Axeline tumbuh dengan perasaan yang tidak terelakkan pada kakak sepupunya sendiri, Keynan. Namun, kebersamaan mereka terputus saat Keynan pergi ke luar negeri untuk melanjutkan pendidikannya.
Lima tahun berlalu, tapi tidak membuat perasaan Axeline berubah. Tapi, saat Keynan kembali, ia bukan lagi sosok yang sama. Sikapnya dingin, seolah memberi jarak di antara mereka.
Namun, semua berubah saat sebuah insiden membuat mereka terjebak dalam hubungan yang tidak seharusnya terjadi.
Sikap Keynan membuat Axeline memilih untuk menjauh, dan menjaga jarak dengan Keynan. Terlebih saat tahu, Keynan mempunyai kekasih. Dia ingin melupakan segalanya, tanpa mencari tahu kebenarannya, tanpa menyadari fakta yang sesungguhnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mutzaquarius, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
Axeline buru-buru melangkah ke toilet. Tangan gemetar saat mendorong pintu, dan begitu masuk, tubuhnya langsung merosot ke lantai.
Dadanya terasa sesak. Air mata yang sejak tadi ia tahan akhirnya jatuh tanpa suara.
Keynan! Kenapa dia melakukan ini?
Saat Axeline sudah mulai berusaha melupakan segalanya, saat ia perlahan bisa melangkah maju, pria itu justru menariknya kembali ke dalam jurang yang ingin ia hindari.
"Sebenarnya, apa yang kau inginkan, Kak?" lirihnya. Ia berdiri perlahan, menatap bayangannya di cermin. Bibirnya membengkak dan masih berdenyut akibat ciuman paksa itu.
Napasnya terasa berat dengan tangan yang mengepal erat. "Kau tidak mungkin membiarkan aku terus terjebak dalam dosa ini, bukan?"
Axeline memejamkan matanya sejenak, mencoba menenangkan diri. Dengan tangan gemetar, ia membasuh wajahnya dengan air dingin, berharap bisa menghapus jejak kejadian yang baru saja terjadi. Namun, luka di hatinya tidak semudah itu hilang.
"Karena ulahmu, aku harus memulainya dari awal lagi." Ia mengepalkan tangan, menggigit bibirnya sendiri untuk menahan tangis yang kembali ingin pecah. "Tapi jika kau terus begini, aku tidak akan bisa menjauh darimu, Kak," lirihnya.
Axeline menarik napas dalam, memaksakan diri untuk kembali tenang. Setelah merasa cukup baik, ia keluar dari toilet dan kembali ke mejanya. Ia berusaha fokus dan menyibukkan diri untuk mengalihkan pikirannya.
Tapi, sekeras apapun ia mencoba, bayangan Keynan tetap menghantuinya.
Waktu terus berjalan, dan tidak terasa jam pulang kerja telah tiba. Para karyawan mulai membereskan meja mereka, mematikan komputer, dan bersiap meninggalkan kantor.
Begitu juga dengan Axeline. Dia menghela napas lega dan meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku setelah seharian sibuk mondar-mandir membantu para seniornya. Tubuhnya lelah, tapi hatinya sedikit tenang, setidaknya, perlahan ia mulai memahami cara kerja di perusahaan ini.
Setelah memastikan semua berkas sudah rapi, ia mengambil tasnya dan bersiap pergi. Namun, langkahnya tertahan saat seseorang tiba-tiba memanggil namanya.
"Axeline!"
Axeline menoleh dan mendapati Yuda, pria yang tadi membantu menjelaskan dokumen yang ia kerjakan, terlihat berdiri tidak jauh darinya.
"Ya? Ada apa, Kak Yuda?" tanyanya dengan nada ramah.
Yuda tampak sedikit ragu. Ia menggaruk tengkuknya sebelum akhirnya bertanya, "Kau pulang naik apa?"
Axeline mengerjapkan matanya. "Oh, aku naik taksi. Memangnya kenapa?"
Wajah Yuda terlihat sedikit gugup. Ia menimbang sejenak sebelum akhirnya menawarkan diri, "Bagaimana jika aku mengantarmu pulang? Aku hanya ingin memastikan kau pulang dengan selamat. Kau mau, kan?"
Axeline terdiam sejenak, berniat menolak dengan halus. Namun, sebelum sempat ia membuka mulutnya, matanya sekilas menangkap sosok yang berdiri tidak jauh dari mereka.
Keynan.
Pria itu berdiri dengan postur tegap dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam saku celana. Matanya tajam, menatapnya dalam diam seperti sedang mengawasi.
Axeline menggigit bibirnya. Ia tahu Keynan pasti tidak menyukai ini, tapi justru karena itu, ini adalah cara yang tepat untuk membuktikan padanya jika ia bersungguh-sungguh dengan ucapannya. "Baiklah, ayo!" ucapnya cepat.
Yuda terlihat sedikit terkejut, namun ia segera mengangguk dan berjalan beriringan dengan Axeline menuju pintu keluar.
Tanpa mereka sadari, seseorang masih berdiri di tempatnya, memperhatikan dengan tatapan tajam yang penuh emosi terpendam.
Keynan mengepalkan tangannya. "Brengsek," umpatnya, saat Axeline kembali mengabaikannya.
Sepanjang perjalanan, Yuda berusaha mencairkan suasana dengan berbagai topik obrolan agar tidak terasa canggung. Namun, Axeline hanya menanggapinya dengan senyum dan anggukan, pikirannya masih dipenuhi oleh sosok yang diam-diam mengawasinya sejak tadi.
Ia merasa sedikit bersalah karena menjadikan Yuda sebagai tamengnya. Namun, ini adalah satu-satunya cara untuk menunjukkan pada Keynan bahwa ia bisa melupakan perasaannya.
"Bagaimana kalau kita makan malam dulu? Aku tahu restoran yang enak," ajak Yuda tiba-tiba.
Axeline sedikit tersentak sebelum buru-buru menggeleng. "I-itu … tapi aku tidak lapar, Kak," tolaknya dengan halus.
Yuda tersenyum kecil. "Tidak masalah, kalau begitu kita ngobrol di cafe saja." Tanpa menunggu persetujuan Axeline, Yuda sudah memutar mobilnya, mengarah ke sebuah cafe yang cukup besar tapi terlihat nyaman.
Sesampainya di sana, Yuda segera memarkir mobilnya dan membuka pintu. "Ayo!" ajaknya antusias.
Axeline menatap bangunan cafe itu sejenak sebelum mengangguk pelan. "Sebentar saja, ya. Aku harus cepat pulang."
"Baiklah," jawab Yuda santai, lalu berjalan mendahuluinya menuju pintu masuk.
Namun, tanpa mereka sadari, ada sebuah mobil hitam yang terparkir di seberang jalan. Perlahan, seseorang yang duduk di dalamnya menurunkan kaca jendela mobil dengan sepasang mata yang menggelap menatap tajam ke arah mereka.
Keynan.
Jari-jarinya mengetuk setir dengan ritme pelan, rahangnya mengatup kuat saat melihat Axeline tersenyum kecil pada pria itu.
"Jadi, kau benar-benar mencoba menjauh dariku, Axeline? Kita lihat, sampai mana kau bisa melakukannya," gumamnya pelan, nyaris seperti ancaman.