Tuan Muda Iblis Yang Memanjakanku

Jasmine mendekat dan naik ke atas ranjang, kemudian duduk di samping suaminya yang terbaring tidak sadarkan diri. Dia melepas tali yang mengikat pada tangan dan kaki suaminya, kemudian dia membuka kancing kemeja suaminya satu persatu. Hingga tiba-tiba...

Stevano terbangun dan berteriak 

"Akhhh"

Stevano memegang kepalanya, kembali merasakan sakit yang luar biasa. Jasmine yang panik pun langsung menenangkannya. Dia memeluknya erat sambil berkata "Mana yang sakit? Apa ini sakit? Atau yang ini?" Ucap Jasmine khawatir memegang tangan, kaki dan suaminya bergantian, menanyakan bagian mana yang sakit.

 Stevano langsung mendorong tubuh Jasmine hingga berbaring di samping nya, kemudian mengurung tubuh sang istri di bawah tubuhnya, mereka serasa mengulang saat pertama kali mereka berada di kamar ini. Saat waktu malam itu terjadi Jasmine merasakan ketakutan, tapi sekarang dia justru terlihat menyukai posisi saat ini dimana Jasmine berada di bawah tubuh suaminya.

"Apa yang membuatmu berada disini?" Ucap Stevano dengan suara berat.

"Aku di sini karena ingin membantu mu berganti pakaian." 

"Siapa kau beraninya melepaskan pakaianku?"

"Aku adalah Istrimu ."

"Terus untuk apa kau masih disini setelah melihatku seperti ini?"

"Aku ingin melihat bagaimana kondisimu? Apa aku salah?"

"Bukan itu yang aku maksud, apa yang membuatmu mau menikah denganku, kau tahu bukan yang menggantikan adikku menikah adalah pria cacat sepertiku? Kenapa kau tidak menolaknya?" 

Kalimat terpanjang Stevano yang baru kali ini Jasmine dengar selama bersama pria itu.

Stevano dengan cepat mengambil gunting yang tadi Jasmine gunakan untuk melepaskan ikatannya di atas meja nakas.

Dia langsung menodongkan gunting tersebut di leher Jasmine. Jasmine terdiam, dia tidak bergerak sama sekali.

"Cepat jawab atau aku akan membunuhmu!"

Air mata Jasmine menetes tanpa permisi, entahlah dia tidak tahu apa yang dirasakannya, tidak tahu rasa takut atau rasa sakit mendengar suaminya berkata bahwa dirinya cacat, bukankah menyakitkan jika mengatakan ketidaksempurnaan kita kepada orang lain? Walaupun itulah adalah kenyataannya. Dengan perasaan sesak Jasmine pun menjawab,"A...aku terpaksa,"

Stevano tersenyum kecut, dan berkata "Pergilah! ini untuk terakhir kalinya kau masuk ke kamarku"

Tidak tahu apa yang Jasmine pikirkan dia menjawab perkataan Stevano dengan kalimat yang benar-benar tidak terduga.

"Aku terpaksa karena takdirlah yang membawaku ke tempat ini, sekeras apapun aku untuk menolak bukankah semua akan kembali pada apa yang telah ditakdirkan, karena memang inilah jalannya. Aku dikirim Tuhan untuk menemani Suamiku. Membuat gelapnya menjadi terang, membuat hari nya yang suram menjadi penuh warna, membuat dirinya yang dingin menjadi hangat, aku akan menemani mu bersama-sama membuat rumah yang gersang ini menjadi rumah yang indah. Aku akan menemani hari-hari mu agar tidak lagi merasa kesepian. Apa kamu sekarang mengerti?" 

Stevano melemah, gunting yang dia pegang terjatuh begitu saja. Kalimat manis yang dikatakan Istrinya benar-benar terucap alami, dia tidak terlihat terpaksa saat mengatakan itu.

Setelah melihat suaminya tenang, Jasmine mendorong tubuh suaminya yang masih berada di atasnya dengan sekuat tenaga, hingga dia terduduk, dan Stevano hanya bisa pasrah saat istrinya melakukan itu.

"Harus kamu ingat, aku ini adalah Istrimu ! Sekarang diamlah dan jangan cerewet biarkan aku membantu mengganti pakaian mu," kemudian Jasmine melepas kemeja yang seluruh kancingnya sudah dia lepaskan sebelumnya. Stevano hanya diam tak berkutik ketika istrinya dengan lancang melepas pakaiannya. Hening, keduanya saling terdiam satu sama lain.

Jasmine melotot setelah pakaian Stevano sudah terlepas sepenuhnya dari tubuhnya. Dia tidak menyangka jika suaminya memiliki tubuh sebagus ini. Baru kali ini dia melihatnya dengan jelas, apalagi dengan adanya cahaya sang surya yang malu-malu mengintip dari balik jendela. Melihat itu Jasmine sampai menelan saliva susah payah. Jasmine menggelengkan kepalanya berharap pikiran kotor yang masuk ke dalam otaknya bisa menghilang. Tubuh suaminya sangat sexy dan itu membuat jantungnya berdebar lebih kencang dari biasanya. Jasmine tidak bisa disini lama-lama. Dia harus bergegas dari tempat ini sebelum pikiran kotornya kembali memenuhi otaknya.

Sret

Jasmine terkejut ketika tangan kokoh itu menariknya ke dalam tubuh suaminya. Stevano memeluk Jasmine erat tanpa celah pada tubuhnya yang masih bertela****g da**.

"Le...lepaskan! Apa yang kamu lakukan? Ucap Jasmine gugup sambil terus memberontak, tapi tenaga suaminya jauh lebih besar.

Tak lama Stevano pun melepaskan pelukan itu, tapi Jasmine dibuat lebih terkejut lagi, ketika dengan tiba-tiba,

Cup!

Stevano mengecup bibir istrinya. Kemudian Stevano kembali memeluk Jasmine dan berkata" Apa kau ingin punya anak dari laki-laki cacat sepertiku? Dan kenapa kau begitu peduli padaku? Apa kau jatuh cinta padaku?"

Jasmine terdiam, pertanyaan yang sulit dia jawab. Bahkan dia sendiripun tidak tahu bagaimana perasaannya?  Jasmine pun bertanya-tanya dalam hatinya "Benarkah...benarkah aku jatuh cinta padanya, apa itu mungkin? Bukankah ini terlalu cepat? Ini benar-benar tidak masuk akal."

Disaat Jasmine sibuk dengan pikirannya. 

Brak

Terdengar suara pintu kamar yang didobrak dari luar.