Lilian Restia Ginanjar, seorang gadis mahasiswa semester akhir yang harus mengalami kecelakaan dan koma karena kecerobohannya sendiri. Raganya terbaring lemah di rumah sakit namun jiwanya telah berpindah ke raga wanita yang sudah mempunyai seorang suami.
Tanpa disangka Lili, ternyata suami yang raga wanitanya ini ditempati olehnya ini adalah dosen pembimbing skripsinya sendiri. Dosen yang paling ia benci karena selalu membuatnya pusing dalam revisi skripsinya.
Bagaimana Lili menghadapi dosennya yang ternyata mempunyai sifat yang berbeda saat di rumah? Apakah Lili akan menerima takdirnya ini atau mencari cara untuk kembali ke raganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon eli_wi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kenyataan
Arlin dan Aldo sedari tadi hanya bisa mengusap wajahnya dengan kasar juga mengacak rambutnya frustasi. Tidak menyangka keduanya jika keluarga Arlin itu dengan beraninya menggerogoti perusahaan ini. Bahkan papa kandungnya itu seakan tak merasa kasihan pada anak dan menantunya yang sudah berusaha membangkitkan perusahaan ini kembali.
"Tapi kenapa setiap ada laporan masuk ke saya, tak pernah ada transaksi seperti ini?" kesal Aldo bertanya pada semua orang disana.
Aldo tentunya masih bingung dengan penemuan ini. Pasalnya selama ini laporan yang diterimanya lewat email sangat berbeda dengan apa yang dilihatnya saat ini. Sedangkan Gita dan beberapa karyawan lainnya kebingungan akan menjelaskan seperti apa mengenai hal ini.
"Emm begini tuan. Saya bukan mau menuduh atau memojokkan seseorang tapi ini hanya dugaan kami. Sebenarnya yang mengirimkan email tentang laporang keuangan itu bukan salah satu dari kami. Dia adalah Pak Cipto bagian kepala divisi. Kami sudah memberikan soft file kepadanya namun kalau yang dikirim berbeda tentunya kami juga bingung. Yang asli memang yang ini, tuan" ucap salah satu karyawan dengan takut-takut.
"Gita, apa benar laporanmu tentang kerjasama juga yang kirim bukan kamu?" tanya Aldo memastikan.
Gita menganggukkan kepalanya membuat Aldo hanya bisa menghela nafasnya kasar. Pantas saja semua laporan yang diterimanya kelihatan baik-baik saja sedangkan kini berkas yang ada dihadapannya semuanya bobrok. Arlin pun juga tak kalah kesalnya namun ia menyembunyikannya karena ada Kei dalam pelukannya.
"Lalu dimana Pak Cipto itu? Sebagai kepala divisi bukannya dia juga harus berada disini?" tanya Arlin dengan tatapan bingung.
"Pak Cipto sedang mengajukan cuti selama satu minggu" ucap kepala HRD.
"Astaga... Kenapa bisa bersamaan seperti ini sih. Tunjukkan ruangan Pak Cipto itu biar aku yang melihat bagaimana kinerjanya dan semua data yang ada di komputernya" ucap Aldo memberi perintah.
Salah satu karyawan langsung berdiri kemudian mengantarkan Aldo ke ruangan Pak Cipto. Sedangkan Arlin sendiri akan berbincang kepada yang lainnya selama dirinya dan Aldo tidak standby disini. Bahkan mereka juga menceritakan kinerja karyawan yang tak sesuai, sudah dilaporkan pada Pak Cipto namun tak pernah digubris. Entah apa yang membuat Pak Cipto itu mempertahankan karyawan-karyawan seperti itu.
Padahal kepala HRD itu sudah menyampaikan sendiri pada Pak Cipto agar disampaikan kepada atasan namun sampai sekarang tidak diproses. Apalagi dia mengaku sebagai seorang kepala dari semua divisi sekaligus penanggungjawabnya. Sehingga untuk laporan dan lainnya untuk ke atasan selalu melewatinya.
Apalagi Pak Cipto ini sering didatangi oleh Pak Madin yang membuat karyawan lain tak berkutik. Pasti semua karyawan berpikir kalau Pak Madin ini merupakan pemilik perusahaan karena yang sering datang adalah beliau. Arlin hanya bisa menatap lesu kearah karyawannya yang menceritakan semuanya.
"Perusahaan ini ibu saya yang punya. Setelah beliau meninggal, memang sudah saya serahkan pada Pak Aldo karena saya tak berbakat disini. Ini juga saya baru mau terjun ke dunia bisnis dengan bantuan suami saya karena beliau harus mengurus pekerjaan lain" ucap Arlin.
