Bagaimana rasanya satu sekolah dengan pembunuh berantai? Ketakutan? Tentu nya perasaan itu yang selalu menghantui Shavinna Baron Maldives. Anak perempuan satu-satu nya dari keluarga mafia terkenal. Mungkin ini akan terdengar cukup aneh. Bagaimana bisa anak dari seorang mafia ketakutan dengan kasus pembunuhan anak SMA?
Bukan kah seharus nya ia sudah terbiasa dengan yang nama nya pembunuhan? Pasti begitu yang kalian semua pikirkan tentang Shavinna. Memang benar dia adalah anak dari seorang mafia, namun orang tua nya tak pernah ingin Shavinna tahu tentang mafia yang sebenarnya. Cukup Shavinna sendiri yang berfikir bagaimana mafia dari sudut pandang nya. Orang tua nya tak ingin anak mereka mengikuti jalan mereka nanti. Lalu bagaimana nya cara Shavinna menghadapi kasus pembunuhan yang terjadi di sekolah nya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Iqiss.chedleon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BERBEDA PENDAPAT
Yang di katakan Katrine itu memang benar. Evan rela memberikan segala nya untuk Katrine, bahkan dunia sekali pun. Jadi umur itu hanya angka di mata mereka. Yang terpenting cinta nya, bukan umur, penampilan, dan lain nya. Sifat Evan memang sangat berbeda saat bersama dengan Katrine. Dari sorot mata Evan saja, sudah terlihat betapa besar cinta nya pada Katrine.
“Hush, Shavinna masih kecil. Biarin Evan aja yang jadi kaya gitu. Tapi jangan ajak Shavinna,” sahut Reza yang tampak serius.
“Iya, kalian kalau mau buat dunia sendiri sana. Jauh-jauh,” tambah Aelin.
Entah mengapa Aelin dan Reza tampak tak suka dengan apa yang Katrine kata kan. Mereka seperti memiliki pendapat tersendiri soal hubungan Katrine dan Evan. Jika di perhatikan lagi, tatapan Aelin dan Reza seperti menyembunyikan sesuatu soal hubungan Katrine dan Evan. Suasana menjadi canggung karena ucapan Katrine tadi. Bahkan sorot mata Evan saja terlihat ketakutan akan suatu hal. Sebenarnya bagaimana kisah asli hubungan Katrine dan Evan? Apakah Katrine memang sengaja menyembunyikan nya dari Shavinna, atau Katrine sendiri yang tak tahu keadaan yang sebenarnya? Yang jelas ada yang tak beres dari hubungan mereka ini. Karena keadaan mulai terasa mengcekam, akhirnya Shavinna berusaha mengalihkan topik. Jarang sekali Aelin terlihat begitu serius soal suatu hal.
“Hm, gimana kalau kita makan? Aku agak laper habis muter-muter tadi,” ajak Shavinna.
Katrine tampak ingin menjawab ajakan Shavinna, tapi Evan tampak tak senang akan hal itu.
“Ga dulu. Kami ke sini cuma mau ngeliat Aelin, jadi kami pamit pulang sekarang. Ya kan Katrine?” potong Evan tiba-tiba.
“Ah, iya. Kami pulang dulu ya. Kalian makan aja, nanti kapan-kapan kami ikut okey? Oh iya, Shavinna. Kamu kalau luang mau kan aku ajak keluar? Main bareng gitu,” tampak nya Katrine ingin ikut dengan Shavinna, namun ada sesuatu yang membuat nya tak bisa ikut.
“Eh? Iya boleh banget dong kak. Kalau ngga, besok Kak Katrine ikut Evan aja ngumpul bareng aku sama anak-anak lain. Besok rame kok, Kakak mau ikut?” Shavinna yang mengerti dengan maksud Katrine, mencoba rencana lain.
“Beneran? Aku,” lagi-lagi Evan memotong kata-kata Katrine.
“Dia besok harus istirahat. Kan perjalanan hari ini udah jauh banget, jadi besok ga bisa di ganggu,” entah mengapa Evan tampak tak senang jika Katrine berusaha masuk ke pertemanan nya ini.
“Biarin ikut napa sih? Lagian Katrine kaya nya mau ikut. Besok Aku sama Reza juga ikut kok,” sahut Aelin yang ikut membela Katrine.
Katrine tampak sedih, Shavinna yakin ia sangat ingin ikut dengan Evan besok. Tapi mengapa Evan tampak begitu posesif terhadap Katrine?
“Iya, besok Gue juga ikut. Katrine kan udah lama ga main keluar. Misi terakhir nya aja udah lama. Lu mau nyekap dia di apart terus?” celetuk Reza yang juga ingin campur tangan.
Mendengar ucapan Reza yang cukup menyinggung, membuat Evan tak bisa membalas lagi. Jika Evan berusaha membantah, ia akan tetap kalah.
“Huh, Aku cuma ga mau kamu ke capean. Kamu beneran mau ikut besok? Kuat ga?” ucap Evan dengan eskpresi wajah yang tak mendukung.
“Ngga usah deh. Aku di apart aja, lagi an kalau aku ikut malah nyusahin kamu aja di sana. Nanti kalau ada waktu lain aku hubungi kamu ya, Shavinna?” jawab Katrine yang akhirnya lelah juga.
