Gavin Mackenzie Sebastian
Saudara kembar Gianna Mackenzia Sebastian. Pewaris tahta dari Sebastian group. Liar, nakal dan tidak tahu aturan.
Karena kesalahan yang terus ia ulang dan perbuat membuat ia di usir dari rumah. Hidup terlunta-lunta tanpa uang dan harus membiayai kuliahnya sendiri sebagai syarat untuk dia mewarisi perusahaan Sebastian group.
Tanpa uang di luaran sana ia di hina dan direndahkan. Semua orang merendahkan dia, dan kekasihnya pun menghianati cintanya.
Lalu, apakah nanti Gavin bisa menyelesaikan hukuman dari sang Papa, dan membalaskan semua perlakuan menyakitkan dari teman-temannya?
***
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon EgaSri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SP 31
Gavin pulang dengan mengendarai motornya, sangat kencang. Ia menyalip di sana-sini hingga membuat pengendara lain menjadi marah. Untung saja tidak ada korbannya dan polisi yang mengejarnya.
Gavin terus memikirkan kata-kata Kaylee tadi, terngiang-ngiang di benaknya saat tadi Kaylee hampir saja menangis karena dirinya.
Gavin kesal pada dirinya sendiri yang tidak bisa mengendalikan diri. Sudah sepantasnya Kaylee marah dan Gavin memahami itu.
Gavin tiba di komplek kosannya, ia turun dari atas motor dan membuka pintu gerbang.
Saat ingin naik ke atas motor, Gavin menoleh ke arah orang yang menyapanya.
"Eh, Tia?" Gavin tersenyum canggung saat anak ibu kostnya itu menyapanya.
"Baru pulang, Vin?" tanya Tia dengan senyuman lebarnya.
"Iya, Ti." jawab Gavin.
Gavin tidak tahu harus melakukan apa, mau masuk ia segan karena Tia masih berdiri di dekatnya.
"Vin, malam ini kamu ada waktu, gak?" tanya Tia.
Gavin mengangkat alisnya, "Malam ini?" Gavin melihat pada jam yang ada di ponselnya. Gavin masih belum memiliki jam tangan.
Sekarang sudah pukul delapan malam, jadi maksud Tia bertanya itu jam berapa?
"Malamnya jam berapa?" tanya Gavin.
Tia menggigit bibir bawahnya, sengaja agar Gavin terfokus pada bibirnya itu.
"Hem, jam sembilan? Gimana?" tanya Tia, ia tersenyum lembut ke arah Gavin.
"Ah, oke. Kalau gitu gue mandi dulu!" ucap Gavin.
"Wah, beneran kamu bisa?" tanya Tia.
"Iya, abis gue mandi, ya?" ucap Gavin.
Tia mengangguk, "Oke, aku tunggu, ya, Vin," uvao Tia.
Gavin mengangguk, ia segera membawa motornya untuk masuk ke dalam halaman rumah ibu kostnya itu.
Gavin manaiki tangga untuk menuju ke kamarnya.
Gavin meletakkan tasnya di atas tempat tidur, lalu ia segera pergi ke kamar mandi super kecil yang ada di dalam kamarnya.
Setelah selesai mandi, Gavin mengganti pakaiannya dengan seadanya, ia tidak tahu kemana Tia akan mengajaknya dan lagipula Gavin tidak peduli.
Gavin keluar lagi dari dalam kamar kostnya, ia turun ke bawah dan melindungi Tia duduk di kursi tamu di dekat teras rumahnya.
"Ayo!" ucap Gavin pada Tia yang menunggunya.
Dengan tersenyum, Tia berjalan mendekat ke arah Gavin.
"Maaf, gue gak punya helm lebih, Lo punya helm sendiri, kan?" ta ya Gavin.
Karena helm Kaylee hanya untuk Kaylee seorang, Gavin tidak mau ada orang lain yang memakai helm milik kekasihnya itu.
"Oke, aku ambil bentar, ya," ucap Tia. Gavin mengangguk, Tia segera masuk ke dalam rumahnya.
Setelah Tia masuk ke dalam rumahnya, Gavin merogoh saku celananya, dan mengeluarkan ponsel dari dalam sana. Tidak ada pesan apapun dari Kaylee, membuat Gavin hanya bisa menghela napas saja.
Tia kembali, ia membawa helm berwarna pink di tangannya.
"Ayo!" ajak Tia dengan semangat.
"Oke, tapi btw Lo mau kemana?" tanya Gavin.
"Aku mau ketemu temen di hotel," ucap Tia.
"Harus di hotel juga, ya?" tanya Gavin. Ia naik ke atas motornya.
Tia mengangguk, ia memegang bahu Gavin untuk naik ke atas motornya.
