Dikhianati oleh ibu tiri dan saudara tirinya, Daisy yang baik hati menjadi tawanan di tempat tidur pemimpin mafia terbesar.
Benjove Haghwer, memiliki tinggi badan 190cm, dengan tubuh yang ideal dan wajah yang sempurna... Di balik penampilannya yang mempesona adalah iblis berhati dingin.
Daisy melarikan diri, Benjove terus mengejarnya.
Bagaikan kucing dan tikus, Benjove menikmati permainan ini, tapi tanpa disadari, dia sendiri jatuh cinta!
Akankah malaikat yang baik hati dan cantik ini bahagia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Newbee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE 27
Tubuh Daisy gemetar hebat, pandangannya mulai kabur dan berkunang, apalagi ketika ia berjalan pelan meraba dinding baja yang dingin, lalu melewati koridor tanpa sengaja jarinya menekan sebuah tombol membuat salah satu pintu baja terbuka.
Di dalam ruangan yang masih di lindungi kaca anti peluru terlihat Bill yang bahkan wajahnya tak bisa di kenali lagi.
Seketika nafas Daisy menjadi sesak, matanya semakin gelap, kepalanya berputar hebat, dan tubuhnya tiba-tiba lemas.
Ben dengan sigap langsung menangkap tubuh Daisy yang pingsan.
"Ku pikir kau gadis kuat karena kau berani menatap mataku dengan penuh kebencian, kau berani berteriak padaku, serta mengumpatiku dalam hatimu. Jika aku tahu kau akan seperti ini aku tidak akan pernah mengajakmu dan memperlihatkanmu hal seperti ini." Kata Ben sembari berjalan menggendong Daisy kembali.
Daisy pingsan dalam gendongan Ben, tubuhnya lemah dan dengan segera Ben kembali ke lantai atas. Langkah kakinya panjang dan cepat. Sebelum itu Traver sudah sigap memanggil dokter pribadi yang biasanya merawat kondisi kesehatan Ben.
Tak butuh waktu lama dan seorang dokter pria berlari seperti kuda jantan langsung menuju ruangan kamar Ben. Namun, pria itu melongo karena tidak ada siapapun di ruangan itu.
Traver kemudian menyadari kesalahannya jika ia tidak mengatakan siapa yang sakit, hanya menyuruh sang dokter untuk segera datang.
"Dokter Gavriel, maafkan saya." Kata Traver yang tiba-tiba muncul di belakang sang dokter.
"Dimana Ben?" Tanya dokter Gavriel.
"Sebenarnya bukan Tuan Ben, mari ikut dengan saya." Ajak Traver.
Dokter Gavriel mengikuti Traver dan kemudian masuk ke dalam kamar luas, di penuhi barang-barang mewah dengan warna-warna cerah.
"Astaga.... Ya Tuhan, apa Kau telah menurunkan belas kasih dan kehangantanmu pada Tuanku yang lebih dingin dari bongkahan es antartika?" Gavriel terkejut ketika Ben menggenggam tangan seorang gadis cantik yang sedang memejamkan mata.
"Cepatlah, dia pingsan. Tangannya sangat dingin. Kau bisa lanjutkan doa mu nanti." Perintah Ben.
"Apa dia pacarmu." Kata Gavriel.
Ben tidak berniat menjawab pertanyaan Gavriel.
Dengan telaten Gavriel mengeluarkan alat-alat medisnya dan hendak memeriksa Daisy, dokter itu telah memasang stetoskop di telinganya dan mengulurkan kedua tangan hendak memeriksa detak jantung Daisy.
Namun ide gila Gavriel muncul karena rasa penasaran yang ada dalam benakknya.
Kedua tangan Gavriel kemudian hendak membuka kancing baju milik Daisy.
"Jika kau macam-macam, aku jamin detik berikutnya kau akan kehilangan tanganmu." Peringat Ben.
"Baiklah kurasa sudah cukup untuk memastikannya. Aku tidak akan bermain api." Gavriel pun mengurungkan niat jailnya dan kemudian memeriksa Daisy sembari melempar senyuman nakal pada Ben, ia berhasil memprovokasi pria dingin itu.
"Jangan sampai tanganmu menyentuh dadanya." Peringat Ben.
"Baik yang mulia, aku akan menggunakan sedikit telunjuk jariku saja." Kata Gavriel menahan tawanya.
Ben berdiri bagai serigala yang mengamati dengan mata tajam dan siap menerkam jika Gavriel melakukan kecerobohan.
Wajah Ben yang khawatir dan cemas tidak dapat lagi di tahan dan ditutupi.
"Dia kenapa?" Tanya Ben.
Namun, Gavriel yang sedang memeriksa Daisy hanya manggut-manggut ketika Ben menanyakan kondisi Daisy dengan mondar-mandir.
Gavriel kembali memeriksa lagi, ia membuka mata Daisy yang masih terpejam.
"Apa dia punya penyakit kronis?" Tanya Ben lagi.
"Tidak ada." Kata Gavriel singkat.