“Beneran, Kak? Ikut aja besok, nanti aku jemput deh. Kakak beneran ga terpaksa kan?” tanya Shavinna untuk terakhir kali nya.
“Ih, enggak kok. Kalian jangan salah paham ya? Evan peduli kok sama aku. Aku juga baru inget besok Aku harus belanja, jadi ga mungkin juga ikut sama kalian. kalian ga usah khawatir, aku pulang dulu ya,” balas Katrine dengan senyum yang tampak terpaksa.
“Hati-hati ya, Kak.” Teriak Shavinna saat mereka berdua mulai menjauh.
Shavinna terdiam melihat pasangan itu. Apa hubungan itu yang Katrine bilang penuh dengan cinta? Dari mata Shavinna itu tampak mengerikan. Jelas sekali Evan berusaha menjauh kan Katrine dari kehidupan sosial. Dan Katrine hanya bisa mengikuti karena balas budi yang ia bilang itu. Menyeramkan, hubungan seperti itu adalah mimpi buruk bagi semua orang.
“Itu nama nya posesif ga sih?” celetuk Shavinna.
Aelin dan Reza saling melihat satu sama lain ketika mendengar ucapan Shavinna.
“Itu ga usah terlalu kamu pikirin. Hubungan mereka biar mereka juga yang urus. Kita cuma orang luar, jadi ga bisa ikut campur,” jawab Reza yang berusaha menahan emosi nya sedari tadi karena melihat sikap Evan.
“Ya, itu bener. Tapi ini bukan posesif lagi. Dari dulu dia udah gila, jadi ga terlalu kaget. Aku pikir dia tobat setelah misi itu, ternyata malah makin menjadi-jadi. Shavinna, kamu jangan sampai punya cowo kaya gitu. Mentok-mentok kaya Reza lah. Stres tapi masih waras dikit. Kalau kaya Evan itu udah gila, ga punya otak, ngekang banget lagi. Amit-amit deh,” jelas Aelin yang sudah menahan tangan ya dari tadi untuk tidak mencekik Evan.
“Ga mungkin aku ketemu cowo kaya gitu. Temen-temen ku baik-baik semua kok,” balas Shavinna.
“Emang Evan bukan temen mu?” tanya Reza.
“Tadi nya sih, iya. Tapi mulai sekarang ga dulu deh. Padahal dia baik loh keliatan nya selama ini. Apa lagi pas teror hari ini, dia rela luka-luka demi kami. Ah iya! Kok luka nya bisa sembuh secepat itu? Padahal tadi siang dia luka parah loh. Kok bisa?” ucap Shavinna yang jadi teringat dengan teror tadi siang.
“Teror? Kok kamu ga ceritain itu?” tanya Reza.
“Ini makin-makin deh. Edelweiss isi nya memang orang gila ya?” sahut Aelin.
“Yang harus nya kita pikirin sekarang itu Evan. Kok bisa ga ada keliatan luka di tubuh nya. Padahal di dahi nya ada luka tadi siang. Kenapa tadi hilang gitu aja. Mereka orang yang sama kan?” Shavinna mulai berfikir hal yang tak masuk akal soal Evan.
“Aku tahu apa yang kamu pikirin, An. Tapi itu ga mungkin lah. Dari dulu Evan yang kami kenal memang kaya gitu. Egois, dia selalu mentingin diri nya sendiri dulu. Ga ada yang berubah,” timpal Aelin kepada Shavinna.
“Itu kan Evan yang kalian kenal. Kenapa kaya nya Evan yang aku kenal sama Evan yang kalian kenal beda ya? Dari dulu dia memang dingin, tapi dia baik kok. Apa lagi sekarang dia mulai terbuka sama sekitar,” ucapan Shavinna membuat Aelin dan Reza ikut berfikir.
Sebenar nya tak ada yang tak mungkin di dunia ini. Hanya saja kenyataan yang belum terkuak membuat semua semakin rumit.
“Udah ah. Kamu laper kan? Ayo kita makan dulu, ngapain malah ngurusin Evan.” Ucap Reza yang sudah muak.
Akhirnya mereka kembali ke mobil dan pergi meninggalkan bandara. Shavinna sendiri masih sibuk memikirkan soal Katrine dan Evan. Di antara pembicaraan mereka tadi, hanya Shavinna yang tak bisa memahami maksud sebenar nya dari perkataan Katrine. Tapi di satu sisi Katrine juga tampak belum memahami sepenuh nya soal apa yang terjadi. Reza dan Aelin sibuk mencari tempat makan. Sedangkan Shavinna sibuk menghubungi Glori. Shavinna berharap besok Glori bisa ikut berkumpul, karena keberadaan Glori sangat penting sekarang.
Saat mereka bertiga sampai di tempat makan. Shavinna masih saja sibuk menatap layar hp nya itu. Bahkan ia hampir menabrak orang karena tak fokus saat berjalan. Shavinna akhirnya menyimpan Hp nya karena sudah di marahi oleh Reza. Shavinna sangat berharap Glori akan membaca chat Shavinna secepat nya.