Sebenarnya dia sedikit pusing karena sangat awam dengan masalah perusahaan. Terlebih ia juga belum mengenal semua sifat karyawan dan petinggi disini. Ia harus bisa mengenali siapa yang bisa dipercaya dan mana yang harus ia tendang dari perusahaan ini. Walaupun hampir semua yang ada disini ingin sekali Pak Cipto keluar namun ia masih harus menyelidikinya dulu.
Arlin kembali membaca beberapa berkas laporan yang ada ditangannya sambil mengelus lembut punggung anaknya. Terlihat banyak sekali kejanggalan terutama tentang penggajian. Namun ini ia harus membicarakannya terlebih dahulu dengan sang suami agar ia bisa tepat dalam mengambil keputusan.
Kenyataan yang ia dapat hari ini benar-benar membuatnya pusing. Ia tak menyangka kalau selama Aldo tak datang ke perusahaan ternyata ada yang memanfaatkan kesempatan ini. Arlin segera menyuruh semua karyawan untuk keluar dari ruang rapat dan menyelesaikan pekerjaannya.
"Oh ya... Jangan bilang pada Pak Cipto mengenai kedatangan kami kalau beliau sudah datang kembali ke kantor" pesan Arlin membuat semuanya menganggukkan kepalanya.
***
"Ternyata kerja di perusahaan tuh capek apalagi nggak punya pengalaman gini. Enak jadi dokter lah daripada ngurusin berkas sebanyak ini" keluh Arlin sambil geleng-geleng kepala.
"Mama tapek?" tanya Kei tiba-tiba.
Tentunya Arlin terkejut mendengar ucapan anaknya yang tiba-tiba itu. Pasalnya tadi ia pikir kalau anaknya itu tertidur dalam pelukannya namun ternyata malah matanya masih menatapnya berbinar.
Bahkan kini Kei langsung menggunakan tangan kecilnya itu untuk merapikan rambut mamanya yang berantakan. Setelah dirasa rapi, Kei langsung mengelus pipi mamanya dengan lembut. Hal ini membuat Arlin begitu bahagia dan terharu.
"Mamap mama. Ecok talo Kei cudah becal, atu yang atan kelja wuwat mama bial ndak tapek agi. Cabal dan unggu Kei campe becal ya mama" ucap Kei dengan tatapan bersalahnya.
Tentunya mendengar hal itu membuat Arlin langsung memeluk anaknya dengan erat. Ia tak menyangka anak sekecil ini sudah mengerti kondisi orangtuanya. Kemungkinan ini terjadi karena dulu Kei selalu didoktrin oleh orang sekitarnya tentang orangtuanya yang sibuk bekerja.
"Anak mama kenapa sweet banget sih? Mama akan menunggu Kei hingga besar lalu sukses" ucap Arlin dengan mata berkaca-kaca.
Sesak hatinya saat ini karena ucapan itu hanyalah sebuah harapan semu. Mungkin tinggal beberapa minggu saja dirinya berada di tubuh Arlin ini karena beberapa misi sudah berhasil ia jalankan. Hanya saja masalah perusahaan dan orangtua Arlin ini lah yang masih bermasalah.
Semoga kelak Kei bisa mendapatkan kasih sayang lebih dari ibu kandungnya setelah ia pergi dari raga Arlin. Berat hatinya jika membayangkan ia harus meninggalkan anak kecil setampan dan selucu Kei ini.
"Nanak mama cuka akan anis-anis matana twet" ucap Kei sambil terkekeh geli.
Mendengar ucapan anaknya itu membuat Arlin hanya bisa tertawa. Ia langsung saja menciumi pucuk kepala Kei berulangkali untuk menyalurkan rasa sayangnya. Tak berapa lama Aldo masuk ruangan rapat dengan wajah kusutnya. Ia yakin kalau suaminya itu mendapatkan fakta-fakta mencengangkan.
"Baru saja papamu minta uang sama bagian keuangan 100 juta. Mana pakai ancam segala lagi" kesal Aldo sambil menunjukkan sebuah chatt yang ia dapat dari salah satu karyawan keuangan.
"Astaga... Buat apa lagi sih itu orang. Kok bisa-bisanya gitu, emang dia pikir uang tinggal cetak" ucap Arlin kesal.
Aldo mengedikkan bahunya acuh. Tentunya ia sudah kesal dengan tingkah laku mertuanya itu. Ingin sekali ia menghabisinya namun ia tak mau dibilang menantu durhaka. Aldo langsung duduk didekat istrinya kemudian menyandarkan kepalanya pada bahu Arlin.