"Lalu apa! Kenapa dia belum bangun juga! Apa kau dokter gadungan! Sampai saat ini dia belum juga bangun! Untuk apa Traver menghubungimu! Aku akan cari dokter lain yang lebih pintar!" Umpat Ben.
Gavriel menarik nafasnya dalam dan kemudian menghembuskannya.
"Aku perlu mengobservasinya, aku akan menyuntikkan obat semoga dia akan segera bangun. Tapi dari kesimpulan yang ku dapatkan, sepertinya dia terkena serangan syock. Apa terjadi sesuatu?" Tanya Gavriel.
Ben berhenti mondar-mandir dan sepasang mata biru itu pun mendadak terpaku pada kedua bola mata Gavriel yang menatapnya, mereka saling pandang dengan pikiran masing-masing.
"Sejujurnya, aku membawa dia untuk melihat sesuatu yang ku pikir tidak akan membuatnya takut." Kata Ben menggendikkan kedua bahunya.
Gavriel mengerutkan kedua alisnya.
"Takut? Kau mengajaknya ke ruang bawah tanah?" Tanya Gavriel sembari memasang wajah tegang.
Ben hanya diam, namun dengan sikap diamnya, Gavriel sudah tahu bahwa jawabannya adalah iya, bukan waktu yang sebentar baginya bisa memahami Ben.
"Astaga... Apa kau kira ruang bawah tanahmu adalah ruangan sirkus, jika kau mengajak seorang gadis ke sana, dia akan bertepuk tangan sembari memasang wajah ceria dan haha hihi?!"
Ben hanya diam, dia mengaku salah atas tindakannya yang ceroboh.
"Aku akan pasang infus, sebentar lagi dia pasti akan bangun." Kata Gavriel.
Setelah Gavriel selesai dengan tugasnya dan memasang infus, pria itu kemudian merapikan peralatannya.
"Mau kemana kau." Kata Ben.
"Pulang. Tugas ku sudah selesai." Kata Gavriel tersenyum.
"Aku tidak mengijinkanmu pulang. Bagaimana jika terjadi sesuatu dengan dia? Perjalanan mansion ku dan apartmen mu cukup jauh, kau membutuhkan waktu lumayan untuk cepat sampai di sini."
"Astaga...." Keluh Gavriel tak bisa berkata-kata.
"Traver antar Gavriel ke kamar bawah." Perintah Ben.
"Baik Tuan."
Kemudian Traver mengantar Gavriel ke kamarnya.
Sedangkan Ben duduk di sofa tepat di samping ranjang Daisy, pria itu terus memandangi Daisy yang menutup mata seperti putri tidur.
Kecantikan Daisy, membuat Ben semakin merasakan deguban jantung yang semakin keras, darah panas seperti mendidih di kepalanya, gadis mungil dengan kepribadian menarik yang mampu membuat Ben penasaran untuk menjahilinya, namun kali ini ternyata sikapnya salah perhitungan, ia tidak dapat menahan lagi rasa khawatir dan kecemasan atas kecerobohan yang telah ia lakukan pada Daisy.
Ben maju dan meraih tangan Daisy, ia berharap gadis itu bisa segera bangun.
"Kau harus bangun dan menatapku penuh kebencian lagi." Kata Ben membelai kepala Daisy dengan lembut.
Tiba-tiba Traver datang.
"Tuan.... Ada masalah." Kata Traver.
Ben berbalik ke arah Traver dan memandang dengan tatapan tidak suka.
"Maaf Tuan... Barang yang harus kita kirimkan di tahan oleh Carlos De Hugo." Kata Traver menelan ludahnya, ia tahu bukan hal mudah baginya menyampaikan berita tersebut pada Ben.
"Siapa yang bertanggung jawab pada barang itu."
"Sejujurnya, pengawal kita sudah berusahan dengan keras, tapi...."
"Aku bertanya siapa yang bertanggung jawab."
"Pete Tuan." Kata Traver.
Ben berdiri dan menghampiri Traver lalu melihat dengan sepasang mata yang marah.
"Sejak kapan Pete ada di barisan kirim barang." Kata Ben tepat di wajah Traver.
"Maaf Tuan, ini kesalahan saya tidak melakukan pemeriksaan menyeluruh di bagian operasional bawah."
"Tidak. Kurasa memang sudah di sengaja. Carlos memiliki mata-mata di sini. Pete tidak mungkin melanggar perintahku, dia tahu bagaimana jika aku marah. Aku membesarkan dia dengan baik." Kata Ben.
"Saya akan memanggil penanggung jawab dari masing-masing divisi Tuan."
"Tidak Traver, yang Carlos inginkan adalah aku menyelamatkan Pete, dia menginginkan aku. Jadi, mari kita selesaikan ini dengan cepat. Bawa beberapa pengawal dan kita menuju tempat dimana Carlos inginkan."
"Ta... Tapi Tuan Ben... Ini jebakan!!!" Kata Traver.
"Aku tahu."
bersambung