihatnya. Untuk yang satu ini, aku benar-benar tidak tahu bagaimana mereka bisa melakukan itu."
Chen Huang mengamati dalam diam.
Pagi-pagi buta, mereka berencana untuk pergi meninggalkan penginapan tersebut. Sebelum itu mereka sudah berdebat tentang tujuan berikutnya. Keputusan akhir adalah mencari pembunuh guru, kakak dan murid Bai Li.
Ketika wanita itu menanyakan soal Raja Malam, Chen Huang benar-benar mati kutu dan tak dapat menjawab. Untuk beberapa waktu ini dia hampir melupakan itu.
"Raja Malam itu sosok pilihan," katanya pada Bai Li. "Ini hanya firasatku, tapi kalau kita menunjukkan kekuatan kita dengan mengalahkan musuhmu itu, mungkin saja, Raja Malam akan mendengar tentang kekuatan kita dan mengajak kita untuk bergabung."
"Bergabung dalam laskarnya untuk memerangi Tanduk Darah."
"Memang ada yang lain?"
Bai Li mengedikkan bahu. "Yah ... kalau Raja Malam benar-benar ada."
Setelah Bai Li selesai membasahi lantai kamar dengan pola lingkaran, tanpa mau merapihkan tempat tidur, dia membuka pintu dan berjalan keluar diikuti oleh Chen Huang.
"Kenapa kita tidak mengatakan kepada pengawas kita?" tanya Chen Huang selagi berjalan.
"Soal ke mana kita pergi?"
Chen Huang memelankan langkahnya untuk menyamai kecepatan Bai Li yang pura-pura lambat. Bagaimanapun, saat ini dia sedang main peran menjadi nenek-nenek. "Iya, apa tidak bisa?"
Bai Li menggeleng. "Walau dia orang yang sangat kuat, Tingkat Bintang puncak, tapi dia mengawasi kita seorang diri. Kalau kita melapor padanya dan dia melapor kepada Guo Nan, siapa yang mengawasi kita? Sepertinya itu tidak diperbolehkan karena selain mengawasi, dia juga melindungi."
Ketika tiba di luar, Chen Huang secara iseng mencoba mengedarkan pandang ke seluruh atap bangunan yang terlihat. "Dia masih di sana, apa dia tidur?" katanya saat melihat seorang berjubah hitam di wuwungan genteng rumah makan, meringkuk dengan kepala tertunduk.
"Heh, dia akan bangun, lihat saja."
Itu benar-benar terjadi. Ketika Chen Huang dan Bai Li sudah melangkah sedikit jauh, orang ini tersentak dan berdiri lalu mengikuti mereka dari balik bayangan.
Bai Li mengatakan bahwa pembunuh orang-orang tercintanya adalah Sekte Sayap Kegelapan atau yang orang kenal sebagai Bendera Hitam. Dia juga mengatakan ciri-ciri mereka yaitu berjubah hitam dengan garis putih dan memakai cadar.
Dilihat dari kejauhan, mereka tampak seperti hantu yang berkeliaran.
Saat senja tiba, Chen Huang dan Bai Li sampai di desa berikutnya. Chen Huang mengusulkan untuk menginap di rumah penginapan, tapi Bai Li—yang sudah kembali pada wujud gadis enam belas tahun—membantah.
"Lebih enak dan nyaman di pohon."
Mau tidak mau, Chen Huang melebarkan matanya. "Selera tidurmu seburuk itu?"
"Jangan salah paham," potongnya cepat. "Ini desa kecil, kaulihat? Bukan Kota Lembah yang besar dan ramai. Penginapan di sini tidak menjanjikan keamanan seperti yang ada di kota. Lagi pula, orang-orang jahat di kota lebih hati-hati setiap bergerak, tidak untuk di desa kecil seperti ini."
"Bulan Menangis menyerang kita di penginapan bobrok itu."
"Itu satu hal," Bai Li tak mau kalah. "Jangan samakan penjahat kelas teri dengan sekelas Bulan Menangis. Bahkan jika mereka membunuh kita pun, orang-orang akan jadi buta dan tuli bila tahu kalau pelakunya Bulan Menangis."
"Kita tak perlu takut penjahat, kita punya senjata, punya kekuatan."
Itu alasan yang masuk akal. Mereka adalah seorang kultivator yang di Wilayah Tengah amat dihormati sekaligus ditakuti. Jika ada yang berani menyerang mereka dan berhasil, satu-satunya kemungkinan hanyalah gangguan dari kultivator lain.
Bai Li terdiam, bahkan tidak menoleh memandang Chen Huang sedikit pun. Dia terus berjalan memasuki gerbang desa.
"Jangan acuhkan aku!"
"Makan di warung," kata Bai Li. "Tidur di pohon. Tidak ada yang namanya kasur empuk malam ini."
