Sang Pewaris
Plak ....
Suara tamparan itu menggema di seluruh ruang tamu rumah besar Julian Sebastian.
"Pa, udah!"
Alma memegang tangan Julian yang saat ini benar-benar emosi.
"Diam, Ma! Papa benar-benar kecewa dengan dia!!" tekan Julian.
Matanya tajam menatap ke depan. Pada orang yang tadi ia tampar.
"Maaf, Pa,"
Julian berdecih sinis saat ia mendengar permintaan maaf itu.
"Maaf kamu bilang? Ini permintaan maaf kamu yang ke berapa, hah? Papa bahkan sudah tidak ingat lagi!"
Julian menekankan kata-katanya, menatap tajam pada Gavin yang menunduk dengan memegangi pipinya.
"Pa, udah!" Alma menahan tangan Julian yang hendak menampar Gavin lagi.
"Dia sudah benar-benar sudah keterlaluan, Ma!" ucap Julian tegas.
Bukan tanpa sebab Julian marah seperti itu. Gavin— anak lelakinya yang baru masuk kuliah itu mengadakan balap liar bersama dengan teman-temannya.
Dan karena balapan liar itu, Gavin menabrak seseorang hingga orang itu mengalami patah tulang.
Julian bersyukur karena orang itu tidak meninggal karena ulah anak lelakinya tersebut.
"Tapi Gavin sudah minta maaf, Pa!" ucap Alma yang membuat Julian berdecih.
"Pokoknya Papa tidak mau tahu. Kamu harus menjalankan hukuman karena sudah sangat mengecewakan Papa, Gavin!!" tunjuk Julian sebelum ia meninggalkan ruang tamu itu di susul oleh Alma sang istri yang mengejarnya.
"Makanya, lu kalau main sama temen itu, harus pilih-pilih orang! Di saat lu kena masalah kayak gini, mereka malah lari!"
Gianna menatap pada Gavin yang tertunduk menyesali kesalahannya.
"Ingat, Vin! Lu itu pewaris Papa! Harusnya lu gak kayak gini. Lu benar-benar udah bikin Papa kecewa!" Gianna menunjuk wajah Gavin karena sudah terlalu kesal.
"Ayo, Cia. Kita masuk kamar!" ajak Gianna pada Gracia, adik satu-satunya.
Gracia mengangguk, kemudian ia melirik ke arah Gavin sekilas lalu mencibir pada Kakak laki-lakinya itu.
Gavin mengusap kepalanya dengan kasar, ia duduk di sofa yang ada di sana.
"Sen, kenapa bukan Lo yang ngurus masalah ini? Kenapa Papa sampai tau?"
Gavin menatap pada Arsene yang berdiri seperti patung di depan pintu utama. Laki-laki tanpa ekspresi itu melirik Gavin sekilas.
"Karena selama ini Papamu memang sudah tahu!" jawab Arsene singkat.
Gavin mendengus, kemudian ia bangkit pergi ke kamarnya meninggalkan Arsene di sana.
Arsene kini bekerja di perusahaan Julian. Ia dipersiapkan oleh Julian untuk menjadi kaki tangan Gavin nanti. Dan juga untuk menjaga Gianna tentunya.
Setelah Gavin hilang dari pandangan Arsene, barulah Arsene melangkahkan kakinya keluar dari rumah besar itu untuk pulang ke apartemennya sendiri.
***
"Apa-apaan? Maksud Papa apa?"
Gavin bertanya dengan sangat syok ketika Julian mengatakan kalau Gavin harus tinggal jauh dari keluarga tanpa uang sepersen pun dari Julian.
"Ini hukuman kamu, Gavin!" tekan Julian yang membuat Gavin menatap Julian memohon.
"Pa ... Gavin minta maaf karena udah ngecewain Papa. Gavin janji gak akan balapan liar atau ke bar lagi, tapi Gavin mohon jangan hukum Gavin kayak gini, Pa," Gavin memegang lengan Julian dengan sangat memohon.
Julian mendelik tajam ke arah Gavin.
"Apa sebelum kamu ngelakuin kesalahan itu, kamu mikirin akibatnya? Apa kamu mikir gimana kondisi orang yang kamu tabrak itu saat kamu bakal balapan liar? Hah? Enggak, kan?"
Julian menatap Gavin sangat tajam, membuat Gavin diam.
"Pa ... apa gak bisa di pikir ulang lagi?" Alma masih berusaha untuk membujuk Julian agar Julian tidak memberikan hukuman itu pada Gavin.
