NovelToon NovelToon
Hyacinth

Hyacinth

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: Chira Amaive

Hujan kristal misterius tiba-tiba menghujam dari langit bak ribuan peluru. Sebuah desa yang menyendiri. Jauh dari mana pun. Terletak di ujung hutan dekat tebing tak berdasar. Tak pernah ada orang dari luar desa yang pernah berkunjung sejak desa tersebut ada. Asing dari mana pun. Jauh dari mana pun. Sebuah desa sederhana yang dihuni ratusan orang. Dipimpin oleh ketua suku turun temurun. Walaupun begitu, mereka hidup rukun dan damai.

Sampai pada akhirnya fenomena dahsyat itu terjadi. Langit biru berubah menjadi warna-warni berkilau. Menciptakan silau yang indah. Indah yang berujung petaka. Seperti halnya mendung penanda hujan air, maka langit warna-warni berkilau itu penanda datangnya hujan aneh mematikan. Ribuan pecahan kristal menghujam dari langit. Membentuk hujan peluru. Seketika meluluhlantakkan seluruh bangunan desa berserta penghuninya. Anehnya, area luar desa tidak terkena dampak hujan kristal tersebut.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chira Amaive, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ruangan Baru

"Benarkah? Mereka sungguh membuat makanan seenak itu?" Nixie bertanya antusias.

Finley dan Cashel telah berhenti untuk saling membuat keributan. Di sisi lain, Finley juga menatap penuh selidik kepada Agler dan Nixie. Bukankah Nixie yang mempunyai teori bahwa Agler adalah pemilik kekuatan hujan kristal yang memusnahkan beberapa desa? Lalu Nixie, mengapa dia terlihat berbinar sekali menanyakan banyak hal tentang desa rahasia kepada Agler. ataukah ia hanya pura-pura agar Agler tidak curiga? Ya, itu paling masuk akal.

Lihatlah, sebenarnya tidak ada yang baik-baik saja dalam hubungan mereka. Ada yang bertengkar secara langsung. Ada juga yang menyembunyikan sesuatu yang besar. Walaupun sebenarnya, selain kepada Agler. Finley juga menyimpan banyak sekali tanda tanya kepada Nixie.

Nixie dan Finley telah menjelaskan tentang dua elf yang datang dan menghancurkan ruang bawah tanah milik Agler. Juga mereka yang berhasil bersembunyi di semak-semak agar tidak ketahuan.

Finley juga memberi tahu tentang Nixie yang ternyata selama ini menyembunyikan kekuatannya.

Semua tampak tenang terlebih dahulu. Sebelum nantinya pembahasan akan pecah besar-besaran. Tentang siapa yang benar. Siapa yang salah. Apa yang terjadi. Bagaimana kelanjutan petualangan mereka. Masih banyak lagi.

"Iya. Tanaman yang dapat melindungi kami agar bisa keluar dengan aman tumbuh sepuluh hari lagi. Jadi, kami terpaksa berdiam diri di sana selama itu dan bisa pulang hari ini," ujar Agler.

"Jadi, kami sudah terkurung selama sepuluh hari di ruang bawah tanah itu?" Finley bertanya.

Mereka berempat terus berjalan dengan dipimpin oleh Agler. Elf itu tahu banyak jalur dan tempat pas untuk dijadikan tempat tinggal atau singgah.

"Iya, maafkan aku."

Selanjutnya. Mereka lebih banyak diam dan fokus pada perjalanan. Sesekali menengok ke segala arah untuk memastikan banyak hal. Jingga telah muncul. Senja menyapa. Pada saat itulah, akhirnya Agler berhenti.

"Sudah sampai!" seru elf itu.

"Tanah kosong?" tanya Nixie.

Sebagai jawaban, Agler menginjak tanah itu hingga mengelus cahaya putih di beberapa bagian permukaannya. Kemudian, ia tersenyum ramah sekali.

"Aku tak yakin kalau dia orang jahat, Nixie," bisik Finley kepada Nixie.

Spontan, Nixie langsung menutup mulut Finley dengan kuat agar ia tidak mengucapkan sepatah kata pun tentang hal tersebut lagi.

Cashel yang tidak selera bersuara itu menengok sedikit. Sambil sesekali mengusap wajahnya yang berpeluh.

Elf itu kemudian mengacungkan jari. Maka muncullah sebuah lubang bercahaya seperti rembulan. Tentu saja, itu adalah jalan untuk masuk ke ruang bawah tanah yang baru dibuat oleh Agler.

"Kau akan aman selama bersamaku," bisik Nixie kepada Finley.

...****************...

Tak berbeda dengan ruangan sebelumnya. Tempat baru itu benar-benar memiliki bentuk yang sama persis dengan ruang bawah tanah sebelumnya. Bahkan ukurannya juga. Ruangan tempat makanan ajaib berada juga sama. Langsung menjadi tempat penyimpanan makanan yang tidak akan habis sejak pertama kali dibuat. Sedangkan yang sebelumnya, langsung rusak sebab tempat tersebut dihancurkan oleh para elf.

"Finley," Agler memanggil.

"Iya?" Finley menoleh ragu-ragu.

"Apakah ada yang berbeda denganmu?"

Gadis itu buru-buru menggeleng.

"Kau berbeda Finley."

