Sheila Cowles, seorang anak yatim piatu, menjalani kehidupan sederhana sebagai cleaning service di sebuah toko mainan anak-anak.
Suatu hari, karena kecerobohannya, seorang wanita hamil besar terpeleset dan Sheila menjadi tersangka dalam kejadian tersebut.
"Kau telah merenggut wanita yang kucintai. Karena itu, duniamu akan kubuat seperti di neraka," kata Leonard dengan penuh amarah.
"Dengan senang hati, aku akan menghadapi segala neraka yang kau ciptakan untukku," jawab Sheila dengan tekad yang bulat.
Bagaimana Sheila menghadapi kehidupan barunya sebagai ibu sambung bagi bayi kembar, ditambah dengan ancaman Leonard yang memendam dendam?
🌹Follow akun NT Othor : Kacan🌹
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kacan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MDHD 31 (Kedatangan Tamu Tak Diundang)
Sheila memutar bola mata malas, pria di sampingnya patut mendapatkan julukan pria bermulut pedas dan gila.
“Ya ya, terserahmu saja,” sahut Sheila malas.
Pada akhirnya mereka saling memalingkan wajah satu sama lain. Dua insan itu persis seperti kucing dan tikus, tak pernah akur!
Sheila mulai merasa pegal, ia meletakkan Viona yang tak lagi tidur ke atas ranjang.
“Kita berbaring saja ya, Sayang.” Jari telunjuk Sheila mengusap lembut pipi Viona yang gembul.
Dalam posisi berbaring miring, Sheila dapat lebih leluasa dalam berinteraksi dengan putri sambungnya, Viona.
Seakan mengerti, Viona si bayi gembul menggerak-gerakkan tangannya dengan mulut mangap-mangap.
“Uhhh gemes banget sih.” Tak tahan dengan tingkah lucu sang putri, Sheila menjatuhkan banyak kecupan yang membuat bayi gembul itu bersuara.
Semua yang dilakukan oleh Sheila, tak luput dari tatapan Leonard.
Pria itu menatap Sheila dengan tatapan yang entah apa artinya. Di tengah aksinya dalam memperhatikan gerak-gerik sang istri, tiba-tiba Viola yang berada dalam gendongannya menggeliat.
Viola tampak menggeliat tak tenang, dan semakin rewel saat suara kembarannya terus menguar.
Sheila yang sedang mengajak Viona berbicara langsung mengalihkan sorot matanya ke arah Leonard, lebih tepatnya ke arah putri sambungnya yang ada dalam gendongan pria itu.
“Sepertinya Viola tidak nyaman, coba bawa dia berbaring di samping Viona,” ujar Sheila.
Leonard yang bingung harus melakukan apa agar putrinya tenang pun mengikuti saran dari istrinya.
Sheila berusaha menahan senyumnya saat Leonard benar-benar mengikuti apa yang dirinya katakan.
Pria itu meletakkan Viola dengan penuh kehati-hatian di samping Viona.
Betapa ajaibnya, kedua putrinya langsung menggerak-gerakkan tangan kesenangan.
“Kalian adalah bayi paling menggemaskan.” Sheila mencubit pipinya sendiri, tak tahan dengan kelucuan dua putri sambungnya.
Leonard bagai makhluk tak kasat mata, yang kehadirannya tidak dihiraukan Sheila.
Wanita itu begitu asik menatap dua bayi gembul di ranjangnya dengan menahan rasa gemas.
“Viona, kamu seneng banget ya megang dada Mama.” Sheila menggelengkan kepala. Tangan putri kecilnya kerap kali bertengger di dadanya.
Pupil mata Leonard melebar. Memegang dada?
“Jangan bicara sembarangan pada putri-putriku!” desis Leonard.
Wajah cerah Sheila berubah kesal, Leonard selalu saja menganggu kesenangan dirinya. Tidak bisakah pria itu diam untuk satu hari saja?
“Cerewet!” Bibir merah alami Sheila mencebik. “Yang aneh itu kau! Memang sulit berinteraksi dengan orang tua,” tambahnya diakhiri dengan juluran lidah yang ia arahkan pada Leonard.
Leonard mendengus kasar. “Apa kau bilang?!” geramnya.
Sheila beranjak duduk, ia menyilakan kakinya menghadap sang suami sambil bersedekap dada.
“Ckckck, umurmu berapa sih? Apa sudah masuk fase kehilangan pedengaran?” ejek Sheila dengan memasang wajah tak berdosa.
Semakin panas saja hati Leonard. Wanita di hadapannya selalu berhasil memancing emosinya.
“Bicara sekali lagi, habis kau malam ini!” Suara rendah nan berat Leonard penuh ancaman, sarat akan emosinya yang kerap kali meledak-ledak.
Lagi-lagi Sheila menjulurkan lidahnya, mengejek pria itu tanpa suara namun berhasil membuat hidung pria itu kembang kempis.
Puas, satu kata yang mewakili perasaan Sheila saat ini. Jangan pikir hanya Leonard saja yang bisa membuatnya kesal, ia pun bisa.
Dengan tersenyum jumawa Sheila berpaling dari Leonard, dan kembali menatap dua bayi gembulnya.