"Enggak bisa, Ma! Dia harus di hukum. Ini kesalahan yang berulang kali, Papa udah muak buat maafin dia!" tekan Julian menatap Alma tajam.
Nyali Alma menciut, ia kemudian diam dan hanya bisa pasrah dengan semua keputusan Julian.
"Pa ... Gavin gak bisa hidup sendiri!" ucap Gavin, ia menatap Julian dengan sangat sedih.
"Papa gak peduli! Kamu di hukum! Kalau kamu masih tetap mau menjadi pewaris Papa, kamu harus bisa menjalani hukuman ini," tekan Julian.
Gavin menghembuskan napas berat.
"Dan lagi, kamu harus mencari uang sendiri untuk biaya kuliah sama hidup kamu. Papa gak akan bantu sepersen pun. Dan itu semua adalah syarat yang harus kamu penuhi!"
Lagi dan lagi Julian meninggalkan Gavin yang terdiam ditempatnya. Dengan Alma yang menyusul langkahnya.
"Sen ... gue gak bisa cari uang sendiri!" ucap Gavin pada Arsene yang sudah berada di rumah besar itu.
Arsene diam, membuat Gavin menoleh ke arahnya.
"Lo harus bantu gue, Sen!" ucap Gavin.
Arsene langsung menggeleng, "Itu sudah keputusan Tuan besar. Jadi saya tidak bisa membantu Anda, Tuan muda!" jawab Arsene.
"Aarggghhh!!" Gavin berteriak dengan sangat keras. Ia sangat prustasi.
Selama hidupnya, ia tidak pernah mencari uang sendiri. Rekeningnya selalu terisi karena Julian terus memberikan ia uang jajan.
Dan kini, yang membuat Gavin rasanya ingin gila adalah, bagaimana caranya dia bisa hidup di luaran sana tanpa uang sepersen pun dari Julian.
Dan ia tidak punya keahlian apa-apa.
"Tuan muda. Kunci mobil Anda," Gavin menatap Arsene dengan tajam.
"Maaf, ini perintah dari Tuan besar," ucap Arsene yang membuat Gavin kembali termangu.
Dengan kasar, Gavin memberikan kunci mobilnya pada Arsene.
"Semua kartu Anda, Tuan muda," ucap Arsene lagi.
Dengan wajah kesal, Arsene mengeluarkan dompetnya dan memberikan dompetnya itu pada Arsene. Dan berjalan meninggalkan ruangan itu.
"Tuan muda ...."
"Apa lagi? Aku sudah memberikan semuanya padamu, sialan!!" bentak Gavin dengan suara yang sangat keras.
Arsene diam, wajahnya tetap tanpa ekspresi.
"KTP Anda. Tuan muda pasti memerlukannya nanti!" ucap Arsene yang membuat Gavin ingin segera menghilang saja dari sana.
Dengan kasar Gavin menerima KTP dan juga SIM nya dari Arsene. Dan segera pergi dari sana.
***
"Sepatu itu jangan dibawa, Tuan muda."
"Jaket itu juga."
"Celana itu juga,"
"Kalau semuanya tidak boleh aku bawa, lalu aku pakai apa nanti?" tanya Gavin kesal, karena Arsene terus saja melarangnya untuk membawa ini dan itu.
"Saya sudah menyiapkan pakaian yang boleh Anda bawa," ucap Arsene yang membuat Gavin mengumpat.
"Kenapa kau tidak bilang dari tadi? Sialan!!" kesal Gavin.
"Maaf, Tuan muda silahkan tinggalkan ponsel Anda," Arsene tidak menggubris ucapan Gavin tadi.
"Tidak mau!! Ini ponsel keluaran terbaru milikku!!" jawab Gavin yang membuat Arsene menggeleng.
"Ini perintah langsung dari Tuan besar," ucap Arsene yang membuat Gavin benar-benar tidak bisa menjawab.
Dengan kasar dan berat hati Gavin menyerahkan ponselnya itu pada Arsene.
"Tuan muda ...."
"Apa lagi? Apalagi yang ingin kau minta? Tidak ada! Aku tidak punya apa-apa lagi sekarang!!" teriak Gavin yang sudah kelewat emosi.
"SIM card Anda, Tuan," jawab Arsene yang benar-benar membuat Gavin ingin menenggelamkan dirinya di rawa-rawa.
"Ya Tuhan, kenapa sekarang hidupku sepahit ini?"
***
Terima kasih!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Fajar Ayu Kurniawati
.
2024-08-17
0
hananovalestari
bagus
2024-06-14
0
Anonymous
keren
2024-05-04
1