Finley langsung melirik Nixie. Yang dilirik pura-pura tidak melihat. Lihatlah, Finley benar-benar polos. Tindakannya jelas-jelas bisa membuat Agler curiga.

"Aku masih sama. Aku hanya kelelahan, Agler."

"Benar juga. Pasti sangat mengejutkan tiba-tiba ada elf yang datang menghancurkan tempat tinggal kita," ucap Agler.

"Iya," ujar Finley sambil kembali melirik Nixie.

Nixie menggigit bibir. Tentu sangat sebal dengan tingkah polos Finley. Seharusnya ia bersikap seperti biasanya. Bukan malah mengundang kecurigaan Agler dengan melirik-lirik seperti meminta saran.

"Seharusnya kau bertanya, bukan? Bagaimana aku membuat ruangan ini lagi. Sama persis dengan sebelumnya. Juga bertanya bagaimana sayapku muncul untuk pertama kalinya seumur hidupku. Ah, iya. Juga tentang apa saja yang kami lakukan selama sepuluh hari terakhir. Padahal, aku sudah menunggumu dengan segudang pertanyaan itu," ucap Agler sambil sesekali melirik Cashel yang terlihat tidak peduli.

Mereka terduduk lesu. Tampak kelelahan semua. Cashel memisahkan diri. Melahap semangkuk buah-buahan anggur kecil.

"Ah, benar juga," jawab Finley.

Sejenak, Agler melirik Nixie sembari mengembuskan napas panjang.

"Baiklah, sepertinya ketahuan ya."

Lontaran kalimat Agler yang membuat jantung Finley berdegup kencang seketika. Apa yang akan terjadi sekarang? Apakah Agler akan menunjukkan jati dirinya?

"Maaf, tempat kemarin memang bukan ruangan yang telah aku huni selama seratus tahun."

Lanjutan penggalan kalimat yang membuat Finley lega seketika. Ternyata bagian itu.

"Ya, aku tahu itu. Tidak mungkin kamu bisa bertahan selama seratus tahun di tempat yang sama sedangkan para elf selalu mencari keberadaanmu," ucap Finley.

Elf itu tersenyum. Tulus sekali. Selalu menenangkan setiap kali melihat wajah Agler. Bagaimana mungkin sosok seperti itu telah merenggut segalanya dari Finley, Cashel bahkan Nixie.

"Maaf."

"Tak apa."

"Kamu juga harus meminta maaf kepada Cashel," lirih Agler.

Sebuah ucapan yang membuat gadis itu tertunduk. Dia pula yang meminta maaf? Lalu, bagaimana dengan kejadian di mana ia ditendang tanpa lontaran kata maaf. Malah lebih memilih cara yang berbahaya dengan mengunjungi dunia monster itu. Jadi, siapa yang sebenarnya harus mengalah sekarang?

"Hei, ini hanya tentang kau dan Finley. Jangan bawa Cashel juga. Mereka akan baik-baik saja dengan sendirinya. Untuk sekarang, biarkan semua tenang terlebih dahulu," sahut Nixie.

"Aku tahu dia telah menyakitimu dengan menendang wajahmu waktu itu. Bukannya aku ingin membandingkan. Tapi, andai kau melihat bagaimana perjuangan Cashel. Berkali-kali ia sekarat. Merasakan rasa sakit luar biasa. Sepanjang perjalanan. Sampai kehilangan tenaga. Ia hampir menjatuhkan dirinya dan terinjak oleh kaki-kaki monster raksasa. Menegangkan sekali. Demi siapa? Tidak lain dan tidak bukan adalah demi dirimu, Finley. Demi kau, sahabat menjelajahnya selama lima tahun terakhir. Tapi, apa kalian tidak menyadari bahwa sekarang kalian mulai renggang?"

"Benar. Rasa sakit pada raga Cashel memang jauh lebih menyakitkan. Tapi yang dirasakan Finley bukan hanya pada raganya. Itu tidak seberapa. Tapi relungnya. Sangat-sangat terluka. Dari dulu, kata-kata Cashel selalu menyakitkan. Finley hanya mencoba membalas sedikit. Tapi Cashel justru tidak menerima itu. Bagaimana mungkin kau seenaknya menyuruh Finley untuk meminta maaf," ujar Nixie membela Finley.

"Sudahlah, Agler. Tak ada gunanya lagi. Sejak awal tujuan kami adalah menemukan teman lain. Masing-masing telah menemukan. Artinya, aku akan memilih jalanku sendiri. Aku ingin melanjutkan perjalanan bersamamu, Agler. Jika kau mau. Tapi, jika kau memilih untuk ikut dengan gadis-gadis itu juga tak apa. Aku bisa sendiri. Perjalanan di dunia monster sudah cukup untukku mengetahui cara untuk bertahan hidup sendirian," timpal Cashel, mangkuk buahnya telah kosong.

Lengang sejenak. Semakin rumit.

1
adie_izzati
Permulaan yang baik👍👍
Chira Amaive: 🤍🤍🤍🤍🤍🤍🤍🤍🤍🤍
Chira Amaive: 🤍🤍🤍🤍🤍🤍🤍🤍🤍🤍
total 3 replies
Ucu Borneo.
nice...
Chira Amaive: 🤍🤍🤍🤍🤍🤍🤍🤍🤍🤍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!