Memergoki sepasang manusia yang sedang bercinta, membuat Kumala Rasya Putri—Kurap—harus terjerat sebuah perjanjian konyol dengan lelaki itu. Pandu Nugraha Andaksa—Panu—harus menahan emosi setiap kali berhadapan dengan Rasya yang begitu menguji kesabarannya.
Lantas, akankah mereka terjebak dengan sebuah pernikahan seperti kisah novel pada umumnya? Atau akan ada kejutan luar biasa yang mampu membuat kedua orang itu saling jatuh cinta?
Mau tahu jawabannya? Baca kisah ini dan jangan lupa beri dukungan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rita Tatha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
32
Pandu masih saja terdiam menikmati pelukan Rasya. Dia seolah tidak peduli meski gadis itu terus saja meledeknya. Tubuhnya seperti kaku, begitu sulit untuk digerakkan, sedangkan Rasya justru mengerakkan kepala perlahan di punggung Pandu hingga membuat debaran jantung Pandu semakin tak terkendali.
"Nyaman banget," ucap Rasya, makin mengeratkan pelukannya. "Om, kapan kamu bisa bucin sama aku? Kaya di novel gitu, aku kena jarum pentul aja kamu langsung heboh." Rasya terkekeh sendiri membayangkan kejadian itu benar-benar terjadi.
Pandu pun melepas paksa tangan Rasya, dan berbalik menatap gadis yang saat ini sedang tersenyum sembari menggoda dengan menaik-turunkan alisnya. Melihat sorot mata Rasya yang begitu meneduhkan membuat Pandu menjadi makin tertarik.
"Jangan kelamaan mandang gitu, Om. Kalau Om terpikat sama kecantikanku, terus jatuh cinta dan bucin. Kalau suatu saat kita enggak berjodoh, nanti gagal move-on, loh." Rasya berbicara seolah tanpa beban, sedangkan Pandu terlihat naik pitam.
"Jaga bicaramu!" bentak Pandu dengan tangan menunjuk wajah Rasya. Bukannya takut, Rasya justru memutar bola matanya malas.
"Santai aja kali, Om. Enggak usah sewot gitu. Awas loh, nanti bisa keriput sebelum menua kalau kebanyakan ngomel," timpal Rasya. Tangannya terlipat di depan dada.
"Atau jangan-jangan Om udah cinta sama aku, ya?" Rasya kembali menaik-turunkan alis menggoda Pandu.
"Aku tidak akan jatuh cinta dengan gadis menyebalkan sepertimu!" bantah Pandu.
"Om yakin?" Rasya memajukan wajahnya. Namun, Pandu justru terdiam. Tidak berani menjawab sama sekali. "Kalau Om enggak cinta sama aku, coba Om tatap mata aku."
Pandu pun mencoba menatap lekat kedua bola mata Rasya, dan di saat itu jantung Pandu berdegup kencang. "Tatap mata aku ... tatap mata aku." Rasya semakin memajukan tubuhnya, mengikis jarak antara dirinya dengan Pandu.
"Dalam hitungan ketiga kamu akan tertidur ... tidur!"
"Astaga!" Pandu segera menahan tubuh Rasya yang hampir saja jatuh ke lantai karena gadis itu berpura-pura tidur.
Rasya membuka satu matanya sedikit untuk melihat reaksi Pandu. Sesaat kemudian, gadis itu tergelak keras saat membuka mata dan melihat kecemasan memenuhi wajah Pandu. Karena merasa begitu kesal, Pandu pun melepaskan tangannya dan tubuh Rasya mendarat bebas di atas lantai.
"Astaga, keseringan nyium lantai bisa-bisa pantat aku makin tepos," keluh Rasya. Pandu hanya berdiri seolah tidak peduli. Rasya membenamkan wajah di antara kedua lutut yang dia peluk dan beberapa detik kemudian, terdengar tangisan dari gadis itu.
Pandu tidak peduli pada awalnya karena yakin kalau Rasya pasti hanya bersandiwara. Namun, makin lama tangisan Rasya justru makin mengeras. Pandu pun mulai khawatir.
Pandu berjongkok di depan Rasya. "Apa rasanya sangat sakit?" tanyanya cemas. Rasya tidak menjawab, hanya mengangguk cepat dan masih saja menangis.
"Maafkan aku tidak sengaja. Mana yang sakit, biar aku pijat." Suara Pandu melirih dan penuh kecemasan. "Mana yang sakit?"
"Sini, Om." Rasya duduk tegak dan menunjuk dadanya. Sepersekian detik berikutnya, Rasya tergelak keras. Pandu yang merasa telah dibohongi, hanya mengepalkan tangannya erat dengan gigi saling bergemerutuk. Sumpah, rasanya Pandu ingin menenggelamkan gadis itu di dasar laut.
"Bisakah kamu tidak menyebalkan sekali saja!" bentak Pandu saking marahnya.
"Iya, Om Sayang. Tidak perlu diperjelas seperti itu, aku tahu kalau aku cantik dan menggemaskan, kok." Rasya menimpali dengan tenang. Pandu akhirnya bangkit berdiri dan memilih pergi dari sana. Dia tidak mau emosinya akan makin naik jika berada di dekat istrinya. Melihat kepergian Pandu, Rasya terkekeh lalu naik ke kasur dan kembali melanjutkan tidurnya karena tubuhnya masih sangat kelelahan.
***
Suasana di meja makan tampak senyap. Hanya ada Pandu dan Gea yang duduk di sana. Rasya masih asyik berlayar di pulau mimpi, sedangkan Arga memilih kembali ke apartemen karena dia malas jika harus sering berdekatan dengan Gea. Pandu terlihat sangat tidak bersemangat saat menyantap makanannya. Padahal di sana tersaji opor ayam kesukaannya.
"Kenapa kamu seperti tidak berselera?" tanya Gea lembut.
"Aku masih cukup kenyang." Sembari menjawab, ekor mata Pandu melirik ke arah pintu yang menghubungkan dengan ruangan belakang. Berharap istrinya yang menyebalkan itu datang, tetapi Pandu harus merasa kecewa karena Rasya sama sekali tidak datang.
"Sayang," panggil Gea lembut.
"Berhentilah memanggilku sayang!" ketus Pandu, tetapi Gea justru tergelak.
"Kenapa? Selama ini aku selalu memanggil sayang, tapi kamu tidak pernah protes." Gea berpura-pura marah, tetapi Pandu justru mendecakkan lidahnya.
"Ingat, Ge, hubungan kita hanyalah ...." Ucapan Pandu terhenti saat ponsel yang tergeletak di sampingnya berdering. Wajah Pandu makin terlihat malas saat melihat nama yang tertera di layar.