“Loh! Sudah tidur?” Sheila terkekeh melihat si kembar. “Jangan-jangan suara marah daddy kalian terdengar seperti lagu penghantar tidur ya,” kata Sheila sembari menahan geli di perutnya.
“Aku tidak main-main, nanti malam akan kuhabisi kau!” Leonard berdiri dengan emosi. Namun, suaranya ia tahan karena kedua putrinya tengah terlelap.
Sheila menoleh, satu jari telunjuknya ia letakkan di dagu sembari memasang wajah sedang berpikir.
“Menarik.” Sheila mengangguk-anggukkan kepala. “Malam ini pakai gaya apa?” tanyanya dengan berlagak polos.
Leonard tak menjawab pertanyaan sialan istrinya, ia melangkah keluar dari kamar dengan langkah lebar dan terkesan terburu-buru.
“Wanita sialan!” maki Leonard dalam hati.
*
*
*
Malam hari telah tiba. Bertepatan dengan waktu makan malam, Sheila baru sempat membersihkan dirinya sendiri.
Seharian ini ia habiskan waktunya untuk menjaga baby twins seorang diri.
Ia baru saja keluar dari kamar mandi dengan pakaian yang lengkap, menatap ke arah ranjang yang kosong. Sebab, dua putri sambungnya telah ia antar ke kamar bayi bersama Rose sebelum mandi tadi.
“Duh laper banget,” keluhnya sambil mengusap-mengusap perut yang sedari tadi sudah meronta-ronta minta diisi.
Sheila bergegas turun ke dapur, ia tak sabar menyantap makan malam seorang diri. Sebab, dirinya tidak diizinkan ikut bergabung di meja makan.
Di lantai dasar, Sheila melewati suami dan juga ibu mertuanya yang sedang makan tanpa menyapa.
Leonard yang tengah asik menikmati makan malamnya dengan sang ibu pun tak menghiraukan istrinya. Ia menikmati makanan di piringnya dengan tenang.
“Leon, kau harus memperingatinya untuk bersikap sopan,” ucap Hanny setelah menyelesaikan makan malamnya.
Pria dengan wajah datar itu mengangkat kepalanya lebih tegak. “Mom aku sedang tidak ingin membahasnya,” ucapnya tenang.
Hanny menghela napas kasar.
“Baiklah. Mommy ke kamar lebih dulu, selamat malam.” Hanny beranjak pergi, menyisahkan Leonard seorang diri di ruang makan yang terasa dingin.
Tak berapa lama, pembantu bernama Ava datang menghampiri Leonard.
“Maaf menganggu, Tuan. Tuan Halley ada di ruang tamu, dia mengatakan ingin bertemu,” ucap Ava seraya menunduk hormat.
Leonard berdiri. Ia mengangguk sambil mengibas tangannya, menyeru pekerjanya itu untuk segera pergi.
“Ada apa kau datang ke sini?” tanya Leonard begitu sampai di ruang tamu.
Mendengar suara sang sahabat, Halley lekas berdiri.
“Di mana gadis itu?” Halley celingak-celinguk, mencari seseorang yang sangat ingin dirinya lihat.
Kening Leonard mengernyit, kedua alisnya saling bertemu.
“Siapa yang kau cari?” Suara tegas Leonard menyadarkan Halley.
Pria tampan yang memiliki darah Indonesia itu berhenti memindai mata ke selilingnya, lalu terfokus pada Leonard yang berdiri dengan memasukkan tangan ke dalam saku celana.
“Sheila,” jawab Halley ringan.
Wajah Leonard berubah datar. “Untuk apa kau mencarinya?” tanyanya dengan nada tak suka.
Halley tersenyum kecil, sahabatnya terlihat begitu aneh.
“Lupakan soal pertanyaanku tadi. Aku ke sini untuk menanyakan tentang sesuatu,” tutur Halley tampak tenang.
Leonard tak bersuara, ia menunggu kelanjutan apa yang akan keluar dari mulut sahabatnya yang tiba-tiba datang ke kediamannya tanpa diundang.
“Apakah kau punya kenalan informan terpercaya? Aku ingin mencari tau tentang kehidupan Sheila lebih dalam,” lanjut Halley dengan suara pelan.
Rahang Leonard mengetat seketika, urat-urat di sekitar lehernya menonjol dengan jelas, menunjukkan amarah yang tertahan. Di balik sakunya, tangan Leonard mengepal sempurna.
Mencari tau tentang Sheila? Apa-apaan sahabatnya itu!
“Sebaiknya kau pulang sekarang!” usir Leonard, suaranya menggeram bak serigala yang tengah menghadapi musuh.
“Astaga aku baru datang, dan kau langsung mengusirku. Ada apa denganmu, Leonard?” Halley menggeleng tak percaya.
Namun, seketika gelengan kepalanya berhenti saat melihat seorang gadis yang ia cari-cari tengah berjalan menuju tangga.
“Sheila,” panggil Halley.
Sontak Sheila berhenti melangkah, ia menoleh ke sumber suara. Bertepatan dengan itu, tatapannya bertubrukkan dengan sorot mata tajam suaminya yang terlihat sangat mengerikan.
Bersambung ….
Nape tuh Singa?🤔 Perasaan melotot mulu dah tu mata🏃🏃🏃
di tunggu kelanjutan ya