"Kau tak menjelaskan alasan—"
"Tidak ada kasur, tak ada bantahan!" Bai Li melirik tajam.
Chen Huang hanya bisa menahan kejengkelan hati. "Tidak ada kasur."
...----------------...
Satu hal yang membuat Chen Huang selalu bingung akan sosok bernama Bai Li. Dia adalah seorang nenek tua berumur seratus dua puluh empat tahun dan tentu saja, memiliki pengalaman hidup yang jauh lebih banyak dibanding dirinya sendiri.
Namun, kadang apa yang dikatakannya tidak masuk akal dan itu lebih sering berdasarkan firasat.
Bukan cuma sekali firasatnya berkata salah, dan bukan sekali pula firasatnya berkata benar.
Pernah suatu ketika saat mereka ingin beristirahat di dalam gua, Bai Li menolak mentah-mentah, mengatakan di sana ada bayi naga. Tentu saja Chen Huang tak bisa dibodohi semudah itu, dia memaksa masuk untuk menemukan sarang ular berbisa yang mematikan.
Di satu kesempatan lain, Bai Li pernah menyuruh Chen Huang naik ke atas pohon tinggi, ia tidak mengatakan apa alasannya. Ketika mereka menunggu sampai seluruh tubuh gatal-gatal karena gigitan semut, ternyata memang tidak ada apa-apa dan mereka justru saling menyalahkan.
Namun, Chen Huang tahu Bai Li melakukan itu bukan karena iseng atau semacamnya, dia pasti punya alasan.
Seperti halnya malam ini, walau dengan hati jengkel luar biasa, terpaksa dia menurut saja ketika Bai Li mencari tempat di hutan kecil belakang desa.
"Tidak ada api."
"Apa?" Chen Huang melotot. "Kau serius?"
"Gunakan Qi milikmu untuk menghangatkan tubuh," berkata Bai Li sedikit jengkel dengan protes Chen Huang yang tak berkesudahan. "Atau kau perlu kupeluk sepanjang malam?"
Terbawa kemarahannya yang tiba-tiba dilarang ini dan itu, Chen Huang menjawab nyaris tanpa berpikir. "Tentu saja, aku belum sepandai itu untuk menghangatkan tubuh dengan energi Qi. Gunakan wujud bibimu!"
"Akan kugunakan wujud nenek, tak ada bantahan kalau kau mau peluk."
"Sial!"
Malam tiba dan Chen Huang masih merasakan dingin walau mantelnya cukup tebal. Dia tidur meringkuk menghadap pohon, sedangkan Bai Li memejamkan mata di batang pohon tepat di atas kepalanya.
Wanita ini memang sulit ditebak, dia mengaku mampu untuk tidak tidur seminggu penuh, tapi Chen Huang belum pernah melihat satu kali pun ketika Bai Li terjaga sepanjang malam.
Saat hari sudah benar-benar larut, pendengaran Chen Huang yang tajam menangkap suara langkah kaki banyak kuda dari kejauhan.
Karena malam yang amat sunyi diiringi suara jangkrik dan berbagai hewan malam lain, suara kaki kuda itu terdengar amat nyaring.
Chen Huang mendudukkan diri, saat itu dia melihat ada rombongan besar masuk desa dari arah barat. Mereka tidak berhenti di desa, melainkan terus berjalan ke arah timur. Suara-suara mereka yang mengobrol dengan temannya tak terlalu terdengar jelas dari sini.
Namun, bukan itu yang menjadi perhatian Chen Huang. Pemuda ini terbelalak karena satu hal.
Bendera mereka.
Rombongan ini membawa lima tiang bendera yang sama persis. Walau malam amat gelap, tapi obor-obor di tangan mereka mampu memberi penerangan yang cukup bagi mata Chen Huang untuk melihat bendera tersebut.
"Nah, kau masih ingin meremehkan firasatku?"
Chen Huang mendongak, entah sejak kapan Bai Li sudah terjaga.
"Bai Li, apakah mereka itu ...."
"Iya," Bai Li mengangguk yakin. "Kau bisa lihat sendiri, bendera hitam. Itulah Sekte Sayap Kegelapan, dan mereka lewat tepat di depan hidungku. Kira-kira, apa yang harus kulakukan?"
btw, makin lambat aja. apa kamu masih online?
Hanya saja untuk development karakter nya aku masih merasa kurang cukup motivasi. Mungkin karena masih perkembangan awal. Akan tetapi, perlahan namun pasti keberadaan Chen Huang di Serigala, kayaknya akan semakin bisa di terima. Aku cukup merasakan bahwa dia saat ini sudah mulai banyak berinteraksi dengan tokoh lainnya.
Aku baca ulang dan ternyata memang ini flashback😅✌🏻