Gavin diam, ia tidak lagi bertanya. Gavin melajukan motornya dengan cukup cepat, angin malam membuat Gavin sedikit kedinginan. Karena ia tidak memakai jaket.
Gavin tersentak saat ia merasa ada sepasang tangan yang melingkar di perutnya.
"Maaf, Vin. Aku kedinginan," ucap Tia dengan suara lembutnya.
Gavin sedikit tergagap, "Okay, gak papa," jawabnya.
Tia tersenyum senang di balik punggung Gavin, ia menyandarkan tubuhnya ke punggung Gavin yang semakin membuat Gavin meremang.
"Ya Tuhan, cobaanMu berat sekali," batin Gavin nelangsa saat ia merasa dua benda bertumpu di punggungnya.
***
Gavin turun dari atas motornya saat Tia mengatakan kalau tempat yang kini dipijaknya adalah hotel tempat gadis itu bertemu dengan temannya.
"Ayo, Vin!" ajak Tia.
Gavin mengangguk, ia berjalan terlebih dahulu dan diikuti oleh Tia disampingnya.
Tia tidak bertanya terlebih dahulu pada resepsionis hotel itu, karena dia sendiri sudah tahu tempatnya dimana.
"Di kamar?" tanya Gavin heran.
Tia mengangguk, "Iya, mereka nunggu aku di sana," ucap Tia.
Gavin mengangguk saja, yang ada di dalam pikirannya saat ini adalah, bagaimana caranya dia bisa bertahan di sana untuk beberapa menit kedepannya.
Tia mengetuk pintu kamar itu setelah merasa keluar dari dalam lift. Beberapa kali hingga akhirnya pintu tersebut di buka.
Gavin langsung memalingkan wajahnya saat ia melihat tampilan teman-teman Tia yang tampak benar-benar menggairahkan.
"Sial!" umpan Gavin.
"Masuk, Ti! Masuk mas ganteng," suruh teman Tia dengan genit. Ada dua orang di sana, dan keduanya memakai baju kurang bahan.
Gavin masuk ke dalam kamar itu. Hanya ia sendiri yang laki-laki di sana. Tia duduk bersama dengan teman-temannya pun begitu dengan Gavin.
Gavin dan mereka bertiga berbincang beberapa hal, hingga akhirnya Gavin larut dalam perbincangan itu. Ia ikut tertawa dengan teman-teman Tia, melupakan sejenak semua masalahnya.
"Minum, Vin!" suruh Tia, ia menyisir segelas minuman pada Gavin.
"Wah, makasih," ucap Gavin.
Ia segera meminum air yang ada di dalam gelas itu sampai habis.
Tia dan temannya melirik satu sama lain.
"Tia, Gavin, kita berdua pulang dulu, ya?" ucap kedua teman Tia.
"Loh, mau kemana?" tanya Gavin bingung.
"Gak kemana-mana, nikmati waktu kalian!" ucap Teman Tia tadi.
Tia mengangguk dan tersenyum. "Terimakasih," ucapnya.
Gavin merasa ada yang salah dengan apa yang dikatakan oleh Tia dan juga teman-temannya itu.
"Ti, kalau gitu kita juga pulang sekarang, yuk!" ajak Gavin.
Tia tersenyum licik, kemudian ia menggeleng.
"Gak, nanti aja, Vin," ucap Tia.
"Nanti? Nanti kapan? Sekarang udah larut banget!" ucap Gavin melirik ke arah jam yang ada di dinding kamar itu.
"Iya, nanti aja! Kita senang-senang dulu!" ucap Tia.
Gavin tidak mengerti dengan apa yang Tia maksud, tapi ia merasa ada yang aneh saat ini. Terlebih sekarang Gavin merasa tubuhnya sangat panas.
"Ti, pulang yuk! Gue kepanasan disini!" ucap Gavin, ia masih belum menyadari kalau ada yang salah dengan minuman-minuman.
"Gak, ah?! Panas apanya? Sekarang dingin, kok," ucap Tia. Ia membereskan gelas minum dan juga tempat makanan yang ada di atas meja tadi.
"Gak panas? Kok gue panas?" tanya Gavin.
Gavin bukan hanya merasa kepanasan saja, tapi ia merasa ada sesuatu yang mendesak untuk keluar dari dalam celananya. Dan Gavin tentu tahu itu.
Saat Gavin melihat Tia meletakkan gelas serta tempat makanan tadi di atas meja yang lebih tinggi, Gavin kemudian mengerutkan keningnya.
Gavin semakin gelisah, tubuhnya butuh pelepasan saat ini.
"Sial!" desis Gavin saat ia menyadari apa yang ada di dalam gelas yang ia minum tadi.
"Sialan! Itu obat perangsang!" desis Gavin menatap Tia tajam.
***
Halo, semua.